OPINI  

Jabatan Eks Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sebagai Komisaris Utama MRT Jakarta Diduga Melanggar Aturan Nepotisme

Penulis: Sugiyanto aktivis senior Jakarta

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Heru Budi Hartono, mantan Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, kini menjabat sebagai Komisaris Utama (Komut) PT MRT Jakarta, sebuah BUMD yang bergerak di bidang pengelolaan transportasi bawah tanah. Informasi ini dapat ditemukan pada laman resmi MRT Jakarta. Posisi ini menimbulkan kekhawatiran terkait potensi pelanggaran prinsip ketidakberpihakan dan integritas dalam birokrasi publik, khususnya karena adanya dugaan nepotisme.

Dugaan tersebut muncul karena adanya keterkaitan antara Heru dan anggota keluarga sedarah yang diduga juga bekerja di perusahaan tersebut. Selain itu, saya juga mendengar kabar bahwa ada duggan anggota keluarga lain yang bekerja di BUMD PT MRT Jakarta. Namun untuk informasi ini saya belum mendapatkan referensi yang dapat dipercaya sehingga belum bisa memastikan atau menyimpulkan kebenarannya.

Ada kemungkinan besar bahwa hingga saat ini, anggota keluarga Heru Budi Hartono tersebut diduga masih bekerja di BUMD PT MRT Jakarta. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat satu keluarga yang bekerja di BUMD yang sama, yaitu PT MRT Jakarta. Namun, atas dugaan ini, jika salah satu dari anggota keluarga tersebut telah berhenti, maka hal ini tidak lagi termasuk dalam isu nepotisme

Munculnya dugaan nepotisme tersebut karena merujuk dari pemberitaan media online porosjakarta.com, yaitu, pada Rabu, 20 Desember 2023, dengan judul “Harta Putri Pj Gubernur DKI Sebesar Rp 5 Miliar Dapat Jabatan Mentereng di PT MRT,” (https://www.porosjakarta.com/sosok/063639960/harta-putri-pj-gubernur-dki-sebesar-rp-5-miliar-dapat-jabatan-mentereng-di-pt-mrt).
Ketika itu, Heru Budi Hartono sedang menjabat sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta, dan dalam pemberitaan tersebut, terungkap bahwa Ghassani Herstanti, adalah putri pertama Heru Budi Hartono, yang menjabat sebagai Kepala Departemen PT MRT Jakarta.

Selain itu, dalam pemberitaan tersebut juga diungkapkan bahwa Ghassani Herstanti telah melaporkan harta kekayaannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2022. Total kekayaan yang dilaporkan mencapai hampir 5 miliar rupiah, yang mencakup berbagai jenis aset. Rinciannya termasuk sebuah bangunan senilai 3,284 miliar rupiah yang terletak di Jakarta Timur dengan luas 154 m2/225 m2. Ghassani juga tercatat memiliki alat transportasi dan mesin senilai 737,475 juta rupiah, termasuk mobil Honda CRV 2017 senilai 270 juta rupiah.

Dalam konteks ini, wajar jika publik menilai bahwa penunjukan Heru Budi Hartono sebagai Komisaris Utama PT MRT Jakarta dapat diduga melanggar aturan karena adanya hubungan keluarga atau nepotisme. Dengan begitu bisa disimpulkan bahwa, Komut PT. MRT Jakarta Heru Budi Hartono adalah ayah kandung dari Ghassani Herstanti, yang telah lebih dahulu menduduki jabatan strategis di perusahaan tersebut.

Dalam hal ini, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), terdapat ketentuan yang melarang adanya hubungan keluarga antara individu yang terlibat dalam pengurusan BUMD di satu daerah. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 30 PP tersebut yang berbunyi: “Setiap orang dalam pengurusan BUMD dalam 1 (satu) Daerah dilarang memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk hubungan yang timbul karena perkawinan.”

Adanya ketentuan tersebut bertujuan untuk mencegah konflik kepentingan yang dapat merugikan perusahaan dan masyarakat. Oleh karena itu, dalam kasus ini, Heru Budi Hartono diduga melanggar peraturan tersebut, mengingat anaknya, Ghassani Herstanti, mungkin sampai saat ini juga masiih bekerja di PT MRT Jakarta. Ghassani, yang saat pemberitaan pada media Poros Jakarta. com diketahui menjabat sebagai Kepala Departemen di perusahaan tersebut.

Dalam konteks ini, jika hal tersebut benar terjadi, maka hal ini dapat dianggap sebagai kesalahan fatal yang melanggar peraturan perundang-undangan. Tindakan semacam ini bahkan berpotensi menjadi perbuatan pidana berupa nepotisme. Nepotisme dilarang karena dapat menciptakan ketergantungan jabatan keluarga dalam perusahaan, yang pada akhirnya memunculkan keraguan terhadap independensi dan objektivitas dalam pengambilan keputusan di BUMD, termasuk PT MRT Jakarta.

Sedangkan, nepotisme sendiri diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara negara untuk menguntungkan keluarga atau kroninya dengan cara yang merugikan orang lain, masyarakat, atau negara. Tindak pidana nepotisme ini dapat dikenakan ancaman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kehadiran anggota keluarga dalam posisi strategis di BUMD seperti tersebut diatas berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang. Meskipun belum ada bukti pasti yang mengindikasikan adanya pelanggaran hukum, situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai penerapan prinsip good governance dan akuntabilitas dalam pengelolaan perusahaan milik daerah. Terlebih lagi, jika mantan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono masih berstatus sebagai ASN dengan pangkat dan golongan eselon I, hal ini tentu menjadi masalah yang lebih serius.

Tindakan seperti ini penting untuk diperhatikan guna memastikan bahwa pengelolaan BUMD tetap berjalan sesuai dengan aturan yang ada dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Keterbukaan informasi dan pengawasan yang ketat menjadi kunci dalam menjaga integritas. Dengan demikian, PT MRT Jakarta dapat menjalankan fungsinya sebagai penyedia transportasi publik yang aman, nyaman, dan efisien, tanpa terpengaruh oleh kepentingan pribadi yang dapat merugikan masyarakat.