Penulis: Sugiyanto (SGY)- aktivis senior Jakarta
Jakarta, Nusantarapos.co.id – Pada Jumat, 3 Januari 2025, saya menulis artikel berjudul “DPRD dan Pemprov DKI Harus Tanggap: Perlu Klarifikasi Dugaan Nepotisme Eks Pj Gubernur Heru Budi dan Putrinya di PT MRT Jakarta.” Sebelumnya, pada Kamis, 2 Januari 2025, saya juga menulis artikel berjudul “Jabatan Eks Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sebagai Komisaris Utama MRT Jakarta Diduga Melanggar Aturan Nepotisme.”
Kedua artikel saya tersebut menekankan pentingnya penerapan prinsip good governance dalam pengelolaan pemerintahan, khususnya pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk kali ini, tulisan atau artikel saya ini ditujukan kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jakarta Raya, agar turut merespons dugaan praktik nepotisme di PT MRT Jakarta. ORI adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan memiliki kewenangan mengawasi pelayanan publik, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMD seperti PT MRT Jakarta, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Dalam menjalankan tugasnya, Ombudsman berasaskan kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan, dan kerahasiaan (Pasal 3 UU No. 37/2008).
Saya mendesak ORI Perwakilan Jakarta Raya untuk segera menyikapi dugaan nepotisme terkait Heru Budi Hartono, mantan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, dan putrinya, Ghassani Herstanti, yang dilaporkan bekerja di PT MRT Jakarta. Dugaan ini, jika terbukti, melanggar Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, yang melarang hubungan keluarga hingga derajat ketiga dalam struktur pengelolaan BUMD untuk mencegah konflik kepentingan.
Dugaan ini berawal dari pemberitaan media online pada 20 Desember 2023, yang menyebutkan bahwa Ghassani menjabat sebagai Kepala Departemen di PT MRT Jakarta saat Heru Budi Hartono masih menjabat sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta. Dalam pemberitaan tersebut juga diungkapkan bahwa berdasarkan laporan LHKPN 2022, Ghassani tercatat memiliki kekayaan hampir Rp5 miliar, yang terdiri dari aset properti dan kendaraan bermotor.
Jika dugaan ini benar, maka praktik tersebut tidak hanya melanggar prinsip tata kelola yang baik (good governance), tetapi juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana nepotisme. Sebaliknya, jika tidak ditemukan pelanggaran, penting bagi Ombudsman, DPRD, dan Pemprov DKI Jakarta untuk menyampaikan hasil investigasi secara terbuka demi menjaga kepercayaan publik.
Langkah konkret yang dapat diambil meliputi pembentukan tim investigasi independen untuk menyelidiki kasus ini, serta mendesak Heru Budi Hartono memberikan klarifikasi. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas agar PT MRT Jakarta tetap fokus menjalankan fungsi utamanya sebagai penyedia layanan transportasi publik yang profesional.
Kepercayaan publik terhadap pengelolaan BUMD hanya akan terjaga jika prinsip good governance diterapkan secara konsisten.
Jika Ombudsman, DPRD, maupun Pemprov DKI Jakarta tetap diam, saya akan menulis surat terbuka kepada kementerian terkait dan DPR RI. Selain itu, surat terbuka juga dapat saya tujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, agar beliau mengetahui persoalan ini dan mengambil langkah yang diperlukan. Tindakan tegas dari semua pihak terkait sangat penting untuk menunjukkan komitmen dalam menjaga integritas birokrasi serta mewujudkan pemerintahan yang bersih dan profesional.