PACITAN,NUSANTARAPOS,- Diduga masih maraknya sumbangan sekolah sukarela yang saat ini menjadi perbincangan hangat di kalangan orang tua siswa di Kabupaten Pacitan, banyak menuai pendapat yang kurang enak di dengar. Pasalnya, sekolah diduga menarik orang tua siswa berkedok sumbangan sukarela. Namun pada kenyataannya sumbangan tersebut memampangkan jumlah besaran nilai sumbangan.
Terlebih lagi, apabila sumbangan tersebut di bawah ukuran, sering dijumpai pihak wali kelas agar siswa menghadap ke Bimbingan Konseling (BK) tanpa ada surat kepada orang tua. Hal ini bisa menjadikan siswa yang dipanggil tersebut merasa malu kepada teman-teman dan dapat mengakibatkan masalah psikologis anak terganggu.
Pemerhati pendidikan Doni Koesoma A pun angkat bicara mengenai adanya pemanggilan siswa ke Bimbingan Konseling (BK) dalam upaya penyampaian masalah pembayaran sumbangan di sekolah yang sering banyak terjadi di sekolahan baik itu tingkat SMP maupun SMA.
Dalam pesan tertulisnya, Selasa (7/1/25) mengatakan Bimbingan Konseling (BK) ini berurusan dengan pembinaan siswa sedangkan untuk masalah sumbangan itu merupakan urusan dengan Kepala Sekolah, Yayasan atau Tata Usaha.” Ya apa relevansi BK memanggil? Sumbangan itu bebas diberikan oleh masyarakat,” katanya.
Doni Koesoma A juga menjelaskan, dimana sumbangan tersebut menyebut minimal sudah dapat dikategorikan pungli. “Dan ini melanggar aturan. Bukan karena guru BK nya, tapi sikap sekolah memaksa masyarakat ke arah pungli, ini yang tidak bisa dibenarkan,” bebernya
Tak tanggung-tanggung dengan adanya kejadian tersebut, apalagi siswa harus membuat surat keterangan tidak mampu kejadian tersebut bahkan dapat dilaporkan ke dinas Pendidikan atau Itjen Kemdikbud. “Sumbangan sukarela itu tidak ada akibat atau konsekuensi bagi si penyumbang. Namanya juga sumbangan, jadi tidak ada ikatan. Kalau memaksa dengan membuat surat miskin, ini udah pelanggaran aturan tentang sumbangan pendidikan,” pungkasnya.