Soal Polemik Pelantikan Dekot Jakut, Radian Azhar: Saya Tidak Melanggar Aturan

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Sepertinya polemik terkait Pelantikan Dewan Kota (Dekot) Jakarta Utara periode 2024-2029 yang menjadi sorotan beberapa Minggu terakhir ini akhirnya bisa diluruskan.

Pasalnya, beberapa oknum yang mempermasalahkan pelantikan salah satu Dekot Jakarta Utara yang bernama Radian Azhar sebagai mantan narapidana tipikor dinilai tidak relevan lagi.

Hal itu dikarenakan, Radian Azhar pada putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung No.32/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Bdg tanggal 23 September 2020 hanya 1,6 tahun penjara.

Dan hal itu tidak bertentangan dengan aturan bekas napi korupsi boleh mendaftar sebagai caleg tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU Nomor 31 tahun 2018 tentang Perubahan Atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau Kota. Beleid ini berlaku sejak pemilu 2019.

Selain itu, aturan mantan napi korupsi ikut pemilihan legislatif atau Pileg terdapat pada Pasal 45A ayat (2). Dalam ayat (1), pasal tersebut menjelaskan bahwa mantan napi kasus korupsi tidak memenuhi syarat caleg berdasarkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Namun, dalam ayat (2), secara tersirat disebutkan bahwa eks napi koruptor diperbolehkan mendaftar dengan sejumlah syarat.

Adapun syarat bagi mantan napi korupsi antara lain wajib melampirkan surat keterangan dari kepala lembaga pemasyarakatan atau lapas. Surat itu menerangkan bahwa napi yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan dan menyertakan salinan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Regulasi tersebut diperkuat dengan PKPU Nomor 18 Tahun 2019 yang terbit pada 6 Desember 2019.

Tak hanya mantan napi korupsi, mantan napi kasus lain juga diperbolehkan berpartisipasi sebagai Caleg pada Pemilu. Dalam Pasal 240 Ayat (1) huruf g UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, disebutkan bahwa seorang eks napi boleh mendaftar sebagai Caleg. Syaratnya, eks napi tersebut tidak pernah dipidana penjara 5 tahun atau lebih.

Sedangkan Dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023, KPU mencantumkan ketentuan yang intinya, jika eks terpidana dengan ancaman minimum 5 tahun penjara juga menjalani vonis tambahan pencabutan hak politik, maka yang bersangkutan tak perlu menunggu masa jeda 5 tahun untuk bisa maju sebagai caleg. KPU itu merujuk pada bagian pertimbangan putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022.

KPU beralasan bahwa pertimbangan itu satu kesatuan dengan amar putusan MK yang menyatakan bahwa eks terpidana dengan ancaman minimum 5 tahun penjara perlu menunggu masa jeda 5 tahun sebelum maju sebagai caleg.

Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta melalui Biro Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta menjamin penyelenggaraan pemilihan dan penetapan Dewan Kota/Dewan Kabupaten Periode 2024-2029 dilakukan sesuai dengan ketentuan.

Ketentuan tersebut yaitu Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Dewan Kota/Dewan Kabupaten dan Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2013 tentang Tata Cara dan Kelengkapan Penyelenggara Pemilihan Dewan Kota/Dewan Kabupaten.

Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta Fredy Setiawan menegaskan, pemilihan anggota Dewan Kota/Dewan Kabupaten sudah dilakukan secara berjenjang sesuai prosedur. Mulai dari di tingkat kelurahan oleh Panitia Pemilihan Kelurahan (PPK), dan di tingkat kota/kabupaten oleh Panitia Pemilihan Dewan Kota (PPDK).

“Pemilihan dilakukan oleh PPDK yang independen serta menggunakan parameter atau acuan yang jelas,” kata Fredy di Jakarta, Selasa (7/1).

Sementara itu, Dewan Kota Jakarta Utara terpilih2024-2029 Radian Azhar mengaku, dirinya tidak merasa terganggu dengan adanya polemik yang berkembang saat ini. ” Ini merupakan dinamika demokrasi yang ada saat ini. Karena itu dirinya hanya ingin fokus membangun kota Jakarta Utara kearah yang lebih baik,” ujarnya kepada Nusantarapos.

Lebih lanjut Radian menjelaskan, pencalonan dirinya menjadi Dekot sudah melalui tahap berngai seleksi. Bahkan dari pihak kepolisianpun sudah memastikan hal itu dengan mengeluarkan surat SKCK buat dirinya

” Jadi tidak benar, jika ada opini yang menyebutkan pelantikan saya sebagai Dekot melanggar aturan. Bahkan dengan diterbitkannya Surat SKCK dari pihak kepolisian ini merupakan bukti saya sudah sah sebagai warga negara dan diakui hak politik saya dalam ikut pesta demokrasi di Indonesia, ” ungkapnya.