PACITAN,NUSANTARAPOS,- Tambang timah di Desa Kluwih, Kecamatan, Kebonagung, Pacitan yang dilakukan oleh PT Gemilang Limpah Internusa (GLI) sudah mendapat peringatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia karena dugaan pelanggaran terhadap peraturan Undang-Undang di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup dan/ atau perizinan Lingkungan Hidup.
Namun kenyataannya, meskipun sudah dipasangi dengan tulisan tersebut dan telah dihentikan kegiatan pertambagannya sejak bulan Juli 2024 lalu oleh Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tambang tersebut diketahui masih beroperasi selama 2 hari dari 6 – 7 Januari 2025.
Hal ini diakui oleh Kepala Desa Cokrokembang Gunadi, dimana pada tanggal tersebut masih ada kegiatan pengambilan entah itu material ataupun sejenisnya hingga selama dua hari. “Masih ada waktu itu sekitar dua hari mereka melakukan pengambilan sekitar di hari pertama itu 3 truk dan hari ke dua 4 truk kalau gak salah. Itu pun juga dilakukan pada malam hari,” katanya, Selasa (14/1/25).
Kepala Desa Cokrokembang ini pun juga sebenarnya tidak mengetahui siapa yang memberi ijin pertambangan itu beroperasi lagi. “Jadi kemarin setelah realisasi ganti rugi gagal panen dari Gakkum KLHK, pihak GLI ada yang datang ke desa meminta izin untuk mengeluarkan material yang ada di dalam terowongan dengan berbagai alasan. Salah satunya mengatakan berbahaya jika material itu tidak segera di keluarkan,” jelas Gunadi. Namun kami tetap tidak bisa mengizinkan sebelum ada surat resmi dari Balai Gakkum Provinsi. Tetapi kami kaget, tiba-tiba mendapat laporan dari warga bahwa tambang tersebut kembali beroperasi,” terangnya.
Selain itu, mengenai konpensasi kerugian kepada masyarakat yang berdampak karena akibat limbah dari GLI ini, kontribusi yang diberikan sejak 2022 berdasarkan tingkat kerugian, dimana untuk yang tingkat kerusakannya berat sebesar Rp. 7,5 juta, sedang sebesar 5,5juta dan ringan 3,5juta. Besaran itu merupakan pemberian ganti rugi dari tahun 2020 hingga tahun 2024.
Sementara itu, Tulus, salah satu warga sekitar mengatakan bahwa semenjak air sungai tersebut bercampur dengan limbah tambang, lahan-lahan pertanian warga banyak yang tidak bisa digarap dan kalaupun ditanami pasti tidak akan panen. “Awal hujan kemarin saya gunakan air sumur untuk mengisi air kolam, tapi ikan-ikan dikolam tersebut malah mati semua,” kata Tulus.
Merasa tak puas dengan keterangan narasumber, tim media pun langsung mendatangi lokasi tempat tempat Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) untuk memastikan hal tersebut.
Dari hasil penelusuran, pengolehan limbah tersebut diduga hanya diencerkan di dalam wadah penggilingan, kemudian dicampur dengan kapur yang kemudian limbah yang sudah menjadi lumpur tersebut diendapkan ke dalam wadah berbentuk kotak serta air endapan tersebut di buang ke sungai. Sedangkan untuk endapan padat/ lumpur di masukkan ke dalam karung-karung yang hanya di tumpuk di sekitar pengelolaan IPAL sehingga ketika terkena tekanan air hujan dari atas bercampur dan mengalir ke sungai-sungai tersebut.