Nusantarapos.co.id – Kegelisahan, kegeraman, dan kekecewaan mewarnai kehidupan warga debitur di Perumahan Rika Residence Kelurahan Babakanlor, Kecamatan Cikedal, Pandeglang – Banten.
Persoalan mulai dari pemecahan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang belum tuntas hingga ketidakjelasan legalitas perumahan membuat warga resah. Developer dan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai mitra pembiayaan pun menjadi sorotan utama dalam skandal ini.
Sejumlah warga mengaku merasa dikhianati oleh developer dan BTN, “Kami sudah membayar cicilan bertahun-tahun, tapi sampai sekarang SHGB belum juga terpecah. Kami seperti dibiarkan dalam ketidakpastian,” ujar Fadil, Selasa (11/2/25), salah satu warga (debitur) perum rika residence babakanlor yang telah menempati rumahnya sejak 2018.
Para warga (debitur) juga mengeluhkan minimnya transparansi dari pihak developer terkait proses pemecahan SHGB dan status legalitas perumahan.
SHGB yang belum terpecah membuat warga kesulitan mengurus kepemilikan rumah secara individual. Padahal, menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 9 Tahun 2019, developer wajib menyelesaikan pemecahan SHGB dalam waktu tertentu setelah proyek selesai. “Ini jelas melanggar hak kami sebagai pembeli. Kami sudah memenuhi kewajiban, tapi hak kami diabaikan,” tambah Fadil.
Persoalan lain yang mencuat adalah ketidakjelasan legalitas perumahan. Beberapa warga menduga ada dugaan serta indikasi ketidaksesuaian dokumen – dokumen yang selama ini diklaim oleh developer dengan kondisi di lapangan. “Kalau developer punya itikad baik sejak 7 tahun yang lalu pada saat Perum ini sedang dalam proses pembangunan, sebetulnya sekarang ini tidak akan muncul persoalan, ini membuat kami khawatir,” ungkap warga lainnya .
Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, developer wajib memenuhi semua persyaratan perizinan sebelum menjual unit perumahan. Jika ada ketidaksesuaian, hal ini dapat membatalkan legalitas perumahan dan merugikan pembeli. Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi menyangkut kepercayaan publik terhadap industri properti.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, pihak developer mengklaim sedang berupaya menyelesaikan masalah pemecahan SHGB serta meminta waktu untuk proses ini karena membutuhkan waktu yang cukup lama karena melibatkan banyak pihak, termasuk BPN. Hal ini Hasil dari pertemuan tripartite antara pihak developer, BTN serta Notaris, yang di inisiasi oleh pihak BTN dengan melayangkan surat resmi kepada Pimpinan developer. Namun, klaim ini tidak meredam kegeraman warga yang merasa prosesnya terlalu lambat serta seakan mengulur waktu dan memanfaatkan jeda waktu tenor yang panjang.
Sementara itu, BTN sebagai mitra pembiayaan menyatakan telah memenuhi kewajibannya dalam memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). “Kami hanya bertugas memberikan pembiayaan sesuai prosedur. Masalah legalitas dan SHGB adalah tanggung jawab developer,” jelas Direktur BTN, Budi Satria dilansir dari www.liputan6.com.
Namun warga menilai BTN seharusnya lebih proaktif memastikan developer memenuhi kewajibannya. Dr. Hadi Sutrisno, pakar hukum perumahan dari Universitas Indonesia, menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap developer. “Pemerintah harus lebih tegas dalam menindak developer yang melanggar aturan. Warga tidak boleh menjadi korban ketidak profesionalan developer,” tegasnya.
Sementara itu dilansir dari www.kompas.tv, Dr. Agus Pambagio, pakar kebijakan publik, menyoroti perlunya reformasi sistem pengawasan perumahan. “Kasus seperti ini terjadi karena sistem pengawasan kita masih lemah. Perlu ada mekanisme yang memastikan developer bertanggung jawab sebelum proyek diluncurkan,” ujarnya.
Kisruh di Perumahan Rika Residen Babakanlor ini menjadi bukti nyata betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam industri properti. Tanpa itu, impian memiliki rumah layak bagi masyarakat hanya akan menjadi mimpi yang berujung pada kekecewaan dan kerugian.
Warga mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian PUPR dan BPN, untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini. “Kami butuh kepastian. Jangan biarkan warga terus dirugikan,” ungkap Fadil. Mereka juga meminta BTN untuk lebih tegas menekan developer agar segera menyelesaikan kewajibannya.*