Nusantarapos.co.id – Anggota KPU RI Iffa Rosita dan Ketua KPU Papua Stave Dumbon akan dilaporkan ke DKPP karena diduga memberikan keterangan palsu dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua di Mahkamah Konstitusi. Hal ini ditegaskan oleh Ketua DPD KNPI Papua Benyamin Gurik dalam keterangannya pada Redaksi, Minggu (16/2/2025)
“Laporan sudah kami siapkan dan Senin besok langsung dimasukan ke DKPP. Sebenarnya sejak hari Kamis kemarin sudah mau dimasukan tetapi masih ada beberapa alat bukti yang harus dipersiapkan jadi ditunda Senin besok”, tegas Benyamin
Menurutnya, laporan dugaan pelanggaran kode etik ini berkaitan dengan keterangan yang disampaikan Komisioner RI Iffa Rosita dan juga Ketua KPU Papua dalam persidangan PHPU Pilgub Papua di Mahkamah Konstitusi tanggal 10 Pebruari 2024 kemarin. Menurut Benyamin, Anggota KPU RI ini diduga telah memberikan jawaban yang mengandung keterangan palsu saat menjawab pertanayaan majelis hakim Mahkamah Konstitusi.
Saat di persidangan kata Benyamin, yang mulia hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra menanyakan Iffa Rosita yang hadir mewakili KPU RI mendampingi Termohon KPU Papua dengan pertanyaan. “kapan batas akhir penyampaian hasil perbaikan persyaratan calon itu dilakukan?” Anggota KPU RI ini menjawab bahwa batas akhir penyampaian perbaikan persyaratan calon adalah tanggal 22 September 2024, jadi sebelum penetapan itu masih bisa dilakukan perbaikan yang mulia; demikian keterangan Iffa Rosita.
Menurut Benyamin Gurik, jawaban tersebut mengandung unsur keterangan palsu karena berdasarkan Peraturan Komisi pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 pada lampiran I Tentang Program, Tahapan dan Jadwal, telah diatur secara jelas dan tegas bahwa periode waktu perbaikan persyaratan calon adalah 6 – 8 September 2024. Artinya; batas akhir perbaikan itu tanggal 8 September 2024, lewat dari tanggal 8 September tidak bisa lagi dilakukan perbaikan.
“Disini saya menilai ada unsur kesengajaan oleh Iffa Rosita memberikan jawaban yang menyimpang dari perundang-undangan. Sebagai komisioner RI tidak mungkin yang bersangkutan tidak mengetahui tahapan dan jadwal pencalonan, ini yang patut dipertanyakan”, sebut Benyamin.
Lebih lanjut kata Benyamin, jawaban anggota KPU RI ini juga sekaligus sebagai bentuk pembangkangan terhadap Putusan DKPP Nomor: 229-PKE-DKPP/ XI/ 2024 yang diputuskan tanggal 24 Januari 2025. Dalam pertimbangan hukumnya, DKPP telah menyatakan KPU Papua terbukti melakukan pelanggaran perundang-undangan karena menerima dan menggunakan persyaratan calon diluar dari program, tahapan dan jadwal yang diatur dalam PKPU No. 8 Tahun 2024 dan menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada seluruh komisiner Papua.
“Putusan DKPP ini kan jelas sekali, kenapa Iffa Rosita dan Ketua KPU Papua seakan mementahkan pendapat hukum DKPP dalam persidangan MK? Ini sama saja dengan tindakan mengingkari putusan DKPP. Sebagai anggota KPU RI, Iffa Rosita seharusnya memberikan contoh yang baik kepada bahawannya untuk taat asas dan berkepastian hukum, termasuk menegakan dengan sungguh-sungguh putusan DKPP, bukan sebaliknya justru bertindak mengingkari Putusan DKPP sebagai satu-satunya lembaga penegak etik. Jadi tindakan inilah yang kita adukan sebagai pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di DKPP” Pungkas Benyamin. (adn)