Penulis:
I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya
Dosen Manajemen Sumber Daya Manusia,
Penulis buku “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi”.
Kebijakan mengenai pola kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menerapkan sistem Kerja Dari Manapun (KDM) telah dimulai penerapannya. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD menjadi dasar dari kebijakan ini.
Sejak Senin, 3 Maret 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) merupakan salah satu instansi yang mulai menerapkan KDM yang dulu pernah diterapkan pada masa pandemi Covid-19. Melalui Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2025, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah mengatur implementasi kebijakan KDM dalam lingkup Kemendikdasmen.
Dengan adanya kebijakan ini, ASN Kemendikdasmen diwajibkan untuk bekerja minimal tiga hari dalam seminggu dari kantor (KDK), sementara dua hari sisanya dapat dilakukan dari manapun (KDM).
Layaknya sebuah kebijakan baru, penerapan KDM sangat menarik untuk ditinjau dari berbagai perspektif sudut pandang.
KDM Dalam Perspektif Teori X dan Y McGregor
Dalam konteks kebijakan ini, pendekatan Teori X dan Y dari McGregor dapat digunakan untuk menganalisis dampaknya. Teori X mengasumsikan bahwa pekerja secara inheren tidak menyukai pekerjaan dan cenderung menghindari tanggung jawab.
Oleh karena itu, manajemen atau pimpinan harus mengontrol, mengawasi, dan memotivasi karyawan atau staf dengan sistem penghargaan dan hukuman. Artinya, jika kebijakan KDM diterapkan tanpa kontrol yang ketat, ada kemungkinan produktivitas ASN menurun akibat kurangnya pengawasan langsung.
Sebaliknya, Teori Y memandang bahwa individu pada dasarnya ingin bekerja dan mencapai tujuan jika lingkungan kerja memberikan kesempatan untuk berkembang. Pegawai akan berinisiatif dalam pekerjaannya.
Dalam konteks ini, kebijakan KDM dapat berhasil jika didukung dengan sistem manajemen yang tepat, seperti pemantauan berbasis target dan hasil kerja yang terukur.
Oleh karenanya, selain pentingnya sosok pemimpin dalam melakukan manajemen tim, peran partisipatif pegawai pun menjadi salah satu faktor kunci. Hal ini agar pelayanan kepada masyarakat dan mendukung program Astacita Presiden tetap terjaga.
Penerapan Kepemimpinan Partisipatif dalam Kebijakan KDM
Pendekatan kepemimpinan partisipatif sangat relevan dalam kebijakan ini. Kepemimpinan partisipatif mengutamakan keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan. Sehingga perlu dukungan komunikasi dua arah serta memberikan kebebasan yang lebih besar kepada pegawai dalam menyelesaikan tugas mereka.
Dalam sistem kerja KDM, gaya kepemimpinan partisipatif dapat diterapkan dengan beberapa cara. Pertama, berupa pemberian Kepercayaan. ASN diberikan kepercayaan penuh untuk menyelesaikan tugasnya dari lokasi yang mereka pilih, dengan tanggung jawab tetap amanah.
Kedua, melalui peningkatan kolaborasi. Artinya teknologi harus dimanfaatkan untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antarpegawai. Sehingga meskipun mereka tidak berada di kantor, efektivitas kerja tetap terjaga.
Ketiga, pemantauan berbasis hasil. Walaupun tanpa kehadiran fisik, kinerja ASN dapat diukur berdasarkan output pekerjaan yang mereka hasilkan.
Keempat, pemberian dorongan motivasi. Motivasi menjadi faktor kunci keberhasilan KDM. Pimpinan harus memastikan bahwa ASN tetap memiliki semangat kerja meskipun bekerja secara fleksibel.
Menurut teori Abraham Maslow upaya memotivasi ini adalah dengan cara memenuhi tingkat kebutuhan mereka. Atau dengan istilah sederhana yaitu dengan mensejahterakan pegawai ASN.
ASN Yang Hidup Sederhana dan Sejahtera
Salah satu tujuan utama kebijakan KDM adalah efisiensi anggaran. Dengan mengurangi jumlah ASN yang harus bekerja dari kantor setiap hari, biaya operasional seperti listrik, air, transportasi dinas, dan kebutuhan kantor lainnya dapat ditekan.
Selain itu, kebijakan ini juga selaras dengan upaya penerapan budaya hidup sederhana di lingkungan ASN. Dengan mengurangi frekuensi perjalanan ke kantor, ASN dapat menghemat biaya transportasi ke kantor. Namun, tanggung jawab dalam menjalankan tugas sebagai pelayan publik harus terus ditingkatkan.
Di lapangan, tidak sedikit dari mereka demi menjaga kualitas layanannya kepada masyarakat, keluarga mereka harus rela merogoh kocek lebih untuk membeli kuota internet. Tak hanya itu, pembengkakan tagihan listrik karena lampu dan AC menyala lebih dari biasanya. Apalagi, untuk ASN dengan tugas-tugas tertentu, bekerja dari manapun identik dengan siap mengabdi dan bekerja kapanpun.
Tentu kita semua sepakat penerapan budaya hidup sederhana seharusnya tidak hanya sebatas penghematan anggaran semata. Namun juga mencerminkan nilai-nilai integritas dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas sebagai pelayan publik. Di sisi lain, merupakan upaya pimpinan atau pemerintah untuk membuat terobosan guna menghadirkan kebijakan baru. Sebuah kebijakan inovatif yang nyata untuk meningkatkan kesejahteraan warganya termasuk untuk ASN.