Nusantarapos,-Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS), Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri (DEMA UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar dialog terbuka bersama aktivis mahasiswa dari berbagai organisasi ekstra kampus maupun intra kampus. Dialog terbuka ini dilaksanakan dengan tajuk Konser menyoal UKT (Uang Kuliah Tunggal) dengan mengangkat tema “Pendidikan Milik Siapa?”. Kegiatan ini berlangsung di Aula Student Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (30/04/2018).
Diantara perwakilan organisasi ekstra kampus yang hadir dalam dialog tersebut, diantaranya perwakilan dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat, Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI) Cabang Ciputat dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Cabang Tangerang Selatan.
Selain itu hadir juga perwakilan dari organisasi intra kampus diantaranya, Senat Mahasiswa Universitas (SEMA U), Tim UKT, dan para Aktivis Mahasiswa UIN Jakarta.
Dalam sambutannya, Wakil Ketua DEMA UIN Jakarta, Adi Radjo mengatakan, kebijakan UKT yang saat ini sedang dikelola oleh pihak kampus menimbulkan polemik dikalangan Mahasiswa.
“Saat pertama kali Uang Kuliah Tunggal atau UKT yang terdapat 5 golongan diterapkan saja, kami sudah bergejolak. Apalagi hari ini menjadi 7 golongan,” kata Adi. Selasa (01/05/2018).
Dia menuturkan bahwa kebijakan peningkatan 7 golongan UKT ini tidak berdasarkan hasil kajian yang menyeluruh. Sehingga mahasiswa merasa hanya menjadi objek pengambilan kebijakan sepihak dari kampus.
“Di lapangan, kami banyak menemukan kekurangan-kekurangan saat UKT ini diterapkan, lalu tanpa ada proses evaluasi bersama mahasiswa, golongan ini meningkat dan lebih mahal,”ujarnya
Selain itu, ia juga menekan kepada Tim Rektorat yang mengurusi UKT, agar serius membahas peningkatan golongan UKT ini. Karena hal tersebut menyangkut masalah keberlanjutan pendidikan generasi bangsa.
“Kami tidak mau hanya orang kaya saja yang dapat mengakses pendidikan. Anak buruh, anak petani, pedagang, dan lain-lainnya juga harus masuk ke jenjang perguruan tinggi negeri dengan akses biaya yang murah,” tegas Adi.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama salah satu mahasiswa program studi ilmu politik, Sultan Rivandi kembali mempertanyakan komitmen UIN Jakarta dalam memberikan kuota bagi mahasiswa yang kurang mampu.
“Jika mengacu pada Permenristekdikti no 22 tahun 2015 Pasal 5 ayat 1 mestinya kan kuota untuk golongan pertama itu minimal 5% dari total jumlah mahasiswa yang diterima di setiap program studi pada tiap PTN, itu angka minimal, tetapi hampir di semua jurusan kuota tersebut tidak terpenuhi pada penerapan UKT tahun 2017,” papar Sultan yang juga merupakan Sekretaris DEMA UIN bidang hubungan antar lembaga.
Selain itu, hal senaga juga disampaikan Ketua Bidang Pendidikan DEMA UIN Jakarta, Gilang Fajar, bahwa pada momentum hari pendidikan Nasional ini, para mahasiswa akan terus mengawasi dan mengkritisi kebijakan yang berkenaan langsung maupun tidak langsung terhadap mahasiswa, termasuk persoalan diberlakukannya UKT.
“Semakin lama, masalah UKT ini semakin menantang mahasiswa untuk menekan para pembuat kebijakan, kami (red-mahasiswa) tidak akan tinggal diam,”pungkasnya (awd)