Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Peneliti Dorong Evaluasi Transparan Program Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Made Natasya Restu Dewi Pratiwi, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute

JAKARTA,NUSANTARAPOS,- Satu tahun perjalanan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi momentum penting untuk meninjau ulang arah pembangunan kesehatan nasional.

Kendati sejumlah program besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG) telah berjalan masif, para ahli menilai pemerintah perlu memastikan bahwa pelaksanaannya tidak hanya berorientasi pada angka, tetapi juga pada kualitas, dampak berkelanjutan, dan pemberdayaan masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh Made Natasya Restu Dewi Pratiwi, Peneliti Bidang Sosial di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research dalam siarannya di Jakarta, Senin (28/10/2025).

Natasya menegaskan bahwa pemerintah perlu menegakkan prinsip transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas dalam setiap program kesehatan agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat hingga ke daerah.

“Kita butuh evaluasi yang transparan, partisipatif, dan menyeluruh. Pemerintah perlu membuka data dan informasi melalui konferensi pers rutin atau dashboard publik seperti saat pandemi COVID-19 dulu,” ucap Natasya.

Menurutnya, kasus keracunan massal pada program MBG tidak bisa dianggap sepele meski jumlah penerima program besar. Ia menilai, pemerintah harus menghentikan kebiasaan “mewajarkan hal yang tidak wajar” dan memastikan sistem pengawasan mutu serta pelatihan gizi yang setara di seluruh pelaksana lapangan.

Natasya pun menyoroti pentingnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang tata kelola program MBG yang saat ini tengah disusun. Ia berharap, regulasi tersebut segera difinalisasi dengan memasukkan aspirasi publik agar mampu menjawab akar persoalan di lapangan.

“Perpres MBG harus memperjelas pembagian kewenangan antar lembaga, terutama peran pemerintah daerah. Tanpa kejelasan ini, risiko tumpang tindih dan lemahnya pengawasan akan terus terjadi,” jelasnya.

Ia menambahkan, keberhasilan pembangunan kesehatan tidak cukup diukur dari jumlah penerima manfaat, tetapi dari tingkat kesehatan, keamanan, dan kemandirian masyarakat setelah program dijalankan.

Sebagai langkah strategis, Natasya mendorong integrasi program MBG dengan edukasi gizi seimbang di sekolah dan posyandu. Hal ini dinilai efektif agar masyarakat, khususnya anak-anak dan ibu, memahami pentingnya pola makan sehat.

Selain itu, ia menekankan perlunya digitalisasi sistem kesehatan, termasuk optimalisasi aplikasi SATUSEHAT Mobile agar hasil pemeriksaan Cek Kesehatan Gratis (CKG) dapat diakses masyarakat dengan mudah, termasuk penyandang disabilitas.

“CKG tidak boleh berhenti di meja pemeriksaan. Hasilnya harus bisa dimanfaatkan masyarakat untuk memahami risiko penyakit dan langkah pencegahan jangka panjang,” imbuh Natasya.

Natasya menyoroti pentingnya pemanfaatan data hasil CKG sebagai dasar pengambilan kebijakan. Dengan analisis yang tepat, pemerintah dapat memetakan tren penyakit, risiko kesehatan mental, hingga penyakit tidak menular seperti kanker akibat polusi dan mikroplastik.

“Data tersebut harus menjadi dasar alokasi anggaran BPJS Kesehatan dan perencanaan program pencegahan. Ini akan membuat kebijakan kesehatan lebih berbasis bukti dan kebutuhan nyata masyarakat,” tegasnya.

Menutup pernyataannya, Natasya mengingatkan bahwa refleksi satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran harus menjadi momentum memperkuat prinsip kesehatan yang adil, setara, aman, partisipatif, dan memberdayakan.

“Kritik dan saran publik harus ditindaklanjuti agar kebijakan semakin kontekstual dan responsif. Kualitas program harus tumbuh beriringan dengan kuantitas penerima manfaat. Masyarakat bukan hanya objek, tetapi mitra aktif pemerintah,” pungkasnya.