JAKARTA,NUSANTARAPOS, – Satu tahun sudah kepemimpinan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi bersama Wakil Menteri Veronica Tan berjalan.
Keduanya membuktikan komitmen nyata dalam mewujudkan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, serta perlindungan anak di seluruh pelosok negeri.
Dalam konferensi pers bertajuk “Capaian Kemen PPPA Selama Satu Tahun” di kantor Kemen PPPA, Jakarta, Senin (27/10/2025), Menteri PPPA menegaskan bahwa pihaknya tidak sekadar menelurkan kebijakan di atas kertas, tetapi memastikan program program kementerian benar-benar menyentuh kebutuhan riil masyarakat, terutama perempuan dan anak di lapisan terbawah.
“Kami ingin memastikan setiap langkah Kemen PPPA berkontribusi langsung terhadap kesejahteraan perempuan dan anak Indonesia, sebagai bagian dari visi besar Indonesia Emas 2045,” tegas Menteri PPPA.
Dalam satu tahun kepemimpinannya, Kemen PPPA mencatat berbagai capaian besar. Di antaranya, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2025 tentang Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban TPKS.
Selain itu, pemerintah juga menetapkan PP Nomor 29 Tahun 2025 tentang Dana Bantuan Korban TPKS yang menjadi tanggung jawab Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta Perpres Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan (2025-2029).
“Langkah ini menjadi pondasi penting dalam mewujudkan ruang digital yang aman, ramah, dan mendidik bagi anak-anak Indonesia,” terang Menteri PPPA.
Hingga Oktober 2025, 355 kabupaten/ kota di Indonesia telah meraih predikat Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA). Dari jumlah tersebut, 22 daerah menyandang predikat Utama, 69 Nindya, 125 Madya, dan 139 Pratama.
Selain itu, pembentukan 39 Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) juga menandai langkah maju yang signifikan.
Kini, 73 persen wilayah Indonesia (34 provinsi dan 389 kabupaten/kota) telah memiliki UPTD PPA aktif yang menjadi ujung tombak layanan korban kekerasan.
Kemen PPPA mencatat, hingga 20 Oktober 2025, terdapat 25.627 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan 27.325 korban.
Data ini menunjukkan meningkatnya pelaporan akibat meningkatnya kesadaran masyarakat dan efektivitas sistem pelaporan, bukan meningkatnya angka kekerasan.
Menteri PPPA menjelaskan, pemerintah juga telah menegaskan Anggaran Responsif Gender (ARG) sebagai kewajiban bagi seluruh kementerian/ lembaga dalam Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026, sebagai bentuk komitmen dalam menciptakan tata kelola yang transparan dan berkeadilan gender.
Untuk mendukung Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran, Kemen PPPA meluncurkan tiga program prioritas. yaitu:
* Ruang Bersama Indonesia, sebagai wadah sinergi lintas sektor untuk isu perempuan dan anak.
* Perluasan Fungsi Call Center SAPA 129, agar layanan pengaduan bisa menjangkau lebih banyak korban.
* Satu Data Perempuan dan Anak Berbasis Desa, guna memperkuat kebijakan berbasis data yang akurat.
Menurut Menteri PPPA, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan isu lintas sektor yang membutuhkan kerja kolektif. Kemen PPPA pun memperluas kolaborasi dengan berbagai pihak mulai dari Bawaslu, KPU, UN Women.
Sambungnya, hingga Koalisi Perempuan Indonesia melalui Kampanye Pilkada Damai 2024 bertema “Perempuan Berani Mengawasi dan Memilih, Bersama Lawan Diskriminasi.”
Sinergi juga dijalin dengan Komnas Perempuan, Forum Pengada Layanan (FPL), serta pemerintah daerah melalui pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik dan Fisik PPA, yang terbukti meningkatkan layanan korban kekerasan dan menurunkan angka kasus di berbagai daerah.
Di sisi lain, kampanye “Dare to Speak Up” dan “Bersama Lawan Pelecehan Seksual di Transportasi Umum” bersama PT JakLingko Indonesia, BUMD transportasi DKI Jakarta, PT KAI, dan KCI juga menjadi contoh sinergi nyata antara pemerintah dan sektor swasta dalam menciptakan ruang publik yang aman.
Untuk memperkuat pemenuhan hak anak, Kemen PPPA juga: Menyelenggarakan Forum Anak Nasional (FAN), Menginisiasi program pengalihan anak dari kecanduan gawai, Menindaklanjuti UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak,
Dan memperkenalkan Anggaran Responsif Anak untuk memperkuat keberpihakan dalam kebijakan fiskal.
Kemen PPPA turut aktif dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional melalui penyusunan laporan CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) dan CRC (Convention on the Rights of the Child).
“Kami terus berpartisipasi dalam forum global, termasuk berbagi praktik baik di tingkat ASEAN dan menjalin kerja sama bilateral untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak dari kejahatan lintas batas, terutama di dunia digital,” pungkasnya.

