Kasus Sengketa Ruko Marinatama, Kuasa Hukum Ingin Pihak Kemenhan Jadi Mediator

Subali, S.H, Kuasa hukum warga pemilik ruko Marinatama Mangga Dua

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Sidang lanjutan sengketa 42 warga pemilik Ruko Marinatama Mangga Dua, Jakarta Utara dan pihak pengelola kembali digelar hari ini di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Rabu (19/11/2025).

Kuasa hukum warga, Subali S.H mengatakan dalam kasus ini hadir perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Menurutnya, pihak BPN dinilai netral. Namun, ada dua pokok perkara yang menjadi pusat perhatian.

“BPN netral pada dasarnya ya. Yang terpenting ada dua isu ya. Isu pertama, isu yang sudah berproses di PTUN ini, aturan-aturan tahapan sudah jelas,” ujarnya di depan awak media.

Kedua, isu mengenai pengosongan ruko setelah 25 tahun penggunaan pada 31 Desember 2025. Kabar tersebut meresahkan warga pemilik ruko.

Perwakilan warga pemilik ruko Marinatama yang hadir di sidang lanjutan, Rabu (19/11/2025)/Foto: Arie

Sebagai kuasa hukum, Subali menyatakan sudah melakukan antisipasi dengan mengirimkan surat untuk meminta perlindungan kepastian jaminan hukum kepada Presiden, Kementerian Pertahanan, Kepala Staf TNI Angkatan laut dan pihak Inkopal.

“Setidak-tidaknya, dari Kemenhan atau Kepala Staf TNI Angkatan Laut itu harus berstatement lah, terkait dengan desas desus ini,” tegasnya.

Terkait apakah nantinya ada perdamaian sebelum tanggal 31 Desember 2025, Subali melanjutkan, akan terjadi win win solution apabila Menteri Pertahanan memfasilitasi upaya mediasi.

“Terutama mediator antara Inkopal dengan warga. Disitu yakin pasti ada win win solution,” ucapnya.

Dia juga berharap, Badan Pertanahan Negara dapat obyektif menjembatani kasus sengketa ini. “Dokumen-dokumen yang ada di BPN terkait perkara ini saya mohon diajukan, ditunjukan ke majelis hakim di perkara ini. Yang kedua, seharusnya kalau BPN berinisiatif, bisa memediasi ini. Karena kan BPN termasuk lembaga yang berkompeten, berwenang menerbitkan bukti kepemilikan sertifikat,” pungkasnya.

Di akhir sidang lanjutan, awak media sudah mencoba mewawancarai pihak BPN yang hadir. Namun, mereka sama sekali tidak memberikan tanggapan.

Diketahui, permasalahan bermula dari belum
diterbitkannya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) sejak warga pertama kali membeli ruko Marinatama tahun 1997. Padahal saat itu telah ada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Di tahun 2001, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara justru menerbitkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 477 atas nama Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Dan hingga saat ini, SHGB yang belum diterbitkan membuat status kepemilikan ruko yang digunakan 42 warga tersebut tidak jelas. Sehingga mereka kini tengah memperjuangkan status ruko tersebut ke PTUN Jakarta. (Arie)