KemenPPPA Luncurkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan

Nusantarapos.co.id, Jakarta – Semakin meningkatnya kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap pekerja perempuan di berbagai sektor, pemerintah akhirnya menghadirkan terobosan bersejarah.

Menjelang Peringatan Hari Ibu ke-97 Tahun 2025, sebuah layanan baru dirilis untuk memastikan perempuan bisa bekerja dengan aman, terlindungi, dan berdaya. Inilah komitmen nyata negara dalam memastikan lingkungan kerja yang setara dan bebas dari kekerasan.

Dalam momentum Peringatan Hari Ibu ke-97 Tahun 2025, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) resmi meluncurkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) sebagai upaya memperkuat perlindungan hukum, psikologis, dan sosial bagi perempuan pekerja di Indonesia.

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO, Prijadi Santoso, menjelaskan bahwa RP3 dirancang sebagai layanan terdekat dan tercepat bagi pekerja perempuan yang membutuhkan pencegahan, pengaduan, hingga pendampingan terhadap kasus kekerasan di tempat kerja.

“RP3 tidak harus berbentuk bangunan fisik. Ke depan, layanan ini juga akan hadir secara digital agar lebih mudah dijangkau oleh perempuan pekerja, sama seperti layanan kesehatan yang kini tidak selalu harus datang ke rumah sakit besar,” ujar Prijadi dalam Media Talk, Rabu (10/12/2025).

Ia menegaskan bahwa prinsip utama RP3 adalah akses cepat, aman, dan dekat. Selain menerima pengaduan, RP3 mengedepankan langkah pencegahan, pendampingan, dan respon yang berperspektif korban.

“Petugas yang bertugas di RP3 juga wajib memiliki kompetensi memadai agar tidak menyalahkan korban serta mampu memberikan layanan yang empatik dan ramah perempuan,” sambungnya.

“Perlindungan tidak berhenti pada penanganan kasus. Kita harus memastikan korban tetap aman bekerja dan tidak mengalami tekanan lanjutan,” ucapnya.

Prijadi menyoroti bahwa kekerasan terhadap perempuan pekerja masih menjadi persoalan serius dan kerap tidak terungkap. Banyak korban memilih diam karena relasi kuasa antara pemberi kerja dan pekerja, serta stigma negatif dari lingkungan kerja.

Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, tercatat 25,6 persen perempuan bekerja mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual. Sementara itu,

Data SIMFONI PPA periode 2020–2024 mencatat 1.308 perempuan dewasa menjadi korban kekerasan di lingkungan kerja.

Peluncuran RP3 sekaligus menjadi langkah untuk kembali menguatkan implementasi kebijakan sensitif gender yang telah digaungkan melalui Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2023.

Menurut Prijadi, pemahaman gender masih sering disalahartikan. Tantangan terbesar adalah kuatnya budaya patriarki yang membuat posisi perempuan lebih rentan di dunia kerja.

Ketimpangan ini terlihat dari rasio partisipasi angkatan kerja yang sejak 2005 tak banyak berubah, yakni 55 persen pada perempuan berbanding 85 persen pada laki-laki.

“Jika perempuan mendapatkan kesempatan yang sama, pertumbuhan ekonomi nasional akan meningkat signifikan. Masalah seperti diskriminasi upah, minimnya perlindungan reproduksi, dan sempitnya peluang karier harus segera diatasi,” ujarnya.

Prijadi menambahkan bahwa isu pemberdayaan perempuan tidak bisa hanya dipikul perempuan saja.

“Kelompok rentan harus diperjuangkan oleh mereka yang lebih kuat. Sama seperti isu disabilitas, perjuangannya tidak hanya dilakukan oleh penyandang disabilitas. Prinsip itu juga berlaku bagi perempuan,” tegasnya.

Pemerintah telah memperkuat UPTD PPA melalui amanat UU TPKS beserta peraturan turunannya. RP3 hadir untuk menjembatani antara perusahaan dan layanan pemerintah.

Kasus ringan dapat ditangani langsung oleh RP3, sementara kasus tingkat sedang hingga berat akan dirujuk ke UPTD PPA untuk penanganan lebih komprehensif.

Kasus tertentu seperti pelaku berkuasa atau kasus viral yang menyita perhatian publik akan mendapat perhatian khusus dari pusat.

Sementara itu, Vice President PT Evoluzione Tyres, Sigit Wibisono, menyampaikan bahwa RP3 sangat penting bagi industri yang berada di luar kawasan industri formal, di mana banyak pekerja perempuan lebih rentan terhadap diskriminasi maupun kekerasan.

Menurutnya, RP3 selaras dengan nilai-nilai inti perusahaan teamwork, integrity, responsibility, dan excellence serta prinsip keadilan dan kepatuhan terhadap kebijakan kesetaraan gender.

Melalui RP3, perusahaan menyediakan ruang pengaduan aman dan rahasia, fasilitas pendukung seperti pemindahan otomatis pekerja hamil ke jam kerja non-shift, layanan antar-jemput 24 jam, hingga edukasi rutin bagi pekerja laki-laki.

“Implementasi RP3 terbukti meningkatkan kepuasan karyawan, menurunkan turnover, dan memperkuat keberlanjutan perusahaan. Ini bisa menjadi model praktik baik bagi industri lain,” jelas Sigit.