Jakarta, nusantarapos.co.id – Pemilihan Ketua Umum Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang akan berlangsung dalam kongres di Makassar tahun 2019 mendatang akan menarik karena telah muncul 4 (empat) kandidat bakal calon ketua umum pasca digelarnya pra kongres di Yogyakarta 19-20 Oktober 2018 lalu.
Setiadi Hadinata, S.H., M.M., M.Kn selaku anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) mengatakan saya rasa siapa yang pantas untuk menjadi calon ketua umum dalam kongres INI di Makassar nanti itu harus mengacu pada AD/ART organisasi. Jika tidak mengacu pada hal tersebut, maka dikuatirkan akan terjadi kekacauan di kemudian hari karena catat hukum.
“Meskipun si calon tersebut popularitasnya sangat luar biasa, namun jika tak memenuhi persyaratan secara formil alangkah baiknya tim verifikasi meninjau ulang dan memikirkan dampak daripada pencalonan yang tidak memenuhi syarat,” ujarnya saat ditemui di kantornya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Setiadi menyatakan untuk menjadi ketua umum INI tidaklah mudah karena harus bisa merangkul semua anggota se-Indonesia yang saat ini sekitar 17 sampai 18 ribu anggota. Maka dari itu untuk bisa mengakomodir semua anggotanya harus kembali kepada prinsip dasar organisasi.
“Ketika Kongres INI 2019 mendatang, diharapkan calon ketum yang saat ini masih menjadi balon ketum telah selesai dari proses verifikasi. Sehingga apakah layak atau tidak calon tersebut mengikuti pertarungan untuk menjadi orang nomor 1 di PP.INI ? Jika memang layak ya silahkan bertarung secara fair dan jangan sampai timbul masalah dikemudian hari,” katanya.
Pasca Pra Kongres, tambah Setiadi, tim verifikasi kan telah memberikan tenggat waktu selama 90 hari untuk melengkapi berkas-berkas bagi balon ketum agar bisa mengikuti kongres nanti. Jika selama 90 hari itu juga masih ada kekurangan dan tak sesuai dengan AD/ART organisasi lebih baik jangan memaksakan kehendak pribadinya.
“Saya pernah mengikuti Diklat di Lemhannas dimana di sana diajarkan untuk menerima kekalahan jika kita mengikuti sebuah kompetisi. Jangan sampai setelah kalah malah mencari-cari kelemahan lawan untuk melakukan gugatan di pengadilan. Kalau kalah ya sudah berarti memang belum ditakdirkan untuk menjadi ketua umum, dan itu kan bisa dicoba pada 3 tahun berikutnya,” kata Setiadi yang juga seorang PPAT.
Setiadi menambah, jika sudah kalah malah tidak terima dan melakukan gerakan-gerakan yang tak sesuai prosedur itu akan berdampak negatif pada organisasi. Kita sebagai pejabat publik harus bisa menjaga marwah dan jati diri. Konsekuensi dari sebuah pertarungan jika tidak menang adalah kalah, tapi pemenang yang sesungguhnya adalah ketika kalah bisa menerima kekalahan tersebut.
Tak Ada Penjegalan Untuk Calon Ketum
Mengenai adanya isu penjegalan bagi calon ketua umum, Setiadi yang merupakan notaris Kendal mengungkapkan saya tidak pernah dengar Bu Ketum (Yualita Widyadhari.red) menjegal calon lawannya. Sepanjang yang saya kenal beliau tidak pernah itu berbicara untuk menjegal yang lain.
“Kalau tidak salah di dalam AD/ART yang ada saat ini bukanlah hasil daripada ciptaan Bu Ketum, karena itu merupakan sebuah produk dari ketua yang lama sebelum beliau menjabat sebagai Ketum,”katanya.
Justru, lanjut Setiadi, di tangan beliau INI kini telah berkembang pesat karena bisa melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan lembaga-lembaga tinggi negara seperti Kepolisian, Lemhannas maupun perbankan seperti Bank BNI. Di jaman dulu Kepolisian itu tidak boleh kerjasama dengan notaris, namun karena beliau meyakinkan pak Kapolri bahwa kami juga merupakan sebuah pejabat publik maka kerjasama tersebut berhasil dilakukan.
“Untuk BNI, beliau juga berhasil melakukan kerjasama dimana manfaat daripada pengguna KTA tersebut bisa digunakan untuk melakukan pembelian tiket dan promo lainnya. Karena selama ini KTA hanya digunakan untuk iuran anggotanya saja, tapi di bawah kepemimpinan beliau KTA tersebut bisa digunakan untuk hal lain,” terangnya.
“Saya tidak memihak kepada siapapun, namun Bu Ketum sangatlah profesional dalam memimpin sebuah organisasi. Sekali lagi saya tegaskan beliau tidak pernah bicara penjegalan kepada saya. Jadi itu kemungkinan hanya isu yang dikembangkan oleh pihak yang tak bertanggungjawab,” urainya.
Menanggapi maraknya rekan-rekan sesama notaris yang sering mengungkapkan persoalan sampai lepas kontrol di sosial media Setiadi pun memberikan pandangannya agar mereka lebih bijak dan mempunyai etika.
“Sebagai pejabat publik yang telah tertuang didalam undang-undang, saya berharap rekan-rekan yang demikian bisa lebih mempunyai etika dalam beragumen di media sosial. Marwah dan jati diri kita harus benar-benar kita rawat dan jaga dengan baik,” katanya.
Lanjut Setiadi, jangan sampai kita sebagai pejabat publik memberikan pandangan-pandangan yang secara umum tidak jelas kebenarannya. Karena belum tentu yang berbicara di media sosial itu benar, jika salah akan membawa efek negatif
“Untuk berdiskusi lebih baik kita adakan acara formil agar tidak melebar kemana-mana. Jika tidak dampaknya akan mengganggu kita sebagai pejabat umum, INI harus bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat,” tutup Setiadi.(Hari)