Ditulis Oleh : DR. Diah Sulistyani Muladi (Liesty Muladi)
Peraturan Presiden No.13/2018 tersebut tentang “penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dan korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencuciuan uang”. Hal ini dengan hal sendirinya akan terkait juga dengan tindak pidana Iain berupa berbagai kejahatan berat lainnya, khususnya kejahatan transnasional yang merupakan tindak pidana awal (Predicate Crimea) yang hasilnya dimanfaatkan melalui proses pencucian uang (placement, layering end integration) seperti tindak pidana korupsi dan lain-lain.
Pemilik manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjukkan atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina atau pengawas pada korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini.
Dalam berbagai tindak pidana tersebut, di samping pelaku yang merupakan manusia alamiah atau orang-orang tentu, juga dimungkinkan pertanggungjawaban pidana korporasi baik yang berbadan hukum maupun non badan hukum untuk di pidana pokok, pidana tambahan dan tindakan tata tertib. Inilah yang disebut kejahatan korporasi (Corporate Crimea).
Untuk menempatkan korporasi sebagai subjek tindak pidana semula hanya disandarkan pada teori identifikasi, artinya korporasi hanya dipertanggungjawabkan apabila tindak pidana dilakukan oleh orang-orang yang dapat diindentifikasi dengan organisasi korporasi atau mereka yang disebut :”Who Constitute Its Directing Mind” (merupakan otak, sistem syaraf dan kehendak yang mengendalikan apa yang akan dilakukan korporasi. Hal ini akan menunjuk individu-individu seperti pejabat atau pegawai yang mempunyai tingkatan manager dan menduduki secara resmi jabatan fungsional korporasi sebagai bagian dari “Board of Directors” yang berhak mewakili korporasi, mengambil keputusan dan mengendalikan korporasi.
Dalam perkembangannya muncul kenyataan atau fakta hukum yang menunjukkan bahwa ada orang-orang lain yang berada di luar struktur fungsional resmi diatas (di luar akta/anggaran dasar) yang dapat memerintahkan atau mengendalikan korporasi, termasuk memerintahkan dan mengendalikan terjadinya berbagai tindak pidana di atas. Dengan demikian teori kenyataan hukum (Legal Reality Model) ini melengkapi teori identifikasi, yang memungkinkan terjadinya tindak pidana korporasi.
Termasuk dalam ruang lingkup “legal reality model” ini adalah pemilik manfaat (Beneficial Owner) atau pemilik tersembunyi atau pemilik hantu (Ghost Owner).
Dalam Perpres di atas (pasal 14 dan seterusnya) ditegaskan bahwa korporasi wajib mengenali pemilik manfaat dari korporasi, meliputi identifikasi dan verifikasi pemilik manfaat, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai keterbukaan informasi publik.
Rekomendasi :
Para Notaris wajib turut serta menunjang efektivitas Perpres ini, disamping itu untuk menghindari tuduhan keterlibatan atas tindak pidana yang kemungkinan terjadi (membantu atau bahkan turut serta).