Tuban – Buah melon memasuki musim panen raya. Manisnya melon bisa dirasakan petani Holtikultura yang ada di Desa Klotok, Kecamatan Plumpang, Tuban.
Panen raya sebagai tanda bahwa sebagian besar petani buah berbentuk bulat manis itu sudah dipetik. Tahun ini bisa dibilang menjadi masa taruhan “politik buah”. Siapa yang beruntung maka manisnya melon bisa dirasakan mengalahkan manisnya madu. Artinya, panen melon bisa meraup untung yang sangat besar.
Sebaliknya, apabila taruhan dalam politik itu kalah. Maka petani melon akan gigit jati. Maksudnya, modal besar yang telah dikekuarkan hntjk semua biaya perawatan melon tidak bisa untung. Justru, petani akan semakin terpekik. Selain uang modal tidak kembali, hutang modal yang sebgian besar pinjam akan berat untuk dikembalikan.
Segala jenis permasalahan itu diutarakan petani melon desa setempat Hadi Ihsan (33). Selama ini masih perlu afanya perhayian intens dari pemerintah terkait. Semisal tentang pengairan, pupuk, penaggulangan hama hingga pasca jual buah melon.
800 Ha dari total lahan yang ditanami melon tidak semua panen bagus. 35 persennya dipastikan gagal panen atau rusak buah dewasa. Saat hujan, petani akan kesulitan membuang air yang membanjiri sawah. Sebab, kali avur yang ada di sekitar desa, tidak mampu menyakutkan air hingga ke sungai DAS.
“Mengantisipasi kwalitas melon kita minta ada bimbingan. Saat ini 50 persen melon yang ada dinlahan tanam kena cacar buah. Permasalahan pupuk juga ada solusi dari dinas terkait ” ujarnya.
Beratnya biaya operasional untuk setiap pohon melon, diterangkan Hadi, sebesar Rp. 5 – 6.000. Sehingga akses modal sangat diperlukan. Hal ini sebagai upaya meningkatkan taraf ekonomi untuk menopang permodalan petani melon seluas 385 ha se kecamatan plumpang.
“sekarang harganya Rp. 6000 per Kg nya. Harga ini jauh dari laba apabila modal setiap Ha nya sekitar Rp. 100 juta. Belum lagi kerugian dari sektor operasional dan biaya tambahan ketika banjir, ” imbuhnya.
Terkait itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indarparawangsa menjelaskn bahwa petani melon dewasa ini menjadi alternatif petani holtikuktura andalan. Sebab, sebahian petani diuntungkan dengan hasil panen yang melimpah. Hitungan rielnya, dengan modal Rp. 100 juta per ha, bisa laba 100 persen. Meskipun, kerugian bisa diderita cukup besar apabila hama dan banjir menerjang tanaman.
“saya sudah mengkonunikasikan dengan kementrian. Irigrasi tersier sekitar 15 km itu memang bekum masuk peta. Untuknkemetrian baru memetakkan waduk, dan saluran sodetan ke laut. Akan tetapi kita akan bahas dan masukka. Ke RPJM profinsin untuk kita ajukan ke pusat, ” jelasnya.(HNF)