Lhoksmawe, Nusantarapos – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan langkah proaktif dalam merespon tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang diduga dilakukan Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) di Lhoksemawe, Aceh. Korban mengalami trauma akibat kejadian itu. Rehabilitasi psikologi diperlukan untuk memulihkan trauma mereka.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi mengatakan, selain rehabilitasi psikologis, para anak korban pelecehan seksual itu juga bisa mengakses layanan lain yang disediakan negara melalui LPSK, seperti perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis dan fasilitasi restitusi.
“Bila (anak-anak) korban mendapatkan ancaman, kepada mereka dapat diberikan perlindungan fisik,” kata Edwin saat bertemu dengan Wakil Kepala Polres Lhoksemawe Kompol Mughi Prasetyo didampingi Kepala Unit (Kanit) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ipda Lilis yang menangani kasus ini di Mapolres Lhoksemawe, Rabu (17/7-2019).
Dari hasil pertemuan itu, kata Edwin, sejauh ini anak korban yang sudah melapor berjumah lima orang dan kemungkinannya akan terus bertambah. “Kita melakukan upaya proaktif, menyampaikan bahwa kasus (kekerasan seksual terhadap anak) ini merupakan salah satu kasus prioritas yang ditangani LPSK,” ungkap Edwin.
Sementara itu, pihak Polres Lhoksemawe menyambut baik kedatangan LPSK. Penyidik dalam hal ini merasa terbantu apabila LPSK dapat melindungi para korban sesusai dengan tugas dan kewenangannya seperti diatur dalam peraturan perundang-undangan. Untuk itulah, pihak Polres Lhoksemawe akan segera berkoordinasi dengan korban untuk mengajukan permohonan ke LPSK.
“Polres Lhoksemawe berharap kerja sama dengan LPSK dapat terus terjalin. Karena selama ini, juga cukup banyak kasus-kasus yang ditangani dan dirasa perlu berkolaborasi dengan LPSK,” kata Wakil Kepala Polres Lhoksemawe Kompol Mughi Prasetyo.
Diberitakan sejumlah media massa, pihak kepolisian telah menangkap AI dan MY atas dugaan pelecehan seksual terhadap santri di Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Keduanya ditahan di Mapolres Lhokseumawe. Sejauh ini, polisi sudah mendeteksi 15 santri yang diduga menjadi korban, lima di antaranya telah dimintai keterangan.
Kepala Unit (Kanit) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ipda Lilis mengungkapkan, saat ini, mayoritas korban masih mengalami trauma berat. Para korban yang merupakan santri itu diberikan pendampingan psikologis. Mereka mengalami trauma berupa perasaan minder dan malu untuk bergaul dengan teman sebayanya. “Terus merasa diri kotor setelah mengalami pelecehan seksual itu dan malu. Itu yang didampingi tim PTP2A Banda Aceh,” kata Lilis. (*)