Jakarta, NusantaraPos – Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menerima tambahan khazanah arsip statis tentang Presiden ke-2 Soeharto. Arsip diserahkan putri Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) kepada Plt. Kepala ANRI, Sumrahyadi di Ruang Serbaguna Noerhadi Magetsari, gedung C, lantai 2 ANRI (18/7/2019).
Khazanah arsip yang diserahkan terdiri 19 roll microfilm yang berisi pidato Soeharto berikut daftarnya, 10 roll microfilm pidato Ibu Tien Soeharto beserta daftar dan naskah pidatonya, 10 roll microfilm kumpulan risalah sidang kabinet periode tahun 1967 – 1998 dan proklamasi integrasi Balibo (yang mendeskripsikan tekad rakyat Timor Timur untuk bersatu dengan Indonesia) tahun 1976 beserta daftarnya, satu album foto yang terdiri dari 91 lembar foto yang merekam kegiatan Soeharto berikut compact disc-nya. Selain menyerahkan arsip ke ANRI, pihak keluarga pun meminjamkan satu unit alat baca microfilm yaitu microreader kepada ANRI.
Sumrahyadi mengatakan, khazanah arsip yang diserahkan keluarga Soeharto dapat menjadi bagian dari arsip kepresidenan. Di mana ANRI dalam beberapa tahun terakhir sedang gencar melaksanakan program penyelamatan arsip kepresidenan.
“ANRI mengucapkan terima kasih atas penyerahan arsip ini. Semoga arsip tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat luas,” kata Sumrahyadi.
Arsip kepresidenan nantinya dapat menjadi sarana pembelajaran bagi masyarakat untuk mengenal dan mengetahui sosok dan kebijakan para presiden Indonesia dari masa ke masa.
Penyerahan arsip statis ini juga merupakan bagian dari pelaksanaan amanat Pasal 88 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Arsip tersebut diselamatkan dan dilestarikan oleh ANRI dan nantinya menjadi identitas dan jati diri, serta memori kolektif bangsa. Arsip ini pun menjadi aset nasional yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan, penelitian, pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara, Tutut mengatakan bangsa yang mengelola jejak langkah peninggalan peradabannya cenderung menjadi bangsa besar, serta unggul dibandingkan bangsa lain.
“Sejumlah dokumen Bapak (Soeharto), yang telah kami serahkan ke Negara setidaknya dapat menjadi bagian penting dari sejarah. Mudah-mudahan dokumen itu bisa menjadi salah satu acuan masyarakat dalam menghadapi realitas sosial budaya yang kompleks seperti saat ini,” kata dia.
Tutut turut mengajak masyarakat, khususnya generasi muda untuk tidak alfa sejarah bangsanya dan dapat mengambil unsur positif dari sejarah masa lalu. Ia juga ingin masyarakat merajut kembali identitas kebangsaan yang luhur dengan basis kebangsaan multikultur.
“Setiap bangsa harus menyadari jati dirinya. Mengenal dan tahu sejarah bangsanya. Dengan sadar sejarah sebuah bangsa dapat menentukan dengan pasti dan yakin, ke mana bangsa tersebut menentukan titik tujuan perjuangan ke depan,” kata mantan Menteri Sosial itu.
Tutut yang datang ditemani adiknya, Bambang Trihatmodjo, juga mengajak masyarakat sadar sejarah. Karena dengan begitu sebuah bangsa menjadi memahami adab. Mampu meletakkan seseorang pada ‘maqam’ atau tempatnya yang tepat.
“Tidak ada bangsa dan negara yang lepas dari sejarahnya. Namun kemanusiaan harus menjadi prasyarat bagi kita untuk menciptakan peradaban yang lebih manusiawi. Menempatkan para pemimpinnya ke dalam historisitas kemanusiaan tertinggi sebagai khalifah. Selanjutnya dapat menerima kekurangannya sebagai hal manusiawi,” jelasnya.
Membangun sumber daya manusia (SDM) dengan kebudayaan luhur, menurut Tutut harus menjadi landasan penting bagi kemajuan Indonesia. Kebudayaan harus terimplementasi dengan menerapkan kerangka nilai kebangsaan dan adab.
“Kalau kesopanan kita jaga, batin suci, hati bersih, niat bagus, tidak hendak berkicuh dengan sesama, maka insya Allah akan baik buahnya bagi segenap masyarakat,” kata Tutut.
“Kebudayaan harus menjadi acuan berpikir, sebagai politik kebudayaan. Dimulai dari keteladan pemimpin. Menjadikan _habit_; batin suci, hati bersih, dan niat bagus, yang jika terakumulasi menjadi restorasi nilai kebangsaan. Dengan begitu insya Allah kemajuan dan kejayaan Indonesia benar-benar tercapai,” tandasnya. (RK)