Jakarta, nusantarapos.co.id – Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, Samanta, SH diduga telah melanggar hukum terkait status tanah di Grant Sultan Deli, Medan, Sumatera Utara. Demikian dikatakan oleh kantor hukum HNL & Partners saat menggelar konferensi pers di hotel Falatehan, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1/2019).
Menurut kantor hukum HNL & Partners, mantan Ketua MA saat itu telah bertindak sebagai ketua majelis hakim dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) No. 27 PK/TUN/1997 tertanggal 26-06-1997 dengan sengaja telah melanggar hukum acara yang diatur dalam pasal 42 UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang menyatakan ‘Seorang Hakim tidak diperkenankan mengadili suatu perkara yang Ia sendiri berkepentingan, baik langsung maupun tidak Iangsung’.
Adapun kepentingan (objek perkara) yang terkait secara langsung dengan mantan Ketua Mahkamah Agung tersebut adalah Surat Keputusan (SK) Dirjen Agraria No.78/HP/DA187 yang diterbitkan oleh Sarwata, SH., pada saat menjabat sebagai Direktur Jenderal Agraria yang kemudian dikenal sebagai Badan Pertanahan Nastional Pusat (BPN).
Kepentingan apa yang mendorong mantan Ketua Mahkamah Agung Sarwata, SH. melakukan pelanggaran Pasal 42 UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung ?. Untuk menjawab hal tersebut, perlu dirunut Iatar belakang ‘Pengambilan dan penyimpangan peruntukan tanah yang dilakuan oleh TNl-AU Paloma Medan’. sebagaimana di bawah ini.
Dengan alasan perluasan Pangkalan Udara TNI-AU Polonia Medan, melalui Surat Keputusan No.1/HPUDA/70 tanggal 3 Februari 1970, Dirjen Agraria mengabulkan permohonan Panglima Komando wiayah Udara (Pangkowilu) l Medan tentang pembenhan tanah hak pengelolaan (HPL) seluas 1.379.659.50 m2 di atas tanah yang terletak di Kecamatan Medan Baru, Kotamadya Medan, dalam hal ini termasuk tanah Adat Grand Sultan No.1 Th.1935 seluas 35 Ha dengan syarat antara lain:
Jika ternyata ada pihak lain yang dapat membuktikan hak miliknya atas tanah tersebut maka pihak AURI harus bersedia membayar ganti rugi kepada yang bersangkutan.
Penerima hak pengelolaan wajib mengembalikan hak pengelolahannya baik secara keseluruhan maupun sebagian, apabila tidak dipergunakan lagi untuk keperluan pangkalan Angkatan Udara Medan.
Ternyata, permintaan tanah oleh Pangkowilu l Medan dengan alasan perluasan Pangkalan Udara Polonia Medan hanyalah kebohongan semata. Sebab sebagian dari tanah HPL tersebut (dalam hal ini tanah Adat Grant Sultan No.1l1935 an. Datuk Muhamad Cheer seluas 219.506 m2) diberikan kepada PT. Surya Dirgantara berdasarkan Skep. Pangkowiu I Medan No.019lBNl/74 tanggal 1 Juni 1974.
Akibat pengalihan tanah hak pengelolaan yang dilakukan berdasarkan Skep No.019lB/Vl/7, Dirjen Agraria melalui Surat Keputusan No.150/DJNBZ tanggal 8 September 1982 membatalkan tanah hak pengelolaan (HPL) Pangkowilu I Medan tersebut, dengan ketentuan antara lain:
Mempersilahkan Pangkowilu I Medan untuk mengajukan permohonan Hak Pakai. dengan syarat:
Tanah yang diberikan harus bebas dari adanya hak-hak pihak ketiga yang ada di atasnya; dan bagian tanah yang terdapat hak-hak pihak ketiga dan sewa objektif tidak diperlukan sebagai wilayah pangkalan Angkatan Udara, akan dikeluarkan dari’ pemberian Hak Pakai.
Pada saat Sarwata. SH., menjabat Dirjen Agraria sebagian dari tanah hak pengelolaan (tanah adat/ Grant Sultan no 1/ 1935 ) yang telah dibatalkan tersebut di atas, diberikan kepada yayasan TNI -AU Adi Upaya (YASAU) berdasarkan Surat Keputusan No 78/ HP/ DA/87 tanggal 25 Agustus 1987 yang isinya antara lain.
Memberikan tanah hak pakai seluas 201.000 m2 kepada yayasan kepada YASAU tersebut adalah tanah Negara.
Hanya dalam waktu 1 satu tahun setelah YASAU memperoleh Hak Pakai No 194/ Polonia di atas eks Adat (Grant Sultan no 1/1935), tanah tersebut di jual kepada developer PT Taman Malibu Indah seharga RP 5. 628.000.000 (lima milyar enam ratus dua puluh delapan juta rupiah) dan selanjutnya terbit Hak Guna Bangunan No, “1990 8133″ dengan nama PT. Taman Malibu Indah.
Untuk perbuatan jual beli di atas tanah eks tanah Adat tersebut, mempertegas apa sesungguhnya latar belakang dari pengambilan tanah masyarakat dengan alasan ‘perluasan Pangkalan Udara Polonia Medan’. Bukan untuk kepentingan Negara tetapi untuk menguntungkan oknum-oknum tertentu TNl-AU Pangkalan Udara Polonia Medan.
Terhadap perbuatan TNl-AU Pangkalan Udara Polonia Medan yang mengalihkan dan menjual tanah Adat yang awalnya ditujukan untuk perluasan Pangkalan Udara Polonia Medan tersebut, para ahli waris Dt. M. Cheer yang dapat membuktikan kepemilikannya menggugat Badan Pertanahan Nasional, TNI-AU Polonia Medan, PT. Taman Malibu Indah di Peradilan Tata Usaha Negara.
Di tingkat kasasi melalui putusan No. 56 KITUNI1996, SK Dirjen Agraria No-781HPIDAl87 yang diterbitkan oleh Samata, SH. sebagai dasar pengambilan dan penjualan eks tanah adat milik: DL M. Cheer dibatalkan oleh Mahkamah Agung. termasuk HGB No.1l1990 atas nama PT. Taman Malibu Indah.
Terhentak oleh putusan kasasi No. 56 KITUNI1996 di atas, Sarwata SH. Prajurit TNl-AU yang dikaryakan sebagai Dirjen Agraria dan Ketua Mahkamah Agung. Sengaja bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim Peninjauan Kembali No. 27 PK/TUN/1997 demi membatalkan putusan kasasi No. 56 KITUNI1996, sekalipun hukum melarangnya.
Untuk pelanggaran hukum yang berkatagori KEJAHATAN HUKUM tersebut di atas, Mahkamah Agung sengaja tidak menggubris segala upaya hukum yang telah dlakukan oleh para ahli waris-Dt. M. Cheer selama puluhan tahun. Bila Ketua Mahkamah Agung sekarang ini (Dr. M. Hatta Ali, SH.,MH) membiarkan kejahatan yang dilakukan oleh mantan Ketua Mahkamah Agung Sarwata, SH. terpendam dan membusuk melalui putusan No. 27 PK/TUN/1997, berarti Ketua Mahkamah Agung Dr. M. Hatta Ali, SH.,MH. sengaja memelihara dan mewariskan kejahatan dan kebusukan hukum di Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi Peradilan.(Jhon)