Jakarta, NusantaraPos – Sejumlah muda-mudi dari Lembaga Cita Insan Indonesia (Laci) menyatakan dukungan terhadap Pemilu 2019 yang damai. Sebab cara ini diyakini merupakan salah satu upaya menyukseskan pesta demokrasi.
“Kami atas nama generasi muda Indonesia dari Laci, dengan ini menyatakan sikap yaitu mendorong kampanye pemilu aman, damai,” ujar perwakilan Laci, Endah, kala menggelar diskusi ‘Membaca Arah Populisme Islam di Pilpres 2019’ sekaligus deklarasi pemilu damai di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu (26/1/2019).
Laci juga menyoroti perkembangan isu hoaks di pemilu. Mereka merasa khawatir dengan penyebaran informasi bohong yang kian masif di masyarakat. Karenanya mereka mengajak seluruh masyarakat melawan hoaks dalam ajang kontestasi.
“Kita juga ingin pemilu berlangsung tanpa hoaks, SARA dan politik uang,” ucapnya.
Laci juga menginginkan pemilu berlangsung sesuai dengan prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil). Sebab mereka meyakini dengan cara itu kualitas demokrasi meningkat, sehingga pemimpin yang dihasilkan menjadi lebih baik.
“Menguatnya politik identitas di Pemilu 2019 membuat masyarakat terpecah belah. Persoalan intoleransi hingga radikalisme muncul. Kita menyatakan perang terhadap hal itu semua, dengan narasi deklarasi pemilu damai. Di sisi lain aparat keamanan juga menjalankan tugasnya, yang didukung oleh masyarakat,” tandasnya.
Populisme Islam di Pemilu
Sementara, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Adi Prayitno, narasumber dalam diskusi, mengatakan populisme Islam tak lepas dari politik identitas. Praktik politik demikian jauh dari tujuan ideal berdemokrasi, yakni mencari pemimpin berkualitas.
“Politik identitas dengan sentimen agama, sejatinya bukan benar-benar mencari pemimpin yang paham dan mengerti agama, hanya menyangkut soal selera politik semata,” ujarnya.
Jika menguat, dalam konteks Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, populisme Islam bisa merugikan pasangan calon presiden tertentu. Namun, sejauh ini populisme Islam dinilai belum begitu mempengaruhi Pilpres.
“Kalau gerakan populisme kuat maka (pasangan calon presiden) Jokowi juga enggak aman. Elektabilitas Prabowo dan Jokowi tidak naik dan turun. Sentimen politik dan identitas ini kalau kuat harusnya Jokowi enggak 50 persen (elektabilitasnya), harusnya anjlok. Dan kalau kuat juga yang untung adalah Prabowo elektabitas naik bukan stuck (mandek),” tandas Adi. (RK)