Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Hasil kajian Lembaga Pengkajian dan Informasi Pembangunan Bangsa (LPIPB) menyimpulkan bahwa sejumlah permasalahan hukum yang bermuara korupsi dan upaya terstruktur guna menguasai aset negara oleh pihak swasta mencuat di PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
Sekretaris Jenderal LPIPB, Monisyah, S.Sos mengatakan, dalam kajian diketahui PT KBN memutuskan untuk membangun pelabuhan khusus bekerjasama dengan pihak swasta pada tahun 2004. Namun kerjasama tersebut memunculkan permasalahan karena pelelangan untuk mencari mitra bisnis pada 29 Juni 2004 hanya diikuti 2 perusahaan yakni, PT Alfa Karsa Persada dan PT Karya Teknik Utama, sehingga harus dilakukan pengumuman ulang proses lelang.
“Setelah diulang, PT Alfa Karya Persada tiba-tiba mundur dari proses lelang. Terpaksa, Direksi PT KBN menetapkan PT Karya Teknik Utama (KTU) sebagai mitra usaha pengembangan lahan kawasan Marunda,” ujar Monisyah, yang didampingi Direktur Pengkajian, Teddy Mulyadi di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Monisyah memaparkan, PT KTU yang dimiliki oleh Wardono Asnim tersebut ternyata mempunyai 6 perusahaan lain yang juga beroperasi di areal PT KBN yakni: PT Karya Teknik Pasirindo, PT Kurnia Tirta Samudera Makmur, PT Kawasan Tanah Air, PT Bunga Teratai Berkembang, PT Kreasi Tehnik Bahari, dan PT Kawasan Timur. Setelah ditandatangani perjanjian kerjasama antara PT KBN dan PT KTU, maka pada 28 Januari 2005, dibentuklah perusahaan patungan PT Karya Citra Nusantara (KCN).
“Namun sejak pembuatan perjanjian induk No. 04/PJ/DRT/01/2005 sampai sekarang ini muncul berbagai keanehan dan permasalahan hukum, di antaranya saham PT KBN hanya 15 persen, sedang PT KTU 85 persen,” jelasnya.
Merasa pemilik mayoritas, sambung Monisyah, PT KTU mengajukan 2 kali addendum yang memperpanjang jangka waktu pembangunan, mengubah pasal dari yang semula pembangunan dilakukan oleh PT KCN, menjadi dilakukan oleh PT KTU, dan pasal penilaian atas kelayakan total investasi yang sebelumnya dilakukan oleh konsultan independen, menjadi konsultan yang ditunjuk oleh pihak PT. KTU.
Akibatnya, PT KBN kehilangan kontrol atas semua pembangunan dan kerjasama tersebut. Setelah 6 tahun pelaksanaan kerjasama, pada 5 November 2012, terjadi pergantian Direksi PT KBN, H.M. Sattar Taba ditunjuk menjadi Direktur Utama PT KBN, melihat banyaknya masalah, PT KCN mengambil langkah forensic legal auditor, atas kerjasama dengan PT. KTU, bekerjasama dengan Legal Auditor DR. Robinson Sulaiman, SH., MH., MM., CLA.
Monisyah mengungkapkan, dalam audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga disimpulkan, kerjasama pendirian anak perusahaan PT KCN tidak sesuai dengan ketentuan. Oleh karena itu keluarlah rekomendasi BPK terhadap Direksi PT KBN. Hasil renegosiasi PT KBN dan PT KTU dihasilkan bahwa kerjasama kedua pihak hanya pada sebagian lahan (keseluruhan Pier-I dan sebagian Pier II) dan Addendum perubahan komposisi saham menjadi fifty-fifty.
Dalam RUPS LB di PT KCN, 18 Desember 2014, disepakati perubahan komposisi saham dan peningkatan modal dasar secara bertahap. Saat itu, PT KBN menyetor modal hingga Rp294 milyar, sedangkan PT KTU belum menyetor kewajibannya sebesar Rp294 milyar. Setelah ditelisik, ternyata PT KTU juga belum pernah menyetorkan modal awal pendirian PT KCN lebih dari Rp174 milyar.
Selain itu, PT KTU juga tidak mengurus izin-izin reklamasi dan pembangunan pelabuhan, melanggar Perda No 1 tahun 2014 tentang RDTR sehingga Pemda DKI Jakarta menyegel pembangunan yang dilakukan PT KCN.
Salah satu yang disegel Pemda DKI Jakarta sesuai surat segel No. 554.076.98/SS/U/VI/2015 tanggal 8 Juni 2015 atas pembangunan Dermaga PT KCN.
Dalam kesempatan ini Monisyah juga memaparkan, LPIPB juga membongkar bahwa PT KCN tidak pernah melaksanakan RKAP dan RUPS sejak 2015 hingga 2019, hingga PT KBN hanya mendapatkan deviden sebesar Rp3,1 milyar sejak 2014. Terhadap Perjanjian Konsesi ini PT KBN telah melakukan gugatan dan memenangkannya sesuai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 70/Pdt. G/208 /PN.Jkt.Utr, dan diperkuat putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 754/Pdt/2018/PT. DKI, dan permohonan Kasasi menunggu salinan putusan dari Mahkamah Agung melalui PN Jakarta Utara.
“Dalam rangka upaya hukum dan menyelamatkan uang negara, Dirut PT KBN H.M Sattar Taba telah menempuh berbagai upaya hukum, yakni melaporkan dugaan tindak pidana korupsi semua pihak yang terlibat dalam perjanjian konsesi PT KCN dengan KSOP V Marunda. PT KBN juga telah melakukan upaya hukum lain dan dari upaya itu telah menyelamatkan aset negara sekitar Rp4,5 triliun, dan mendapat pembayaran tunai sebesar sekitar Rp600 miliar,” paparnya.