BISNIS  

Kementan Ajak Pemda Perkuat Pengawasan Produk Hewan di Pasaran Pasca Peredaran Daging Ilegal

Jakarta, Nusantarapos – Kementerian Pertanian mengajak agar dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, untuk memperkuat pengawasan dan pembinaan pelaku usaha yang memproduksi, mendistribusikan dan menjual pangan asal hewan.

Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita di Jakarta (13/5), saat diminta menanggapi terkait pemberitaan beredarnya daging celeng di Kabupaten Bandung dan juga telur infertil di beberapa daerah.

Ketut menuturkan untuk mengantisipasi potensi penyimpangan peredaran produk hewan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat, Kementan telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor: 0534/SE/TU.020/F5/04/2020 tentang penjaminan penyediaan produk hewan yang aman, sehat, utuh dan halal pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1441 Hijriah dan pada masa pandemik Covid-19 pada tanggal 30 April 2020.

“Kita harapkan pengawasan keamanan produk hewan jelang hari raya ini dilakukan dengan memperkuat kerjasama dan koordinasi bersama aparat penegakan hukum”, jelas Ketut.

Menurutnya, Ramadhan dan Idul Fitri 1441 Hijriah tahun ini terasa berbeda, karena dalam waktu yang sama masyarakat dihadapkan dengan bencana global Pandemi Covid-19. Kebutuhan pangan asal hewan di masyarakat  perlu terus dijaga, mengingat masyarakat butuh sumber protein untuk menjaga stamina dan kebutuhan daya tahan tubuh.

“Kami juga berharap masyarakat aktif berperan mengawasi dan melaporkan setiap adanya penyimpangan peredaran pangan asal hewan di lapangan” tambahnya.

Khusus terkait temuan peredaran daging babi yang dipalsukan dan dijual sebagai daging sapi di Kabupaten Bandung, Ketut menyampaikan bahwa proses hukumnya sudah berjalan. Saat ini sudah masuk ke tahap penyidikan Ditreskrim Polresta Bandung.

“Kami mengapresiasi kepolisian secara cepat mengungkap penyimpangan ini. Saya ingatkan pelaku usaha, praktik pemalsuan ini dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal 10 milyar menurut  UU No. 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,” tegasnya.

Sementara itu, terkait adanya peredaran telur infertil, Ketut menegaskan Peraturan Menteri Pertanian No. 32 tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, secara tegas mengatur bahwa pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi, dilarang memperjualbelikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi.

Ketut mengingatkan berhati-hati dalam memilih produk hewan untuk konsumsi keluarga. Jangan mudah tergiur harga murah, dan sebaiknya membeli produk hewan di tempat penjualan (ritel) yang terdaftar, diakui dan tersertifikasi oleh Pemerintah Daerah setempat. (Rilis)