Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Ratusan massa yang mengatasnamakan dirinya Komunitas Masyarakat Papua Jakarta (Kompaja) menggelar aksi di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (17/7/2020). Kedatangan mereka adalah untuk mendesak proses seleksi calon Sekretaris Daerah Provinsi Papua yang syarat konspirasi.
Ketua Kompaja Nicolas Nuri mengatakan tujuan kita datang ke sini adalah untuk menyampaikan aspirasi agar pelaksanaan tata pemerintahan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini harus transparan, jujur dan adil. Konsekuensi dari pelaksanaan tugas yang transparan, jujur dan adil itu dampaknya akan baik untuk seluruh rakyat Indonesia khususnya Papua.
“Akan tetapi harapan itu masih sangat jauh karena saat ini terjadi dugaan konspirasi dalam pelaksanaan seleksi calon sekretaris daerah (Sekda) di Provinsi Papua. Dimana kami mencium keanehan saat tahap seleksi tersebut, sehingga merugikan salah satu peserta yang sebenarnya memiliki prestasi dan track record sangat baik di pemerintahan,” katanya disela aksi.
Lanjut Nicolas, kami sesalkan orang yang memiliki prestasi dan memenuhi persyaratan justru malah disingkirkan karena saat proses seleksi 3 (tiga) peserta terdapat 7 orang penguji sementara salah seorang peserta hanya dihadiri oleh 5 (lima) orang penguji. Sehingga dari sini kami menganggap sangat aneh, ada kecenderungan bahwa 2 (dua) orang penguji itu telah melakukan konspirasi.
“Dan yang disingkirkan adalah salah satu perempuan terbaik di Papua yakni Ibu Dr. Juliana J. Waromi, SE, M.Si, untuk itu kami meminta agar Pak Mendagri Tito Karnavian menindaklanjuti persoalan ini agar tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari. Jika ada oknum-oknum di Kemendagri yang melakukan hal tidak terpuji sudah sepatutnya Pak Mendagri memecat oknum tersebut,” ujarnya.
Nicolas menjelaskan, tadi kami sempat melakukan audiensi dengan salah satu diretur di Kemendagri dan responnya cukup positif karena akan menyampaikan persolaan ini ke Mendagri. Untuk itu kami memohon agar beliau (Mendagri,red) bisa menindaklanjuti itu secara arif dan bijaksana sesuai dengan aspirasi yang sudah disampaikan.
“Kami berharap agar persoalan ini segera ditindaklanjuti mengingat proses seleksi sudah berada di titik akhir sebelum adanya penetapan. Jika Mendagri tidak menindaklanjuti aspirasi ini, maka kami akan terus mengawal untuk menegakkan keadilan dengan cara melakukan aksi susulan bukan hanya di Kemendagri tetapi juga di istana negara,” ungkapnya.
Selain itu tambah Nicolas, tiga peserta yang lulus tersebut harap ditinjau ulang karena dalam proses seleksi terlah terjadi penyalahgunaan wewenang dan itu akan membuka ruang untuk korupsi. Kalau ini dibiarkan maka dalam proses penempatan pejabat yang berawal dari penyalahgunaan wewenang, dikhawatirkan di dalam tugasnya akan banyak kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan.
“Selain kepada Bapak Mendagri, kami juga berharap kepada Bapak Presiden Joko Widodo yang dibanggakan dan dicintai oleh masyarakat Indonesia terkhusus masyarakat Papua, seluruh proses ini agar dapat berjalan sesuai apa yang diharapkan bapak presiden yaitu menciptakan birokrasi yang bersih, sehingga dari proses yang ada ini agar melihat dari kacamata yang jernih, arif dan bijaksana. Agar tidak terjadi salah paham sesama masyarakat Papua, karena mereka adalah putra-putri yang baik jadi jangan adu kami untuk berkelahi, tapi mari tempatkan kami dalam proses tahapan yang dapat dipercaya,”pungkasnya.
Sementara itu Kordinator Kompaja Zakeus Sabarofek mengungkapkan kami meminta agar proses seleksi bisa dilakukan dengan baik dan benar, jangan sampai ada yang intervensi di dalam sana. Kami orang Papua tidak mau ada intervensi terkait seleksi sekda Papua harus murni sesuai dengan seleksi yang ada.
“Untuk perempuan Papua yang memiliki prestasi kami meminta agar diberikan kesempatan untuk menjadi pejabat di daerahnya sendiri. Dalam kesempatan ini kami juga meminta kepada Mendagri untuk mencopot Akmal CS (Dirjen Otda Kemendagri) jika mencoba untuk intervensi masalah pemilihan Sekda Papua ini,” ucapnya.
Zakeus mengungkapkan seharusnya dengan adanya Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) pemilihan sekda tidak menggunakan cara-cara seperti ini tetapi bisa ditunjuk langsung oleh Gubernur seperti sebelumnya. Buat apa adanya UU Otsus kalau penentuan sekda saja ada permainan dari pemerintah pusat.
“Jika proses seleksi sekda yang ada kejanggalan ini tetap diteruskan maka dikuatirkan menimbulkan gejolak. Terlebih kandidat yang diluluskan tersebut juga diragukan rasa nasionalisme sehingga bisa memecah bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tegasnya.
Untuk diketahui panitia seleksi mengumumkan ada tiga nama yang lulus tahap selanjutnya yakni Doren Wakerwa, Wasouk Demianus Siep dan Dance Yuliani Flassy. Sedangkan Juliana J. Waromi dinyatakan tidak lulus seleksi.