WAKATOBI, NUSANTARAPOS,- Banyak peninggalan benteng kerajaan Islam di Indonesia salah satunya di Benteng Lagole (Benteng Awaludin) di Desa Wawotimu, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara yang memiliki nilai arsitektur sejarah yang tinggi. Terbukti susunannya, hingga saat ini masih menampakkan kekokohannya walaupun sudah tak terawat.
Yang perlu dilakukan seharusnya oleh pihak pemerintah terkait dan setempat sekaligus generasi muda ialah menjaga serta merawat situs benteng tersebut agar tidak rusak dan punah, karena mengingat usianya yang sudah ratusan tahun. Akan lebih penting lagi adalah menyelami dan memahami dengan suasana kebatinan akan pentingnya tujuan tersirat bangunan benteng ini didirikan oleh para leluhur dulu.
Sudah tentu pasti, makna kebatinan yang dimaksud tentang semangat pantang menyerah, harga diri sekaligus cinta kasih akan negeri pada masa silam. Nilai-nilai ini menjadi pemicu semangat yang dibutuhkan generasi kegenerasi yang ada di wilayah benteng Awaludin khususnya di Wawotimu, umumnya di Wakatobi pada era zaman digitalisasi sekarang ini.
Benteng Lagole (Awaludin) disusun dari batu gunung yang menyerupai dinding dengan tinggi bervariasi dari 214 cm hingga 192 cm,tebal 70 cm,lebar 90 cm.Sedangkan Panjang Benteng Awaludin 215 meter dan lebar lokasi benteng 110 meter menyerupai sebuah lingkaran.Posisi benteng ini berada di titik 05°45.641′ LS dan 123°57.805’BT.
Benteng Lagole (Awaludin) memiliki 5 pintu Lawa yaitu Lawa Tano, Lawa Liku Umbua, Lawa Tungka, Lawa Tiroau dan Lawa Nata, serta satu emplasemen meriam menghadap ke laut. Letak benteng ini di puncak gunung yang paling tinggi di pulau Tomia Kecamatan Tomia Timur sebagai bukti tempat pertahanan terbaik di zaman kala itu dari serangan musuh kerajaan lain maupun dari bajak laut.
Dalam benteng inipun terdapat satu makam keramat Awaludin (orang Tomia dahulu menyebutnya kawalijjini) karena sosok manusianya besar dan tinggi serta ada pula beberapa makam peninggalan lainnya di dalam benteng. Kemudian isi miniatur aset situs lain dalam benteng diantaranya Masjid, Meja syawara (tempat musyawarah/berunding), Gua Haeibu(rahasia) dan Baruga Hanta Loho.
Alkisah khatib (Hatibi) La Tarahasa semasa hidupnya banyak orang bertanya tentang jalan cerita benteng tersebut namun bagi beliau yang memiliki penafsiran Sufi mata batin tersendiri menilai bahwa setiap orang yang menanyakan sejarah benteng tiada lain ialah hanya ingin menjadikan rahasia isi benteng Awaludin untuk kepentingan sesaatnya masing-masing.Hal inilah yang membuat Hatibi La Tarahasa sebagai juru kunci Benteng Lagole menutup rapat.
Asal-Usul Benteng Lagole (Awaludin)
Benteng Lagole mula-mula terbentuk dari kerajaan Sipanyong dan padatimu yang juga asal muasal penduduk Tomia. Padatimu adalah anak dari Timbarado dan Sitinya. Timbarado berasal dari Mindanao (Manila), sedangkan istrinya Sitinya dari Tobelo. Sipanyong sendiri berasal dari Maluku. Dari hasil perkawinan Sipanyong dan Padatimu ini jumlah turunannya makin banyak sehingga dibukalah daerah untuk tempat tinggalnya di Benteng Suiya.
Demi keamanan turunannya dari bajak laut, maka Sipanyong kemudian pindah lagi membuka tempat bermukim di gunung O’do. Makin bertambah penduduk masa itu maka mereka pun membuat benteng terbesar di atas bukit paling tinggi dari gunung Odo yaitu di Benteng Lagole berkisar pada tahun 1243 Masehi (versi Khotib La Tarahasa).
Seiring berjalannya waktu pada masa itu, Tomia dibagi menjadi dua wilayah atau kawati yaitu Kawati Timu (kawasan timur) dan Kawati Waha (kawasan barat) di bawah pemerintahan Raja yaitu Raja Sipanyong dengan kepercayaan masih menganut agama Hindu masa itu. Nama Raja Sipanyong pun tersohor dimana-mana hingga terdengar sampai ketelinga Raja Tobelo. Mendengar cerita itu,Raja Tobelo pun mengutus pasukannya yang bernama Kasawari atau Sanggila untuk menculik turunan Padatimu dan Raja Sipanyong yang ada di Tomia.
Berangkatlah pasukan Kasawari ini,sesampainya mereka di peraira laut Tomia,pasukan ini melihat ada cahaya putih diatas gunung Tomia yang berbentuk manusia sehingga mereka berteriak Te Mia yang artinya itu orang sehingga pulau yang diperintah oleh Raja Sipanyong ini diberi nama Tomia.
Saat gerombolan pasukan kasawari ini tiba didaratan pulau Tomia,semua penduduk Tomia lari bersembunyi didalam Benteng Lagole hanya satu orang gadis yang tertangkap oleh pasukan ini yakni Wa Kastela yang saat itu masih sementara mencari ramu-ramuan bedak.Wa Kastela pun diculik dan dibawa ke negeri Tobelo.
Usai peristiwa gerombolan tersebut,penduduk Tomia pun mulai aman dari gangguan gerombolan sehingga setiap saat makin maju dan berkembang pesat hingga pada suatu hari ada satu kapitan yaitu kapitan patipelohi (Yii Sangia Komba-Komba) menyukai salah satu putri Tomia sampai menikahinya akhirnya dikaruniai dua anak yang bernama Wa Singku Jalima(Waja Walio)dan Wa Singku Ndea(Wa Sironga).Dari salah satu anak Kapitan Patipelohi yang bernama Wa Singku Jalima (Waja Walio) ini yang menikah dengan sebutan encik Sulaiman (Sayid Sulaiman) lahir cikal bakal masyarakat Tomia menganut Agama Islam. Menurut Khotib La Tarahasa sebelum beliau wafat sempat menuturkan dalam ceritanya pada cucu karonya saat beliau
masih sehat bahwa masyarakat benteng Lagole menganut Islam bersamaan dengan Burangasi dan Bombonawulu yaitu pada tahun 933 H (1526 SM), hanya yang membedakan jam ketiga daerah itu.Burangasi yang Islamkan adalah Syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Fathani,Tomia Benteng Lagole adalah Sayid Sulaiman bin Abdurrahman bin Sayid Umar bin Muhammad (Encik Sulaiman) sedangkan di Bombonawulu adalah Sayid Kamarudin atau Haji Pada. Syekh Abdul wahid bersama 7 orang pengikutnya salah satunya Sayid Sulaiman (Encik Sulaiman) singgah diburangasi dan Al-Quran yang mereka bawa jatuh kedasar laut antara pertengahan laut Burangasi dan Wabula sehingga setelah mereka para ulil amri tersebut selesai sholat diatas batu yang sekarang berada dalam benteng Burangasi,masing-masing sahabat pengikut Syekh Abdul Wahid pun berpencar. Dari sinilah nama Benteng Lagole dijuluki Benteng Awaludin yang artinya awal masuknya Agama Islam khususnya di Tomia.
Sepenggal pesan Almarhum saat terakhir bercerita tentang rahasia Benteng Awaludin”Benteng Awaludin ini ibarat huruf MIM dan LA yang artinya setiap orang yang melihat isi benteng ini ada dimata hati dan mendengarnya sampai dijantungnya, di dalam jantung ada Fuad, dalam Fuad ada cahaya dan dalam Cahaya ada RAHASIA dan dalam Rahasia ada Al Insanu Sirri…Wa Ana Sirruhu.
Jilid I Sumber Terpercaya Khotib Alm.La Tarahasa.
(Juru Kunci Penjaga Benteng Awaludin).
Penulis:Irianto