Jakarta, Nusantarapos – Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan H. Purwanto menganggap pro kontra masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) adalah hal lumrah.
Wawan mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja ini merupakan perampingan dari 79 UU Ketenagakerjaan yang sudah ada, dan bertujuan agar penerapan UU Ketenagakerjaan di tiap daerah tidak saling tumpang tindih.
“Kita punya 79 UU ketenagakerjaan, UU investasi dll, penerapan di daerah pun beragam. Kita coba sederhanakan dengan layanan cepat ringkas, ini win win solution, karena 79 UU pasti masalahnya makin rumit. Pro kontra biasa, ” kata Wawan dalam talkshow “KATA DIA” Dengan tema: “Ruu Omnibus Law untuk Pemulihan Ekonomi Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19”, Senin (24/8/2020).
“Nanti kan ada uji publik minimal di 5 kota besar, diikuti masyarakat luas, buruh, OKP, mahasiswa, elemen-elemen masyarakat. Masyarakat juga ada yang terkena hoax, misalnya mereka membaca dan memprotes isi RUU yang sudah diubah, sehingga tidak tepat. Intinya RUU ini ingin menciptakan lapangan kerja tidak hanya di Jawa, tapi juga di luar Jawa. Selama ini berbeda penerapannya di Jakarta dengan di Aceh, di Maluku, karena ada tumpang tindih penerapan di daerah, padahal UU nya sama, ” lanjutnya.
Ia juga menjelaskan, sudah ada perwakilan buruh yang ikut serta dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. “Resistensi itu biasa. Tapi kan ternyata banyak resistensi terjadi karena salah paham seperti banyak yang belum paham isi RUU nya, ada elemen buruh yang ikut pembahasan kemudian keluar, namun saat ini sudah kembali mendukung. Karena sudah mengerti bahwa RUU ini bertujuan baik. Yang penting adalah bagaimana menciptakan SDM agar dapat mengisi lowongan-lowongan pekerjaan yang nanti tersedia,” terangnya.
Dan di masa pandemi ini, banyak buruh yang dirumahkan dengan alasan perusahaan tempat mereka bekerja mengalami kebangkrutan. Wawan pun meminta masyarakat sabar menanti solusi dari pemerintah.
“Tidak ada pemerintah yang ingin menyengsarakan rakyatnya. Begitupun pemerintah Indonesia. Tapi semua butuh proses,” sarannya.
Ia justru menyarankan, masyarakat yang terkena dampak pandemi agar bisa beralih profesi dengan membuka bisnis yang produknya bisa bersaing dengan negara tetangga. .
“Sekarang bisnis tidak harus punya pabrik sendiri, bisa dari rumah. Bagaimana membuat produk sendiri, karena produk sendiri berbeda dengan beli di luar. Bisnislah berbasis riset, bukan trial and error. Karena trial and error lebih banyak erornya. Dengan RUU omnibus law ini kita jangan hanya bersaing dengan kawan sendiri, tapi dengan masyarakat global. 40% penduduk Asia Tenggara ada di Indonesia, kita merupakan pasar tersendiri, ” ungkapnya. (Rilis)