Jakarta, Nusantarapos – Indonesia sejak masa lalu sudah memiliki beragam kearifan lokal. Hampir tujuh ribu tahun sebelum masehi, Indonesia sudah mewarisi nilai – nilai kearifan lokal, yang membentuk peradaban bangsa serta nilai moral ditengah masyarakat.
“Salah satu kearifan lokal yang sejak dulu, adalah nilai gotong royong, dimana masyarakat bersama – sama berburu kijang, menangkap ikan, dan dipimpin oleh seorang pemimpin masyarakat,” kata Budayawan Ridwan Saidi yang akrab disapa Babe Ridwan, saat dialog di Studio Velox TV Channel Jakarta dengan Tajuk Bincang Velox, pada (25/11).
Kearifan lokal tersebut masih tertanam kuat hingga saat ini di tengah masyarakat, namun untuk memahami kearifan lokal tersebut, tidak boleh salah dan harus selaras dengan nilai – nilai sejarah dan budaya bangsa yang sudah berlangsung selama ini.
“Yang harus dipahami adalah sejak jaman dahulu, di Indonesia sudah ada Distribution of Power, yang diwakili oleh Kuasa Adat, Zona Ekonomi dan Kerajaan, yang saling menghormati mengakui kedaulatannya masing – masing,” kata Babe Ridwan. Pembagian kekuasaan tersebut menjadi keunggulan bangsa Indonesia selama berabad – abad, dan mendorong kemajuan masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, pemahaman sejarah Indonesia ini harus ditertiban kembali, dengan mengurutkan kembali Timeline sejarah bangsa yang berlangsung selama ribuan tahun.
Pemahaman timeline sejarah bangsa ini dapat dikaitkan dengan lima sila Pancasila, sehingga dalam mengajarkan nilai sila Pancasila bisa dilakukan secara timeline sejarah bangsa Indonesia, dan tidak lagi bersifat doktriner.
Timeline ini dapat dimulai dari kapan masyarakat Indonesia memahami sila Ketuhanan YME, memahami nilai musyawarah dan keadilan sosial. Penyusunan timeline sejarah bangsa yang benar, sangat diperlukan untuk memahami lebih dalam kearifan lokal bangsa.
“Presiden Soekarno bahkan sudah merumuskan urutan sejarah bangsa, yang terkandung dalam Pancasila.” kata Babe Ridwan.
Oleh karena itu, dengan memahami sejarah panjang perjalanan pembentukan kebangsaan Indonesia, yang dipelajari berdasarkan urutan sejarah bangsa, diyakini mampu menangkal gagasan – gagasan yang tidak sesuai dengan budaya bangsa, seperti radikalisme. Sebab, sesungguhnya nilai jual dari gagasan radikalisme, salah satunya bertumpu pada nilai strata sosial para tokohnya yang dinilai tinggi oleh para pengikutnya.
“Padahal sesungguhnya bangsa Indonesia masih memiliki tokoh – tokoh yang masih dipuja oleh masyarakat, seperti Pitung di Betawi, Sangkuriang di tanah Sunda, dan masih banyak lagi tokoh lainnya diseluruh wilayah Indonesia,” terang Babe Ridwan Saidi.
Dengan mengangkat kembali para tokoh idola masyarakat, yang merupakan kekayaan kearifan lokal bangsa, diyakini sangat efektif untuk mencegah penyebaran radikalisme.
“Mengangkat kembali para tokoh idola masyarakat dan kearifan lokal yang kuat, merupakan kekuatan yang dapat menjadi benteng yang tangguh, dan bisa menjadi kunci dalam menghadapi gagasan seperti radikalisme.” tambah Babe Ridwan Saidi.
Sehingga dengan modal kearifan lokal yang kuat dan dapat diajarkan kembali kepada masyarakat terutama generasi milenial, melalui timeline sejarah bangsa yang benar, bangsa Indonesia tidak perlu pesimis untuk dapat menangkal paham radikalisme.
“Bahkan generasi milenial Indonesia, saat ini memiliki keinginan tahuan yang besar tentang jatidiri bangsanya, sehingga kita tidak perlu khawatir untuk menangkal radikalisme melalui kearifan dan budaya lokal,” tambah Babe Ridwan.
Sehingga kita yakin dan percaya, bahwa masyarakat tetap memiliki sistem tersendiri dan mampu, untuk menangkal serta memberantas penyebaran paham radikalisme.