SEMUA  

Studi Badan Geologi: Ada Indikasi Amblesan Tanah di Pantura Jawa Tengah

Semarang, Nusantarapos – Badan Geologi Kementerian ESDM mengungkapkan hasil studi kegeologian ada potensi amblesan tanah (land subsidence) di wilayah pantai utara (pantura) Jawa Tengah. Studi ini dilakukan oleh Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGL) sejak tahun 2010 dengan memasang beberapa patok tetap (benchmark) di beberapa tempat di Kota Semarang sebagai bukti telah terjadi penurunan tanah.

“Pantai utara di Jawa Tengah berkembang pesat baik dari kemajuan industri, perkembangan kota, laju ekonomi, masyarakat maupun pembangunan infrastruktur yang ada. Di balik perkembangan tersebut terdapat fenomena bencana geologi yang dapat merugikan di kemudian hari, yaitu penurunan tanah yang ditemui di beberapa daerah di pantura Jawa Tengah,” kata Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono saat membuka acara sosialisasi “Hidup Berdampingan dengan Amblesan Tanah di Jawa Tengah: Geologi Sebagai Acuan Mitigasi dan Adaptasi dalam Penataan Ruang” secara virtual di Semarang, Selasa (1/12).

Secara spesifik, Eko mengungkapkan beberapa wilayah di Jawa Tengah yang terindikasi adanya penurunan Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Kendal, Kota Semarang, dan Kabupaten Demak. “Luasan dan intensitas (amblesan tanah) berbeda-beda,” jelasnya.

Fenomena ini mengakibatkan hilangnya lahan persawahan, tambak, pemukiman, serta tempat kegiatan ekonomi masyarakat yang disebabkan oleh bencana geologi tersebut. “Ancaman ini tak lepas dari kondisi regional di masing-masing wilayah,” ungkap Eko.

Eko menjelaskan amblesan tanah merupakan bahaya geologi (silent disaster) karena adanya penurunan massa tanah pada lapisan tanah yang mengakibatkan dataran menjadi banjir dan masuknya rob laut ke daratan. Kejadian ini merupakan proses alami akibat adanya konsolidasi pada lapisan tanah lunak di daerah dengan sedimen aluvium yang cukup tebal dan belum tekompakkan. “Ini harus diatasi dengan peninggian elevasi jalan dan bangunan rumah secara bertahap,” bebernya.

Mengantisipasi hal tersebut, Badan Geologi terus menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat agar informasi tersebut bisa dipahami secara terpadu dan komperhensif. “Kami memberikan gambaran mengenai kondisi daerah-daerah yang terindikasi adanya amblesan tanah sehingga diharapkan dapat memberi masukan kepada para pemangku kebijakan untuk melakukan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi terhadap amblesan tanah di masa mendatang,” kata Eko.

Hingga saat ini belum ada penelitian yang mengetahui kapan kejadian amblesan tanah khususnya di Pantura ini akan berhenti. Untuk itu, Eko menekankan diperlukannya kewaspadaan terhadap ancaman bencana geologi ini walaupun bersifat pelan dan prosesnya membutuhkan waktu lama.

“Peningkatan upaya-upaya mitigasi, adaptasi dan kesiapsiagaan yang didasarkan pada informasi informasi geologi sangat diperlukan khususnya dalam perencanaan pengembangan wilayah di masa yang akan datang,” tutup Eko. (Rilis)