JAKARTA, NUSANTARAPOS – Kecenderungan semakin kompleksnya permasalahan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan pelayanan rehabilitasi sosial.
Dalam beberapa kasus, permasalahan yang terjadi sudah mengancam keselamatan jiwa manusia. Contohnya, anak-anak dan lanjut usia yang ditelantarkan keluarga, serta para perempuan yang diperdagangkan.
“Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengalami tindakan kekerasan. Belum lagi adanya remaja dan pemuda yang awalnya hanya menjadi korban penyalahgunaan Napza, kemudian menjadi pecandu, dan bahkan terinfeksi HIV/AIDS. Ada juga penyandang disabilitas mental yang mengalami pemasungan,” kata Menteri Sosial RI Ad Interim, Muhadjir Effendy saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Tahun 2020, di Hotel El Royale, Jakarta, Jumat (11/12).
Hal ini, kata Muhadjir, memerlukan penanganan secara terkoordinasi, terpadu dan terarah antar berbagai pihak. Apalagi di tengah giatnya pembangunan nasional di berbagai bidang, tidak semua warga negara mampu mengakses peluang-peluang yang ada.
Mensos mengungkapkan, dalam pelaksanaan program rehabilitasi sosial, kita perlu memperhatikan 6 kebijakan teknis, yakni Penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak PPKS; Penguatan sistem rehabilitasi sosial yang terintegrasi dengan jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial penerima manfaat; Perluasan jangkauan rehabilitasi sosial penerima manfaat berbasis keluarga, komunitas dan residensial.
Kemudian, Penguatan kapasitas & kelembagaan Balai Rehabsos dan LKS; Peningkatan kampanye sosial melalui kampanye pencegahan, publikasi, sosialisasi, edukasi dan penyebarluasan informasi program rehabilitasi sosial di seluruh sektor dan masyarakat; serta peningkatan peran masyarakat dan swasta dalam pelayanan rehabilitasi sosial.
“Direktorat Rehabilitasi Sosial ini dimensinya sangat luas, kliennya sangat banyak. Saat ini kami berupaya keras untuk memperluas akses agar semakin banyak yang mendapatkan pelayanan agar PPKS bisa dilayani karena ini adalah haknya sebagai warga negara,” tuturnya.
Ia menyatakan, kegiatan rehabilitasi sosial tahun 2020 dilaksanakan oleh Kantor Pusat, Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan pemerintah daerah yang menyasar korban Penyalahgunaan Napza, Penyandang Disabilitas, Tuna Sosial Dan Korban Perdagangan Orang, Rehabilitasi Sosial Anak dan Lanjut Usia tentu menemui kendala dan juga strategi untuk mengatasi kendala tersebut.
“Dengan evaluasi ini, kami mendapat penjelasan apa saja yang telah dilakukan oleh Ditjen Rehsos selama 2020. Kemudian disusun lagi perencanaan dengan lebih cermat dan efisien dalam pemanfaatan anggarannya sehingga aksesnya bisa lebih diperluas dengan kualitas yang tidak berubah. Harapannya bisa naik,” bebernya.
Selain itu, Muhadjir juga menyinggung pentingnya memberikan edukasi kepada masyarakat untuk bersikap kooperatif bila ada anggota keluarganya yang memiliki kebutuhan khusus.
Karena, imbuhnya, masih ada orangtua anak berkebutuhan khusus menganggap aib sehingga tidak mendapatkan penanganan yang semestinya.
“Contohnya untuk anak penderita autis, saat ini baru terlayani di kisaran 18% – 20%. Penyebabnya karena orang tua anak tersebut menganggap aib, padahal anak tersebut biasanya memiliki keistimewaan yang harus digali untuk bekal masa depannya,” katanya.
Muhadjir juga mengimbau agar Ditjen Rehsos terus memperkuat program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) sebagai program layanan Rehabilitasi Sosial yang menggunakan pendekatan berbasis keluarga, komunitas, dan/atau residensial melalui kegiatan dukungan pemenuhan kebutuhan hidup layak, perawatan sosial dan/atau pengasuhan anak, dukungan keluarga, terapi fisik, terapi psikososial, terapi mental spiritual, pelatihan vokasional, pembinaan kewirausahaan, bantuan sosial dan asistensi sosial, serta dukungan aksesibilitas.
Selain itu, ia juga mengingatkan di tahun 2021 mendatang salah satu fokus pemerintah adalah perbaikan ekonomi nasional.
Hal ini, lanjutnya, dikarenakan dampak bencana Covid-19 diprediksi masih tetap ada dan harus menjadi tugas bersama untuk mendukung penanganan hal tersebut.
“Pelaksanaan ATENSI Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus saling dukung satu sama lain. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan. Semakin banyak warga negara yang terjangkau layanan dan semakin baik kualitas layanan tersebut, maka masyarakat pula yang semakin diuntungkan,” bebernya.
Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah memberikan apresiasi dan ruang yang cukup agar partisipasi dan swadaya masyarakat semakin meningkat.
Baik dari perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga kesejahteraan sosial asing.
“Perlu menjadi catatan kita semua bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, marilah kita memastikan untuk “bekerjasama” dan “sama-sama bekerja” dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Semoga kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan dengan baik,” pungkasnya.
Sementara Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos, Harry Hikmat mengungkapkan kebijakan program rehabilitasi sosial memiliki diferensiasi antara direktorat teknis dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT).
Direktorat teknis merupakan institusi yang melaksanakan program nasional secara _indirect service_ (layanan tidak langsung), sedangkan UPT dengan _new branding_ layanan melaksanakan direct service melalui Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI).
“Kebijakan program rehabilitasi sosial memiliki diferensiasi antara direktorat teknis dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT). Direktorat teknis merupakan institusi yang melaksanakan program nasional secara _indirect service_, sedangkan UPT dengan _new branding_ layanan melaksanakan direct service melalui Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI),” jelasnya.
“Evaluasi program rehabilitasi sosial merupakan kegiatan strategis untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program yang mencakup input, proses, output dan outcome serta dampak dari program yang berorientasi pada perubahan positif,” ungkapnya.
Dalam Rakornas yang digelar selama 3 hari mulai 10-12 Desember ini dihadiri oleh 70 peserta dari Pejabat Eselon II dan III serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Ditjen Rehabilitasi Sosial dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.
Sedangkan jumlah peserta yang mengikuti secara daring kurang lebih 200 orang yang terdiri dari pekerja sosial, instruktur dan pegawai lainnya di Lingkungan Ditjen Rehsos.
*Kemitraan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI)*
Dalam kegiatan Rakornas Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Tahun 2020 ini juga dilaksanakan Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial dengan Art Therapy Centre tentang Pengembangan Layanan Rehabilitasi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas melalui Art Therapy.
Kemudian, dilakukan juga penandatanganan MoU antara Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial dengan 5 Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yaitu Yayasan Kumala, Yayasan Suara Peduli Indonesia, Yayasan ERBE dan Yayasan Balarenik tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial Bagi Komunitas Pemulung.
Kemudian penyerahan bantuan ATENSI kepada 5 komunitas pemulung binaan LKS oleh Menteri Sosial Ad Interim masing-masing berupa 1 unit mesin press plastik dan 2 unit mesin pemotong ring gelas plastik dengan nilai total bantuan sebesar Rp. 325 juta.
Dilakukan juga penyerahan plakat dan _Launching_ Buku Penanganan Warga Tertantar Terdampak Covid-19 (PWTC) kepada 6 LKS yang hadir.
Selain itu, dilakukan penyerahan Permensos Nomor 16 Tahun 2020 tentang Asistensi Rehabilitasi( ATENSI) yang akan menjadi pedoman pelaksanaan program tahun 2021 dan evaluasi Pelaksanaan Program Tahun 2020. Permensos ini juga akan menjadi acuan dalam penyusunan _action plan_ percepatan pelaksanaan program Tahun 2021 yang diberikan pada Perwakilan Balai Besar Vokasional Disabilitas “Inten Suweno” Cibinong, Perwakilan Balai Anak “Naibonat” Kupang, Perwakilan Balai Residen “Panasea” Bambu Apus, Perwakilan Balai Lanjut Usia “Budhi Dharma” Bekasi dan Perwakilan Balai Karya “Pangudi Luhur” Bekasi.
Dalam acara Rakornas Ditjen Rehsos juga digelar pameran hasil karya Penerima Manfaat dari Balai dan Yayasan diantaranya Balai “Melati” Jakarta, Balai Residen “Panasea” Bambu Apus, Balai Karya “Pangudi Luhur” Bekasi, Balai “Tan Miyat” Bekasi, Balai Lanjut Usia “Budhi Dharma” Bekasi, Balai “Mulya Jaya” Jakarta, Balai “Galih Pakuan” Bogor, Balai “Ciungwanara” Bogor, Balai Besar Vokasional Disabilitas “Inten Suweno” Cibinong, Balai Phala Martha Sukabumi, BLBI Abiyoso Bandung, Balai Wyata Guna Bandung dan Yayasan Art Theraphy Centre Bandung.
Mensos RI Ad Interim, Muhadjir Effendy juga mengunjungi _stand_ pameran yang tersedia. “Saya menyaksikan beberapa praktik karya penerima manfaat yang mengikuti program rehabilitasi sosial, itu sangat bagus. Penampilannya sangat menarik. Jika bisa dioptimalkan produksinya, saya yakin bukan hanya menjadi produk rekreatif, tp juga produk komersial yang bisa beri efek ganda bagi PPKS. jika mereka tau karyanya diapresiasi secara komersial. Akan menimbulkan kebanggaan, percaya diri untuk pemulihan sikap sosialnya,” Pungkas Mensos
Kegiatan Rakornas juga lengkap dengan penampilan dari Disnet (Disabilitas Netra) Band yang dibentuk oleh penerima manfaat Balai “Tan Miyat” Bekasi. (Rilis)