Malang, Nusantarapos – Memasuki akhir tahun, tentunya menjadi cetakan goal tersendiri bagi bangsa ini. Demikianlah yang disampaikan Bambang Eka Prasetya, budayawan dan sastrawan Magelang. Lelaki yang lahir 5 Desember ini lahir di Jombang, Jawa Timur. Melalui buku puisinya “Di Negeri Kaya, Kita Punya Apa”, dirinya menyampaikan keluh kesah dan kritiknya terhadap perjalanan bangsa ini.
Dalam buku tersebut, dirinya mengemas pesan luhur dari relief Candi Borobudur yang kian dilupakan. Hal tersebut, imbuhnya, dikarenakan semakin banyaknya orang yang loba (tamak), dosa (memelihara kebencian) dan moha (keliru tahu).
“Padahal, pesan luhur Candi Borobudur mengajarkan setiap manusia untuk bersikap ikhlas (tulus), welas (mengembangkan kasih sayang), mawas (selalu introspeksi, sehingga mengenal diri, sesama, alam, serta asal dan tujuan hidup).” Tutur mantan direktur utama PT. Tata Banua Adinusa ini.
Budayawan dan sastrawan yang satu ini juga kerap disapa Pak Bambang. Lahir pada tanggal 5 Desember 1952 di Kepanjen Jombang, Jawa Timur. Darah seninya mengalir dari kedua orang tuanya. Ialah Cak Ngarman dan Ismi Hajati, pasangan suami-istri yang merupakan seniman ludruk pada zamannya. Selain melakoni kiprahnya sebagai budayawan dan sastrawan, Pak Bambang juga berperan aktif menghidupkan minat baca masyarakat magelang melalui komunitas Membaca Magelang.
Saat ini, Pak Bambang tinggal di Magelang. Budayawan berusia 68 tahun ini melayani pengenalan kisah relief Candi Borobudur berdasarkan Suttapitaka, sastra Buddha. Ia menjelaskan, ada 5 nilai utama yang dapat dijumpai dalam kisah relief Candi Borobudur sebagai pesan luhur. Nilai tersebut diantaranya adalah mencintai kehidupan, jujur, mengendalikan diri, berkata benar, serta menjaga kesadaran.
Ia juga berharap, agar di tahun yang akan datang, semakin banyak warga NKRI yang belajar kearifan Candi Borobudur. (Dyah)