Jakarta, Nusantarapos.co.id – Kini KPK mulai telusuri dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus suap ekspor benih lobster atau benur mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. KPK tidak menutup kemungkinan menjerat Edhy Prabowo dengan pasal TPPU.
“Tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan tindak pidana lain dalam hal ini TPPU sepanjang berdasarkan fakta yang ada dapat disimpulkan adanya bukti permulaan yang cukup,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (29/1/2021).
“Pada prinsipnya TPPU akan diterapkan apabila memang ada bukti permulaan yang cukup dugaan terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, surat berharga dll,” tambah Ali.
Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa banyak saksi. Terkini, penyidik memeriksa saksi bernama Makmun Saleh.
Dari pemeriksaan Makmun Saleh, terungkap bahwa ada dugaan Edhy Prabowo membeli tanah dari hasil suap ekspor benur. Makmun Saleh diperiksa untuk tersangka Edhy Prabowo.
“Didalami pengetahuannya terkait adanya dugaan transaksi pembelian tanah oleh tersangka EP (Edhy Prabowo),” kata Ali.
“Didalami juga terkait pengetahuan saksi mengenai dugaan sumber uang untuk pembelian tanah tersebut dari para ekspoktir benur yang mendapatkan persetujuan izin ekspor dari Tim khusus yang dibentuk oleh tersangka EP,” tambahnya.
Pemeriksaan terhadap Makmun Saleh dilakukan pada Kamis (28/1) kemarin. Penyidik KPK juga sebetulnya memanggil dua saksi lain yakni Yanni Kainama (karyawan swasta) dan Viza Irfa Islami (wiraswasta). Namun keduanya tidak hadir tanpa konfirmasi.
“KPK kembali mengingatkan kepada siapa pun yang dipanggil sebagai saksi untuk bersikap kooperatif memenuhi kewajiban hukum tersebut,” ucap Ali.
Total ada tujuh tersangka yang ditetapkan KPK, termasuk Edhy Prabowo. Enam orang lainnya adalah Safri sebagai mantan staf khusus Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misanta sebagai mantan staf khusus Edhy Prabowo, Siswadi sebagai pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK), Ainul Faqih sebagai staf istri Edhy Prabowo, Amiril Mukminin sebagai sekretaris pribadi Edhy Prabowo, serta seorang bernama Suharjito sebagai Direktur PT DPP. Dari keseluruhan nama itu, hanya Suharjito yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap, sisanya disebut KPK sebagai penerima suap.
Secara singkat, PT DPP merupakan calon eksportir benur yang diduga memberikan uang kepada Edhy Prabowo melalui sejumlah pihak, termasuk dua stafsusnya. Dalam urusan ekspor benur ini, Edhy Prabowo diduga mengatur agar semua eksportir melewati PT ACK sebagai forwarder dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
KPK menduga suap untuk Edhy Prabowo ditampung dalam rekening anak buahnya. Salah satu penggunaan uang suap yang diungkap KPK adalah ketika Edhy Prabowo berbelanja barang mewah di Amerika Serikat (AS), seperti jam tangan Rolex, tas LV, dan baju Old Navy. (Daniel)