PELALAWAN, NUSANTARAPOS – Adanya ditemukan ikan mati di salah satu aliran kanal Sungai Kampar yang diduga akibat limbah, harus segera direspon oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pelalawan menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat. Untuk itu, penyebabnya harus dapat dibuktikan secara ilmiah, tidak menuding atau mengambil kesimpulan secara kasat mata.
“Tapi setahu saya, pengelolaan limbah perusahaan seperti PT RAPP sudah sesuai dengan regulasi yang ada. Regulasi itu diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan secara ketat dipantau melalui jaringan internet. Jadi ada kontrol yang wajib dilaksanakan di situ,” terang Dosen Fisika Lingkungan UNRI, M Syafi’i, Jum’at (26/3/2021).
Dia mengatakan berdasarkan regulasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 dan telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri No.P/80/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019, setiap pelaku usaha wajib menerapkan Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan (SPARING). Jenis usaha ini termasuk juga industri kertas dan rayon.
“Tentunya instrumen ukurnya yakni OD, BOD terus ph dan baku mutu air dilakukan. Untuk pengambilan sampel pun harus benar, tidak sembarangan. Misalnya ambil air terus dimasukkan ya tidak begitu juga karena pengambilan sampel ini ada metodenya,” ujarnya.
Syafi’i juga meminta agar DLH memproses sampel air yang telah diambil sesuai regulasi yang ada. Dari pemeriksaan laboratorium, nilai kadar air nantinya akan dicocokkan dengan batas baku mutu pemerintah.
“Untuk kasus ikan mati biasanya karena oksigen. Namun perlu juga dilihat nilai ph dan COD-nya tapi setahu saya, alat SPARING PT RAPP itu sudah terhubung langsung ke sistem di KLHK dan itu terkirim terus tiap jam,” ucapnya.
Disinggung tentang kemungkinan zat lain penyebab matinya ikan, Syafi’i menampik dugaan tersebut. Menurutnya, persoalan ini tetap harus membutuhkan penjelasan ilmiah dan berdasar, supaya bisa dipertanggungjawabkan hasilnya.
“Apalagi dalam PermenKLHK tadi, disebutkan bahwa setiap pelaku usaha harus melakukan pemantauan dan pelaporan kualitas air limbah serta wajib alat SPARING. Alat inilah yang terkoneksi dengan KLHK dan wajib diterapkan oleh perusahaan tambang, kimia, kertas dan rayon,” paparnya.
Ditanya soal aksi jala ikan di aliran kanal sungai PT RAPP saat kunjungan lapangan wakil rakyat sebelumnya, Syafi’i menyatakan hal tersebut memang dapat dilihat secara kasat mata. Namun harus dilihat juga instrumen ukurnya. Selagi terkontrol dan baku mutunya aman, Syafi’i mengatakan seharusnya tidak ada masalah. Penyebab ikan mati bisa saja bukan karena limbah tapi karena adanya faktor lain.
“Makanya kita minta DLH meneruskan hasil sampel itu ke Provinsi, nanti dibuat kajian analisa dan kesimpulannya. Tapi ya itu, setahu saya perusahaan sebesar PT RAPP sudah memiliki standar pengelolaan sesuai ketentuan baku mutu yang sudah ada,” ujarnya.
Terpisah, Ketua Komisi II DPRD Pelalawan, Abdul Nasib SE, mengatakan DLH Pelalawan sudah mengambil sampel air di kanal perusahaan tersebut. Hasil dari sampel itu keluar dalam 14 hari kerja. Namun pihaknya belum bisa menyimpulkan ada pencemaran limbah atau ada unsur-unsur lain.
“Ketika nanti hasil sampel sudah keluar, akan kami umumkan ke publik, karena saat ini sampel air tengah diproses di labor diskes provinsi,” kata Abdul Nasib.
Disinggung soal adanya ikan hidup yang dijala di kanal PT RAPP, Abdul Nasib mengakui hal tersebut. Menurutnya, ikan yang hidup tersebut bukan ikan yang ditabur seperti ikan mas atau ikan nila, tapi ikan yang memang hidup di dalam situ.
“Tapi ikan yang hidup itu bukan menjadi patokan air tersebut tercemar atau tidak tercemar, namun itu hanya salah satu indikator saja bahwa sungai tersebut masih ada ikannya. Tetap harus ada penjelasan ilmiah, bukan menduga-duga,” pungkasnya.