Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Perum Perumnas melalui melalui Direktur Utama, Budi Saddewa Sudiro pada 2020 lalu meminta untuk dilakukan afirmasi ke warga mengenai persetujuan Revitalisasi sekaligus inventarisasi dokumen kepemilikan SRS.
Bersamaan dengan itu keluar ketentuan baru dari Perumnas menyangkut skema revitalisasi terutama menyangkut blok plan dan hapusnya BHS.
Sebagian warga yang sudah setuju ada yang keberatan dengan alasan:
1. Warga yang sudah merasa apatis bahkan pesimis sekaligus kecewa karena digantung terlalu lama, mulai kehilangan trust.
2. Di tengah kondisi seperti itu warga keberatan untuk diverifikasi dokumen-dokumennya, terutama warga yang dokumen-dokumennya masih belum clear, karena untuk menuntaskannya pasti butuh waktu, tenaga dan biaya.
3. Warga akan keberatan dengan perubahan skema terutama hilangnya opsi BHS tanpa melalui proses sosialisasi. Karena dulu warga memberikan persetujuan dengan landasan skema lama.
Hingga akhirnya menjadi pertanyaan, langkah awal apa secara fisik yang perumnas akan lakukan terkait revitalisasi?
Berdasarkan kilas balik perjalanan Proses Revitalisasi Rusun Klender, sejak Oktober 2015 wacana Peningkatan Kualitas Rusun Klender digulirkan di kantor Regional 3 Perum Perumnas.
Kala itu diawali dengan Perumnas merespon permintaan warga untuk membantu perbaikan tangga blok yang miring di Blok 63 RT 007 RW 01 Malakasari.
Respon yang didapat adalah undangan rapat dari Regional 3 ke Pengurus PPPSRSK tanggal 6 Oktober 2015 di ruang rapat Regional 3.
Didalam pertemuan tersebut pihak Regional 3 menyampaikan tawaran untuk mengimplementasikan pasal 62 UU no 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Dengan pertimbangan antara lain:
1. Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan UU bahwa kewajiban Perumnas untuk memelihara dan memperbaiki bangunan sudah selesai 15 tahun setelah bangunan diserahkan. Dan itu jatuh pada tahun 2005.
2. Perum Perumnas selaku BUMN diberi tugas untuk penyediaan pemukiman murah untuk MBR, sementara di DKI mencari lahan kosong sulit, padahal Perum Perumnas ‘punya asset’ lahan ditengah kota seluas 10 Ha lebih, dimana Rusun Klender ada didalamnya.
3. Sertifikat HGB Rusun Klender sudah habis tahun 2010 dan diperpanjang hingga 2030. Artinya HGB rusun Klender tidak mungkin bisa diperpanjang lagi dan yang ada adalah pembaruan sertifikat.
4. Kondisi fisik bangunan dan sapras maupun lingkungan rusun Klender yang sudah tidak memadai dan terkesan kumuh, bahkan cukup membahayakan penghuninya. Oleh karena itu Pengurus PPPSRSK menyambut wacana tersebut. Untuk menindak lanjuti wacana tersebut maka di buatlah MoU antara PPPSRSK dengan Regional
3 Perumnas untuk menyusun skema sosialisasi gagasan Revitalisasi yang akan ditawarkan kepada pemilik satuan rumah susun (SRS).
Ini harus ditempuh karena Revitalisasi Rusun Klender sesuai UU no 20/2011 akan dilaksanakan berdasar Inisiatif Warga.
Setelah melalui serangkaian sosialisasi, maka terkumpullah persetujuan warga kurang lebih 42% tahap I dan 11% pada tahan II sehingga total ada +/_ 63% warga yang menyatakan persetujuan dan itu sudah melebihi persyaratan minimal 60% untuk bisa dilakukan Revitalisasi atas prakarsa pemilik sebagaimana disyaratkan oleh UU.
Persetujuan yang diberikan warga dilandasi dengan ketentuan sebagaimana sosialisasi yang sudah disampaikan ke warga antara lain sebagai berikut:
1. Warga akan mendapatkan luas unit yang sama sebagaimana yang sudah ditempati selama ini.
2. Pembaruan sertifikat HGB warga tidak dipungut biaya alias gratis. Sertifikat HGB dimulai dari 0 tahun dan bisa diperpanjang sesuai aturan yang ada.
3. Selama proses pembangunan, warga mendapatkan Biaya Hunian Sementara (BHS) hingga warga menempati unit hunian baru.
4. Perumnas membangunkan/menyediakan unit komersial yang akan diserahkan kepada PPPSRSK untuk membantu meringankan warga dalam membiayai pemeliharaan (Biaya Service Charges).
5. Perumnas berhak sepenuhnya atas sisa lahan untuk dikelola dan warga tidak berhak menuntutnya.
Itu antara lain poin-poin penting yang tertera didalam Surat Persetujuan yang ditandatangi warga.
Awal tahun 2017 ada pergantian kepengurusan PPPSRSK, posisi dukungan warga baru mencapai 42% dan dilanjutkan oleh kepengurusan baru untuk melengkapi dukungan warga minimal 60% sebagaimana disyaratkan UU dan berhasil.
Proses selanjutnya meningkat ke Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk dimulainya proses realisasi tertunda-tunda, mengalami pasang surut, mulai dari pergantian dirut Perum Perumnas hingga pergantian pimpinan di level Regional 3 dan Pimpro Peningkatan Kualitas Rusun.
Skema-skema revitalisasi sudah matang, draft PKS sudah selesai di susun bersama PPPSRSK dan Regional 3 dan siap untuk ditandatangani, namun tertunda-tunda hingga akhirnya ada perombakan Direksi besar-besaran.
Komunitas Pendukung Peningkatan Kualitas (KPPK) wadah warga yang sudah memberikan persetujuan, meminta kepada Perumnas untuk:
1. Mendiskusikan sekaligus mensodialisasi ulang perubahan skema revitalisasi tersebut.
2. Afirmasi baru bisa dilaksanakan setelah skema tuntas sehingga jelas dan pasti hak dan kewajiban warga.
Itulah mengapa setelah setahun lebih permintaan direksi untuk afirmasi belum terlaksana 100%.
KPPK menyadari bahwa pihaknya harus berkejaran dengan waktu. Karena semakin dekat masa habis berlakunya HGB tahun 2030, maka semakin lemah juga bargaining position warga.
Namun KPPK juga tidak mau proses yang panjang melelahkan ini berakhir dengan hasil skema yang merugikan warga, karena itu berarti juga pengurus PPPSRSK yang aktif menginisiasi program ini harus bertanggungjawab secara moral kepada warga.