JAKARTA,NUSANTARAPOS,-Deputi Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Sumatera Selatan (Sumsel), Feri Kurniawan mengatakan, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Sumsel disinyalir melanggar aturan terkait keuangan badan dan pelayanan peserta diklat yang berasal dari kabupaten/kota dan lintas provinsi. Posisi kepala badan (Kaban) diklat Sumsel selaku penguji patut dipertanyakan karena diduga belum memenuhi kualisifikasi selaku dosen penguji.
Sumber internal badan kediklatan, Kaban diklat yang juga adik kandung Wagub Sumsel itu terkesan tidak memfungsikan Widyaiswara (WI) sesuai tupoksi dan kompetensinya. Hal ini bisa dilihat dari data pengajar diklat yang disinyalir terfokus ke hanya beberapa WI”, ujar Feri dalam keterangannya di Palembang, Senen (17/05/2021)
Menurut Feri, legalitas kelulusan peserta diklat karena kompetensi penguji yang diduga tidak memenuhi kualifikasi. Apakah syarat jumlah peserta dan pengajar sebanding karena jumlah pengajar dan peserta diklat terkesan tidak berimbang.
“Layaknya 10 peserta atau grup ada baiknya diajari oleh 1 WI dan 4 grup peserta dibawahi oleh 1 mentor agar pembekalan peserta diklat bisa optimal dan bukan hanya seremonial untuk syarat mendapatkan jabatan,” ujarnya.
Feri menambahkan, menurut sumber di dalam Bandiklat Sumsel yang tidak ingin disebutkan namanya terdapat WI yang tidak diberi kesempatan mengajar selama 1 tahun yaitu Dra E, Dra S, UM dan C SH MH. Namun kami belum bisa melakukan konfirmasi ke WI tersebut karena ketertutupan informasi
Badan diklat yang telah membentuk BLUD harusnya memberikan pelayanan optimal kepada peserta diklat karena mereka telah membayar fasilitas dan dosen pengajar. Namun infonya banyak keluhan dari peserta terkait masalah kuliner yang disiapkan oleh BLUD Sumsel.
“Kalau benar yang kami dengar, penurunan peringkat BLUD Sumsel dari akreditasi A menjadi akreditasi B, maka sudah selayaknya Kabandiklat diganti dengan yang mempunyai kompetensi walaupun bukan dari kalangan keluarga penguasa”, sebut Feri.
Feri menjelaskan, BLUD ibarat BUMD harusnya memberikan setoran kepada Pemprov Sumsel dan tidak menggunakan dana APBD. Bila terdapat anggaran APBD di dalam operasional BLUD maka itu adalah tindak pidana korupsi. Gubernur Sumsel Herman Deru selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) harusnya mengambil inisiatif untuk membenahi Bandiklat Sumsel.
“Blunder-blunder dalam pengambilan keputusan kepegawaian tidak harus sering terjadi seperti pengangkatan WI ‘Najib’ selaku Plt Asisten 1 sangat melanggar Peraturan Kepegawaian namun telah terjadi di mana seorang ASN fungsional diberi jabatan struktural sementara dari segi umur pun sudah melewati 60 tahun”, pungkasnya. (MARS/*).