Palembang, Nusantarapos – Pembangunan jalan Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatra Selatan pada APBD Ogan Ilir 2007 – 2010 jaman Mawardi Yahya menjabat Bupati Ogan Ilir atau proyek tahun jamak menjadi perhatian khusus Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) karena sangat berpotensi merugikan keuangan negara. Potensi kerugian negara yang mencapai Rp. 100 Milyar menjadikan sorotan khusus Boyamin Saiman Koordinator MAKI Pusat.
“MAKI Perwakilan Sumsel atas permintaan Koordinator MAKI Pusat Boyamin Saiman untuk menelaah kasus ini dan melaporkannya sampai ke pengadilan karena sedemikian besar potensi kerugian negara”, Ujar Feri Kurniawan Deputi MAKI Sumatra Selatan dalam keterangannya pada redaksi di Palembang, Rabu (19/5/2021).
Feri menjelaskan, Perda tahun jamak yang disetujui oleh DPRD Ogan Ilir pada RAPBD Ogan Ilir tahun 2006 menjadi rancu ketika pembayaran akhir pekerjaan proyek lebih besar dari aturan Perda tahun jamak sebesar kurang lebih Rp. 103 milyar dari yang seharusnya. Dasar pembayaran akhir yang tercantum di dalam SPM pembayaran 90% berbeda dengan Perda tahun jamak.
Ketua DPRD Ogan Ilir kala itu menolak pengajuan hak angket untuk mempertanyakan kelebihan bayar yang tidak di anggarkan pada APBD 2010 kala itu. Atau dapat dikatakan adanya item APBD siluman untuk membayar pekerjaan tahun jamak karena tidak ada dasar hukumnya.
“Di dalam PP 58 tahun 2005 di jelaskan bahwa mata anggaran dalam APBD harus di bahas pada tahun sebelumnya berbentuk RAPBD dan disetujui oleh DPRD sebelum berakhirnya tahun anggaran. Aneh bin ajaib pembayaran proyek pembangunan jalan tahun jamak Ogan Ilir diduga tidak di bahas sebesar kurang lebih Rp 190 milyar tetapi di bahas sebesar aturan perda kurang lebih Rp 86 milyar,” paparnya.
“Dugaan korupsi ini jalan ditempat sejak tahun 2011 karena berbagai alasan yang tidak jelas dan seakan para terduga pelaku sangat kebal hukum. Padahal sangat jelas terjadi pelanggaran wewenang yaitu perintah membayar atas persetujuan Kepala Daerah dan di ketahui DPRD Ogan Ilir pada saat LKPJ Bupati tahun 2011,” tegasnya.
Kelebihan bayar tanpa pernah di proses dalam RAPBD tahun 2009 merupakan temuan awal indikasi tindak pidana korupsi, namun anehnya tidak pernah ada pihak aparat hukum mengajukan audit investigatisi ke BPK RI maupun BPKP atau auditor independent,” pungkas Feri. (MARS/*).