Jakarta – NUSANTARAPOS.CO.ID – Sebagai notaris harus sadar bahwa hidupnya bukan di “Ruang Hampa”, yang cuek dengan apa yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tetapi harus tahu bahwa saat ini hidup dibawah naungan negara yang memiliki 4 (empat) pilar utama yaitu Pancasila, UUD tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Semua langkah-langkah harus mengacu pada pedoman cita-cita nasional, tujuan nasional, dan kepentingan nasional.
Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai organisasi pejabat umum satu-satunya yang menjalankan jabatannya memberikan jasa hukum kepada masyarakat untuk menjamin kepastian hukum, dan membuat alat bukti tertulis yang bersifat otentik. Seorang Notaris harus mampu menganalisa dan mengkaji dalam pembuatan akta-akta dari aspek 8 (delapan) gatra yaitu aspek geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dan wawasan nusantara.
Maka Notaris turut serta mendukung tercapainya pembangunan nasional dan dapat meningkatkan ketahanan nasional dengan kemampuan berpikir strategis dalam membuat akta agar lebih berhati-hati dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dan sebagai organisasi insan-insan yang memiliki semangat nasionalisme dalam menjalankan jabatannya dengan keahlian yang memadai, penuh tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang tinggi serta penuh rasa keadilan.
Notaris sebagai Pejabat Umum di negara hukum dalam menjalankan jabatannya sebelum mengambil keputusan dalam membuat akta-akta harus juga mempertimbangkan aspek ideologi, aspek politik, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, aspek demografi, aspek geografi, aspek kekayaan alam, aspek pertahanan dan keamanan dan wawasan nusantara dalam rangka pencapaian cita-cita, tujuan dan kepentingan nasional.
Sebagai pejabat umum, Notaris dalam membuat akta juga harus memperhatikan asas-asas dalam good governance dan good corporate governance, asas kepastian hukum, asas keadilan, asas kepentingan umum, asas akuntabilitas untuk meningkatkan ketahanan nasional. Kehati-hatian notaris dalam mencegah tindak pidana pencucian uang dalam pembuatan akta-aktanya merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap NKRI. Karena tindak pidana pencucian uang (TPPU) dapat mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila, UUD Tahun 1945.
TPPU itu hasil tindak pidananya sulit ditelusuri penegak hukum sehingga dengan leluasa dapat dimanfaatkan untuk kegiatan baik yang sah maupun yang tidak sah. Dalam perkembangannya TPPU semakin kompleks, melampaui batas-batas yurisdiksi/transnasional, dan menggunakan modus yang semakin variatif, menggunakan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah berbagai sektor. Diperlukannya kerjasama internasional dan regional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan kekayaan tidak sah dapat diminimalisasi.
Modus operandinya semakin canggih dan terorganisasi baik nasional maupun transnasional. Perlunya kerjasama nasional, regional dan internasional untuk menanggulanginya, baik preventif maupun represif (Treaty Based Crimes). Perlunya menjamin bahwa lembaga berwenang di bidang administratif, pengaturan dan penegakan hukum, yang memiliki dedikasi untuk memerangi tindak pidana pencucian uang dan disertai kemampuan untuk bekerjasama di tingkat nasional dan internasional.
Fungsi PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU. Notaris tentunya tidak bisa tinggal diam akan hal ini, karena pelaporan kita di dalam UU dilindungi. Perlindungan pelapor dan saksi bagi Notaris, PPAT, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan, berdasarkan hasil riset PPATK rentan dimanfaatkan oleh pelaku TPPU untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana dengan cara berlindung dibalik ketentuan kerahasiaan hubungan profesi dengan pengguna jasa yang diatur dengan ketentuan perundang-undangan.
Di dalam Pasal 28 UU TPPU diatur bahwa pelaksanaa kewajiban pelaporan oleh pihak pelapor dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang berlaku bagi pihak pelapor yang bersangkutan. Notaris memang wajib menjaga kerahasiaan kliennya namun dengan adanya ketentuan Pasal 28 UU TPPU , maka Notaris dalam ikut serta dalam program pemerintah tentang GRIPS sudah dilindungi oleh UU. Sekali lagi Notaris tidak hidup di “Ruang Hampa” dalam NKRI, namun peduli terhadap NKRI dan sudah dilindungi UU.
Ditulis oleh : Dr.Diah Sulistyani Muladi (Liezty Muladi) Ketua Bidang Kaderisasi dan Pendidikan PP INI yang juga merupakan alumni PPSA 17 Lemhannas RI