OPINI  

Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK ) “Ada Hubungan Hukum Pidana Dengan Pihak Ketiga”

Oleh : Mujahid

Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial dalam keseluruhan siklus penggunaannya.

Sudah menjadi rutinitas tahunan kegiatan pembangunan yang menggunakan APBN dan pihak ketiga, selalu melibatkan beberapa personil. Menurut Perpres 12 Th 2021 terdiri dari PA, KPA, PPK, Pejabat Pengadaan, Pokja Pemilihan, Agen Pengadaan, Penyelenggara Swakelola dan Penyedia.

Peraturan Presiden No 12 Tahun 2012 Tentang Perubahan Perpres No. 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Setidaknya bisa menjadi pedoman bagi Perjabat Pembuat Komitmen (PPK) tanpa kecuali bagi personil pengadaan lainya.

Selanjutnya Pejabat Pelaksana Tugas Kegiatan (PPTK) yang ditugaskan oleh PA/KPA untuk melaksanakan tugas PPK dalam hal tidak ada penetapan PPK pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD.

Dalam pelaksanaan tugas , kalaupun ada temuan barang bermasalah, belum tentu kasus hukumnya hanya ada pada pihak ketiga, karena PPK mengetahui dan memeriksa kegiatan rekanan dilapangan. Harus agresif dan sensitif terhadap barang yang akan digunakan untuk bahan pekerjaan pemerintah.

Tidak cukup spesifikasi barang, PPK dituntut mempunyai keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga sebaiknya mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut termasuk dokumen resmi barang/material.

Oleh karena itu, PPK harus mampu ‘mengendalikan’ pelaksanaan kontrak, karena kegiatan yang dilakukan antara PPK dengan Penyedia barang/jasa pada tahap persiapan pengadaan sampai dengan selesainya kontrak terdapat hubungan hukum pidana.

Mengingat, Hukum pidana itu hukum publik, yaitu hukum mengatur tentang hubungan antara individu dengan negara, artinya setiap orang yang melanggar hukum negara, maka kemungkinan melakukan tindak pidana bisa terjadi yang mana ketentuan sanksi dan pidananya diatur dalam undang – undang pidana itu sendiri.