Nusantarapos,-Keberadaan Klenteng atau dengan istilah Thai Pakkung ataupun juga Miau atau Shimmiau yang berada di Kalimantan mulai meluas di daerah tersebut.
Bahkan masyarakat Kalimantan ini memanfaatkan Klenteng bukan hanya sebagai tempat ibadah saja melainkan juga mempunyai peran yang sangat besar dalam tumbuhnya adanya kehidupan komunitas Tionghoa dimasa lampau.
Klenteng yang pertama dibangun pada tahun 1650 oleh Letnan Kwee Hoen dan dinamakan Kwan Im Teng yang semula ditujukan sebagai persembahan dan diberikan kepada Kwan Im (Dewi Pewelas Asih).
Dari kata Kwan Im Teng inilah orang Indonesia akhirnya lebih mengenal kata Klenteng daripada Vihara, yang kemudian melafalkannya sebagai Klenteng hingga saat ini sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian dari karakter (miao), Ini adalah sebutan umum bagi klenteng di Republik Rakyat Tiongkok.
Klenteng sebagai tempat suci dan sebagai tempat penghormatan untuk leluhur “Ci” (rumah abu) atau dewa, dan masing-masing marga membuat “Ci” untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abu. Para dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh marga mereka.
Perkembangan yang terus meluas sepanjang waktu dan zaman, penghormatan kepada dewa-dewi lalu dibuatkan ruangan khusus yang dikenal sebagai klenteng yang dapat dihormati oleh berbagai macam-macam marga atau suku. Di dalam klenteng sendiri bisa ditemukan (bagian samping atau belakang) dikhususkan untuk abuh leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga masing-masing.
Klenteng juga menyediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran atau agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Taoisme, dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha. Klenteng selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para dewa-dewi, dan tempat mempelajari berbagai ajaran, juga digunakan sebagai tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apapun.
Adanya Perjalanan Biksu Lim U Tek Di Pontianak
Keberadaan Ajaran Budha di Pontianak juga tidak terlepas dari adanya Biksu Lim U Tek yang mengembangkan ajaran-ajaran kedamaian dan sosial yang dimulai sejak Abad XIX(sembilan belas) telah berkembangnya ajaran Budha di Kalimantan, khususnya di Pontianak.
Adanya keberadaan kelenteng tua yang bernama Meng Siang Theng yang tepatnya berada dijalan Tjemara pontianak No.9 yang sekarang dikenal dengan nama jalan Gusti Sulung lelanang pontianak merupakan salah satu Kelenteng yang dibangun dan didirikan Biksu Lim U tek.
Kelenteng dari peninggalan Lim U Tek yang dapat dijumpai saat ini yakni Klenteng Meng Siang Theng . Ahli waris ataupun cucu dari Biksu Lim U Tek ternyata masih dapat kita temukan di tempat itu.
Pria separuh baya yang kami temui itu dikenal dengan nama Lim Seng Hak, alias Subroto dan menceritakan banyak tentang perjalanan kakeknya (Lim U Tek) hingga saat ini tetap menjadi sejarah adanya perkembamngan ajaran Budha di Pontianak.
Biksu Lim U Tek alias Ling Tek Eng lahir di Kekjo Tiongkok pada tanggal 3 Juli 1915 , datang ke pontianak sekitar tahun 1938. “Lim U Tek dengan penuh keyakinan untuk membantu sesama yang membutuhkan”, kata Lim Seng Hak. Lim U Tek lanjutnya menjelaskan selain dalam menyebarkan ajaran agama Budha di wilayah Pontianak juga mendirikan pabrik roti yang bernama “Meng Kie” dengan tujuan membatu roda perekonomian sekitar, katanya kepada media.
“Selama berdiam di pontianak Lim U Tek telah banyak melakukan kegiatan kegiatan sosial terutama ketika pada zaman pendudukan jepang”.Tegas Lim Seng Hak.
Saat itu banyak penduduk disekitar kelenteng pada zaman itu yang kelaparan, tertembak ataupun luka lalu dibawa ketempat kediaman Lim U Tek untuk diobati dan tinggal untuk semetara ditempat Lim U Tek, tambahnya lagi kepada media yang sedang mengunjungi perjalanan dan peninggalan sejarah Budha di Pontianak.
Bagaimana seorang Biksu memiliki cucu bila Biksu Lim U Tek Tidak menikah, Tanya awak Media Kepada Bapak yang merngaku Cucu dari Biksu Lim U Tek ini kepada kami( media-red).
Lim Seng Hak alias Subroto mengakui bahwa, Lim U Tek adalah seorang biksu yang tidak menikah, sehingga saat itu Lim U Tek mengangkat anak yaitu :
1.(satu) Tjiang Seng. 2(Dua) Lim A Sai (Saiman Ngabianto). 3(Tiga) Lie Song Kia (Subroto Ali). Kebenaran sebagai anak angkat tersebut dibuktikan dengan adanya lampiran dari Kelurahan Benua Melayu Darat, Pontianak Selatan.
Setelah mengangkat anak angkat Lim U Tek mengajak anak-anaknya tinggal bersama Lim U Tek yang terletak dijalan Tjemara Pontianak dan bekerja dengan Lim U Tek pada pabrik roti tersebut, serta membantu juga mempersiapkan segala sesuatu terkait upacara sembayang di Kelentang Budha Meng Siang Teng seperti mempersiapkan Hio, Lilin, dan persiapan alat sembayang lainnya.
Biksu Lim U Tek Akhirnya pada Tahun 1969 mendirikan yayasan Kelenteng Budha Meng Siang Theng, dengan pengurus saat itu yakni :
Pakoesoe Halim sebagai ketua , Subroto Ali(Lie Song Kia) sebagai seketaris, dan Lim U Tek sendiri sebagai bendahara. (EDTR/Mury)