Bali, NUSANTARAPOS.CO.ID – Maraknya dugaan “kriminalisasi” terhadap pejabat notaris akhir-akhir ini kian merebak, hal itu terbukti dari makin banyaknya persidangan terkait kasus-kasus dugaan pelanggaran tindak pidana di pengadilan yang menjerat oknum notaris sebagai tersangkanya.
Mensikapi hal itu, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) sebagai satu-satunya wadah yang menaungi notaris di seluruh Indonesi, segera mengambil langkah yang dianggap dapat meminimalisir kejadian yang menimpa anggotanya yang terjerat kasus hukum dan terpaksa harus duduk di “kursi pesakitan” dengan cara melakukan penandatangan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak penyidik yaitu Kepolisian Republik Indonesi (Polri).
Hal itu dilakukan mengingat notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya diatur dan dilindungi secara khusus oleh Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 66 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa terkait pemeriksaan notaris dalam proses peradilan harus melaui persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN).
Diketahui sebelumnya, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) bersama Polri telah menyelesaikan pedoman kerja sebagai langkah melindungi kepentingan notaris yang berhadapan dengan hukum. Pedoman kerja tersebut dirumuskan dalam rapat yang digelar pada 17, 18 dan 19 November 2020 yang dipimpin langsung Sekretaris Umum PP INI Tri Firdaus Akbarsyah SH, MKN. Pedoman kerja itu sendiri merupakan pelaksanaan atau tindak lanjut dari MoU antara PP INI dengan Polri yang dibuat pada 2019.
Diketahui pula pada 1 November 2021, berbarengan dengan acara Seminar Nasional tentang Online Single Submission Risked Based Approach (OSS RBA), dilakukan pula sosialisasi MoU antara PP INI dengan Polri oleh Ketum PP INI Yualita Widyadhari, Sekum PP INI Tri Firdaus Akbarsyah bersama jajarannya yang dihadiri langsung oleh Kapolda Sumsel, Irjen. Pol. Drs. Toni Harmanto.
Menanggapi hal tersebut, kepada wartawan notaris senior Dr. I Made Pria Dharsana berpendapat bahwa dengan adanya MoU antara PP INI dengan Kapolri sebelumnya, dan pedoman pelaksanaan yang sudah ditandatangani dengan Bareskrim Polri dan PP INI mesti ditindaklanjuti dengan sebaik-baiknya dan disosialisasikan, agar penyidik di seluruh Indonesia dapat memahami dan melaksanakan jabatannya sebagai penyidik dengan Standard Operating Procedure atau prosedur operasi standar (SOP) dengan benar, serta dapat menghargai notaris dalam melaksanakan jabatannya sebagai Pejabat Umum berdasarkan UUJN.
“Mestinya penyidik tetap mengedepankan asas Praduga Tidak Bersalah, bukan sebaliknya. Bahwa dalam pelaksanaan jabatannya, notaris harus berpegang teguh dan mematuhi ketentuan yang tertuang dalam Pasal 15, 16, 38, 39, 40 dan 44 UUJN. Jika pun kemudian terjadi sengketa karena adanya ketidak patuhan diantara para pihak memenuhi kewajibannya, maka akta otentik akan menjadi alat bukti yang sempurna yang dipergunakan dan mengikat para pihak, sebagaimana ketentuan Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPer,” ungkap Dr. Made Pria.
Lebih lanjut, Dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Bali yang kerap dimintai kesaksiannya selaku ahli di bidang Hukum dan Kenotariatan dalam persidangan-persidangan yang melibatkan notaris itu pun mengatakan, bahwa menyangkut notaris sebagai saksi pejabat yang telah menjalankan jabatannya berdasarkan UUJN tidaklah dapat serta merta ditarik sebagai pihak yang turut serta dalam persoalan hukum para pihak, baik yang menyangkut Pasal 263, 264, 266 serta Pasal 55 KUHP. Kecermatan dan pendalaman penyidik sangat dibutuhkan dalam mengkaji ada tidaknya keterlibatan oknum notaris memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik sehingga dapat dianggap oknum notaris turut serta melakukan perbuatan hukum yang berakibat tindak pidana..
“Jika ada keterangan, bukti identitas, bukti obyek perjanjian yang kemudian ternyata palsu haruslah ada mens rea. Mens rea yang berasal dari asas hukum pidana Inggris, actus reus, yang artinya actus non facit reum, nisi mens sit rea, atau sesuatu perbuatan tidak dapat membuat seseorang menjadi bersalah kecuali bila dilakukan dengan niat jahat. Perspektif Intepretasi dari sudut pandang masyarakat awam, haruslah jelas dan terang tentang niat melakukan perbuatan jahat dari oknum notaris tersebut, jika tidak ada niat melakukan perbuatan jahat maka oknum notaris itu tidak dapat dikatakan turut serta dan dipersalahkan,” terangnya.
Kemudian, Ia juga menegaskan, “Yang perlu dipahami adalah bahwa seluruh isi akta otentik tersebut menjadi tanggung jawab para pihak itu sendiri. Karena isi yang tertuang dalam akta adalah kehendak para pihak, bukan kehendak Notaris,” pungkas Dr. Made Pria dengan tegas.(Iwa.K)