Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Maraknya oknum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diduga bagian dari mafia tanah, dimana yang terbaru terjadi pada keluarga artis Nirina Zubir sehingga menjadi viral dimana-mana membuat Anggota Majelis Pembina dan Pengawas Pusat (MP3) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Firdhonal,SH angkat bicara. Ditemui di tengah kesibukannya yang begitu padat Bang Dhonal begitu biasanya dia dipanggil menyempatkan diri untuk menerima kami melakukan wawancara di kantornya Jalan Basuki Rahmat, Jakarta Timur pada Kamis (25/11/2021).
“Sebagai Majelis Pembina dan Pengawas PPAT di tingkat pusat, kami menghimbau kepada seluruh rekan-rekan PPAT untuk senantiasa memperhatikan dan mengingat kembali tentang sumpah jabatan. Antara lain kita harus taat kepada aturan atau menegakan perundang-undangan yang ada, dengan merahasiakan isi akta, bertindak jujur, amanah dan teliti dalam proses pembuatan akta,” katanya.
Lanjut Dhonal, di dalam persoalan menjalankan jabatan ini, tentu diperlukan profesionalisme kita yang betul-betul terukur. Bagi kita tentu lebih memikirkan bagaimana menjalankan jabatan itu aman sampai dengan kita pensiun. Maka disitulah kita memerlukan kehati-hatian, dan juga memahami seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kehadiran daripada MPP PPAT dimulai dari tingkat daerah, wilayah dan pusat tentu disamping melakukan pembinaan, sosialisasi regulasi dan rekomendasi peraturan-peraturan tapi juga mengingatkan agar PPAT selalu bekerja dalam kehati-hatian. Tetapi apabila keluar dari ketentuan perundang-undangan atau peraturan jabatan dan peraturan Menteri lainnya, sehingga bertabrakan dengan itu dan tetap dilanggar tentu dampaknya adalah pemberian sanksi terhadap PPAT,” ujarnya.
Dhonal menjelaskan dalam hal ini kita sudah berupaya melakukan pembinaan dan pengawasan tersebut, yang dilakukan oleh ketua MPP PPAT mulai dari tingkat daerah adalah kepala kantor pertanahan yang juga notabene adalah pelaku terhadap pemeriksaan terhadap PPAT setiap tahunnya. Seyogyanya kita harus betul hati-hati, karena banyak pengawasan terhadap PPAT.
“Apabila kita menjalan jabatan tersebut dengan menabrak aturan, kemudian ada yang mengatakan bahwa itu kriminalisasi maka kita tidak sepaham dengan pendapat itu. Dalam penilaian kita sangat terukur, karena lebih mengutamakan objektifitas dengan melihat pelanggarannya seperti apa,” ucapnya.
Pada intinya, tambah Dhonal, kami dari MPP PPAT tentu tidak henti-hentinya melakukan pembinaan dan pengawasan. Di samping itu MPP PPAT baik dari tingkat daerah, wilayah dan pusat sesuai dengan Permen No.2 Tahun 2018 diperintahkan untuk melakukan pendampingan terhadap rekan-rekan PPAT yang bermasalah.
“Selain melakukan pendampingan, kita juga berkoordinasi dengan pihak-pihak penegak hukum agar dalam menangani permasalahan tidak melanggar harkat dan martabat seorang PPAT. Dalam arti kita ada ketentuan-ketentuan yang harus dijaga oleh rekan-rekan PPAT dalam hal ini merahasiakan isi akta yang dibuat,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu Dhonal juga mengungkapkan ini yang harus dipikirkan bersama bahwa dari semua lini kita bergerak, jangan memojokan MPP PPAT dimana seolah-olah kita tidak melakukan pembinaan dan pengawasan. Padahal kita sudah melakukannya mulai dari di tingkat daerah, wilayah dan pusat.
Kemudian jika ada permasalahan yang timbul kita kembalikan lagi kepada diri masing-masing apakah kita ini dalam menjalankan jabatan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau malah menabrak ketentuan tersebut.
Umpamanya kita menjalankan jabatan ini tidak hati-hati, pada akhirnya nanti tentu ada yang berpotensi ditarik ke ranah pidana. Karena sampai ini kita belum ada kesepahaman antara pihak penegak hukum dengan PPAT, bahwa kita dalam menjalankan jabatan tentu ada sanksinya apabila melakukan pelanggaran.
“Tidak semata-mata pelanggaran itu ditarik ke pidana umum, misalnya kita melihat penandatangan akta jual beli tidak di hadapan PPAT tapi pada faktanya tanda tangan itu dilakukan oleh para pihak. Apabila itu dilakukan maka ada kelalaian daripada PPAT yang tidak membacakan,” terangnya.
Dhonal menyatakan bagi pihak-pihak atau masyarakat yang menganggap dirugikan oleh organisasi atau perkumpulan dapat membuat laporan, adapun sanksi bagi PPAT yang melanggar tentu tidaklah ringan dimana yang bersangkutan bisa diberikan sanksi teguran tertulis sampai dengan pemecatan tidak hormat. Dalam arti bukan hanya untuk menindaknya saja bukan, tentu itu diperuntukan untuk rekan-rekan kita yang melawan arus sehingga menabrak ketentuan-ketentuan yang seharusnya dilarang sehingga berdampak kepada penegakan hukum terhadap yang bersangkutan.
“Ini yang harus kita ukur, sehingga kita juga berharap kepada penegak hukum bahwa banyak juga PPAT yang menjadi korban.
Seperti contoh ketika ada seseorang yang tidak kita kenal datang kepada kita apakah itu termasuk jaringan mafia tanah dan beritikad buruk kita tidak bisa mengetahuinya.Tapi keprofesionalan kita adalah bagaimana kita bisa membantu setiap orang datang dengan melihat syarat-syarat sesuai dengan perundang-undangan untuk membuatkan akta maka itu akan kita lakukan,” katanya.
Masih menurut Dhonal, pada dasarnya sekarang kalau ada itikad-itikad buruk dengan melakukan pemalsuan dari pihak lain, seperti ada yang istri atau suaminya palsu dengan identitas palsu kita tidak mengetahuinya. Karena kewenangan daripada PPAT tidak sampai kesitu apakah itu asli atau tidak, sehingga kita harus sama-sama pahami tugas daripada PPAT itu adalah membuat alat bukti peralihan hak atau pemohonan hak. Kita hanya sampai kepada pembuatan akta sesuai dengan kewenangan yang ada.
“Selanjutnya pendaftaran daripada peralihan hak dan permohonan hak, kita PPAT ini hanya selaku kuasa dari para pihak untuk melakukan proses balik nama, dari peralihan hak untuk melakukan pendaftaran terhadap pemberian hak. Tugas kita itu hanya sampai sebatas pembuatan alat bukti, seperti akta jual beli, akta hibah, akta pembagian harta bersama dan lain-lain,” paparnya.
Dhonal menerangkan dalam proses pembuatan alat bukti ini, agar bisa menjadi otentik tentu harus ada syarat-syarat formil yang harus diterapkan dengan penuh ketelitian agar jangan sampai melakukan kesalahan prosedur sehingga menjadi masalah. Seperti contoh objek daripada yang dialihkan tersebut menjadi kewenangan wilayah kerja.
Kemudian juga yang kita lihat adalah jangan nanti saat membuat akta tidak dibacakan, atau kita tidak berhadapan dengan para pihak sehingga itu bisa ditegorikan ke dalam pelanggaran jabatan yang sanksinya cukup berat.
Apakah ini merupakan ranah pidana atau tidak, tentu yang kita lihat adalah dari pihak pelapor ini akan diukur apakah ada tidak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PPAT. Ada tidak kerugian yang ditimbulkan oleh PPAT, sehingga bisa dikategorikan sebagai tindak pidana.
Menurut kami pelanggaran terhadap PPAT dalam menjalankan jabatan itu ada di ranah MPP PPAT di tingkat daerah, wilayah dan pusat. Apakah itu suatu tindak pidana atau tidak perlu kita kaji, dengan duduk bersama antara pihak penegak hukum dengan organisasi kita dalam hal Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Ini menjadi permasalahan kita bersama, kalaupun ada terjadi suatu tindak pidana karena bukan pelanggaran jabatan tentu dilakukan penegakan untuk itu. Tetapi apabila itu dilakukan dalam menjalankan jabatan, tentunya ada kajian-kajian khusus yang akan digali kebenaran materiil itu.
“Adapun jumlah daripada PPAT saat ini sudah lebih dari 20.000 orang, jika ada yang melakukan pelanggaran adalah hal biasa namun jangan digeneralisir bahwasannya seluruh PPAT seperti itu. Karena masih banyak PPAT yang dislipin sehingga jika ada yang tidak disiplin tentu ada sanksinya. Jika terjadi pelanggaran hukum maka itu ranahnya penyidik untuk menukur dan mecari materiil tersebut dari peristiwa hukum yang terjadi,” pungkas Notaris/PPAT Jakarta Timur itu.