Jakarta, NusantaraPos – Penangkapan terduga terorisme di Sibolga yang berlangsung dari Selasa (12/3/2019) siang hingga Rabu (13/3/2019) dini hari, menyebabkan sejumlah orang terluka, baik dari masyarakat maupun anggota kepolisian.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap memberikan bantuan medis bagi semua korban sesaat setelah kejadian sesuai perintah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, terkait pemberian bantuan medis bagi korban bom Sibolga, LPSK sudah bersurat ke Kapolda Sumatera Utara (Sumut) yang ditembuskan juga ke Kapolri dan Kepala Densus 88. Adapun tujuan dari korespondensi tersebut antara lain untuk mendapatkan informasi resmi dan jelas mengenai berapa banyak korban yang terluka dan dari pihak mana saja dari sumber informasi yang jelas.
Demi kepentingan pengobatan medis bagi korban, LPSK juga bersurat ke rumah sakit dimana para korban dirujuk. Menurut Edwin, komunikasi yang dijalin dengan pihak rumah sakit, bertujuan agar korban bisa mendapatkan pengobatan yang diperlukan tanpa perlu pihak rumah sakit kebingungan mengenai biaya pengobatan bagi mereka.
“Dalam waktu dekat, LPSK segera terjun ke lokasi untuk memetakan jumlah dan posisi korban sehingga mereka bisa mendapatkan bantuan medis yang diperlukan,” kata Edwin di Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Surat yang dikirimkan ke rumah, lanjut Edwin, dalam bentuk jaminan bahwa biaya pengobatan bagi para korban dari tindak pidana terorisme di Sibolga tersebut akan ditanggung oleh LPSK. Dengan demikian, diharapkan para korban bisa mendapatkan pengobatan yang diperlukan tanpa harus memikirkan biaya pengobatan karena negara hadir bagi mereka yang menjadi korban.
Edwin menjelaskan, pemberian bantuan khususnya medis bagi korban terorisme memang menjadi kewenangan LPSK sesuai amanat UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Hal itu kemudian diperkuat lagi oleh Pasal 35b ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2018, bahwa pemberian bantuan medis oleh lembaga yang berfungsi menyelenggarakan perlindungan bagi saksi dan korban, diberikan sesaat setelah terjadinya tindak pidana terorisme. (*)