TRENGGALEK – Rapat kerja Komisi II DPRD Trenggalek bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) serta Bagian Aset dan Bakeuda cukup alot.
Rapat dalam rangka membahas pendapatan asli daerah (PAD) tersebut cukup tegang karena pada dua tahun masa pemerintahan ini pendapatan mengalami stagnan.
Bahkan Komisi II meminta TAPD untuk menekan organisasi perangkat daerah (OPD) atau Dinas penghasil untuk tidak lagi beralasan stagnan pendapatan saat ini dikarena adanya wabah Covid-19.
“Dua tahun pemerintahan saat ini sudah berjalan, maka perlu evaluasi kinerja terhadap pendapatan karena mengalami stagnan,” kata Mugianto Ketua Komisi II DPRD Trenggalek usai rapat, Kamis (3/2/2022).
Disampaikan Mugianto, hasil dalam pembahasan kali ini banyak persoalan krusial yang memang perlu diklarifikasi. Apalagi dalam unsur pemerintahan, Bakeuda sebagai wadah atau lumbung pendapatan masuk tidak bisa menekan pelaksanaan kegiatan pada OPD penghasil.
Namun dalam hal ini Komisi telah melihat sebenarnya masih banyak potensi besar penyumbang pendapatan yang belum dilakukan. Berdasarkan data yang diperoleh Komisi II tahun kemarin pendapatan mencapai Rp 280 milyar dan tahun 2022 ini hanya mencapai Rp 240 milyar.
“Padahal berdasarkan kajian dari Komisi, dinas penghasil seharusnya mampu menargetkan pendapatan di angka Rp 300 milyar pertahun,” ungkapnya.
Meskipun kemarin dalam pembahasan keuangan telah tersentuh oleh badan anggaran, namun dua tahun terakhir memang masih memaklumi dengan adanya wabah pandemi Covid-19, sehingga penekanan masih enggan dilakukan.
Beberapa OPD menjawab pendapatan memang terimbas Covid-19, namun saat ini dengan telah melandainya pandemi Covid-19 tidak ada alasan lagi untuk mengatakan bahwa semua kegiatan yang mengacu pendapatan masih belum bisa ditingkatkan.
“Apalagi saat ini postur APBD kita dalam hal pendapatan dan belanja sangatlah jomplang,” tegas Mugianto.
Mugianto menuturkan, jangan sampai ada alasan pandemi Covid-19 lagi, karena masih banyak potensi pendapatan seperti aset milik daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga yang harus di evaluasi kerjasamanya.
Karena semua tertuang dalam perjanjian sehingga bagi hasil sebagai pendapatan dari pihak ketiga tidak bisa dijadikan alasan. Hal itu harus dilakukan peninjauan kerjasama kembali. Apalagi laboratorium di PUPR juga harus dikawal karena menjadi rujukan beberapa daerah harusnya pendapatan juga naik.
Ada juga hotel prigi yang selama ini terus merugi, jika memang pemerintah tidak bisa melaksanakan kegiatan yang bisa memaksimalkan pendapatan potensi itu seharusnya ditawarkan kepada pihak ketiga.
“Apalagi saat ini kondisi Covid-19 sudah mereda, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak semangat dalam kinerja,” pintanya.
Mugianto juga menilai bahwa kinerja ASN saat ini seperti kurang suplemen, padahal suplemen berupa TPP atau tunjangan tambahan pegawai sudah disiapkan dan berjalan penyerapannya, namun pemberian tunjangan itu tidak seimbang dengan kinerja.
Komisi II menuntut kinerja yang profesional, jangan memberikan pendapatan yang stagnan, apalagi antara adanya TPP dan tidak ada TPP sama saja kinerja kurang maksimal. Apalagi saat ini kondisi keuangan daerah (KKD) masuk pada status sedang, hal itu karena indikator belanja modal dan operasi terlalu jomplang. (Rudi)