Palembang, Nusantarapos.co.id – Koalisi Poros Perubahan Lawan Oligarkis terus melakukan konsolidasi memperkuat barisan menyongsong Pemilu 2024. Koalisi yang di gagas para tokoh aktivis di tingkat nasional seperti Syahganda Naigolan, Jumhur Hidayat, Rocky Gerung, Ferry Juliantono, Andrianto dll ini untuk melawan kaum oligarki yang ingin menguasai Indonesia lewat pengaturan kekuasaan lewat Pemilu 2024 melalui kaki tangan dan jongos – jongos politiknya.
Setelah menggelar acara konsolidasi dan di Solo pada awal Juni, berlanjut ke Bandung pekan lalu berlanjut ke kota Palembang pada Selasa (24/6/2022). Acara yang di buka oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mataliti yang menyoroti tentang Presidential Threshold (PT) 20 persen kursi dari 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang di anggap melanggar dan bertentangan dengan UUD 1945.
“Sumber masalah terjadinya kuasa Oligarkis karena rezim PT 20 persen membuat rakyat tidak punya pilihan. Kami di DPD RI akan berjuang mencabut PT 20 persen ke Mahkamah Konstitusi lewat uji materi UU Pemilu”, tegas LaNyalla di Palembang, Selasa (28/6/2022).
Acara dimulai dengan penyerahan petisi oleh Syafril Sofyan, aktivis KAMI (Koalisi Aksi Mahasiswa Indonesia) yang menuntut Jokowi di makzulkan. Petisi di serahkan kepada Ketua DPD RI LaNyalla Mataliti untuk di teruskan ke Parlemen.
Tampil dalam diskusi dengan tema ‘Koalisi Rakyat Untuk Poros Perubahan’ antara lain aktivis senior yang pernah di penjara rezim Jokowi Syahganda Naigolan, Pengamat Rocky Gerung, mantan aktivis mahasiswa era 98 Andrianto. Dari pembicara tokoh lokal Sumsel Prof Idi dan Solehun.
Syahganda dalam paparannya, menyoroti era Soekarno pada kolonial Belanda yang kondisinya sama dengan saat ini. Bahkan kondisi saat ini lebih parah karena kuasa Oligarkis yang mencengkram di lingkar utama kekuasaan saat ini.
Sementara Rocky Gerung yang menjadi bintang acara menyoroti kuasa rezim Jokowi yang tidak bermanfaat buat Rakyat. Sehingga sah saja ada perlawanan rakyat yang masif. Bila perlu boikot Pemilu bilamana MK masih pertahankan PT 20 persen.
Sementara itu mantan aktivis mahasiswa era 98, Andrianto yang juga tampil sebagai pembicara menyatakan kecewa dengan hasil reformasi. “Malah situasi kondisi hari ini lebih buruk dari era Orba. Bila Orba Politiknya otoriter namun ekonomi stabil, harga terjangkau oleh rakyat dan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen. Masyarakatpun tidak alami pembelahan, ” jelasnya.
“Rezim Jokowi saat ini politiknya otoriter sudah demikan banyak aktivis masuk penjara kadang cuman ngetwit di medsos. Indeks demokrasi kita menurun selevel negara Timor Timur. Label Islamphobia sangat kentara membuat segregasi pembelahan di masyarakat”, tegas Andrianto.
Selain itu lanjut Andrianto, rezim saat ini sektor ekonomi sangat terpuruk hutang yang jumbo dengan harga yang mahal. Pertumbuhan ekonomi tidak lebih 5 persen. Saatnya rakyat siapkan perlawanan wujudkan reformasi kembali. “Lawan oligarki, hancurkan kepala batu”, pungkas Andrianto.
Acara diikuti ratusan aktivis , LSM dan mahasiswa serta webinar yang d ikuti ratusan tokoh seperti anggota DPD RI Agustin Teras Narang, Hatta Taliwang/Eks DPR , Ariady Ahmad/Eks DPR dll. (mars)