Jakarta, Nusantarapos – Dalam rangka merayakan HUT Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (HKHKI) yang ke-3 tahun, HKHKI menggelar 3 acara webinar yang akan diselenggarakan secara daring maupun luring, Senin (29/08).
Tema webinar kali ini adalah “RUU Kesejahteraan Ibu & Anak: Tantangan Investasi & SDM Unggul dalam Gig Economy” yang dimoderatori oleh Ruben
Soeratman, S.H., LL.M.
Dimulai dengan sambutan dari Prof. Payaman Simanjuntak selaku Ketua Dewan Kehormatan yang mengapresiasi kerja keras HKHKI selama tiga tahun terakhir dengan pencapaiannya yang luar biasa. Payaman mencatat dalam usia yang baru 3 tahun, sudah puluhan aktifitas baik domestik maupun bekerja sama dengan banyak lembaga internasional.
Diketahui, HKHKI adalah organisasi profesi para pengacara dan dosen yang lebih mengkhususkan di bidang Ketenagakerjaan dan HAM.
Dr. Raja Sirait, S.E., Ak.,S.H., M.H., M.M. sebagai wakil ketua Umum DPP HKHKI mengucapkan terima kasih atas dukungan seluruh pihak hingga saat ini HKHKI telah dikenal baik di Indonesia maupun diluar negeri sebagai organisasi yang aktif dan banyak berkontribusi bagi masyarakat. Bukan saja dalam dunia hukum ketenagakerjaan, yang memberikan konsultasi gratis namun juga kegiatan sosial.
Dalam kesempatan itu, sebagai keynote speaker, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diwakili oleh Dra. Lenny N. Rosalin, S.E., M.Sc., M.Fin. memaparkan data terkait harapan hidup ibu dan anak di Indonesia. Menurutnya, perlu dipikirkan bagaimana cara menurunkan kematian ibu, anak, dan mencegah anak dari stunting.
Lenny juga menambahkan, “Selain pemulihan ibu, suami juga ikut cuti supaya bisa mendampingi ibu dalam proses kelahiran sebagai wujud untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Yang ingin dicapai adalah agar melahirkan generasi yang berkualitas, ” katanya.
Sementara Kementerian Ketenagakerjaan yang diwakili oleh Yuli Adiratna, S.H., M.Hum. sebagai Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kemnaker menekankan, “Penyusunan RUU KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak) ini harus dipikirkan dengan matang-matang dan tepat sasaran. Jangan sampai bertumpang tindih dengan aturan dalam bidang ketenagakerjaan, atau justru merugikan pekerja dan pengusaha, ” papar Yuli.
Mewakili Apindo, Ketua Komite Regulasi & Hubungan Kelembagan Apindo Myra Maria Hanartani, memaparkan bahwa terbitnya RUU KIA ini karena tingginya kematian bu dan anak. Kesehatan dan keselamatan ibu dan anak perlu dibahas dan benar-benar dicari solusinya, dibanding dengan memperpanjang cuti melahirkan. Myra berpendapat bahwa aturan ini belum saatnya diberlakukan di Indonesia.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua umum HKHKI Dr. Ike Farida, S.H., LL.M. memberikan catatan bahwa peningkatan kesejahteraan ibu anak sangat didukungnya. Terlebih Ibu, adalah tiang dari keluarga, jika Ibunya sehat, maka keluarga akan lebih terjamin kesehatannya.
“Namun, jika yang dibidik adalah peningkatan KIA, maka seharusnya perbaikan kondisi dimulai dari bidang kesehatan. Misal peningkatan pelayanan rumah sakit, puskesmas, sosialisasi usia ideal perkawinan, pemberian edukasi massal di daerah tentang organ dan alat reproduksi perempuan, tentang kesehatan dan gizi ibu hamil dan bayi, dst. Juga meningkatan infrastruktrur di daerah, karena masih banyak ibu hamil yang meninggal diperjalanan menuju puskesmas disebabkan infrastrukturnya buruk. Sarana dan prasarana harus mudah dan murah untuk di akses, ” ungkapnya.
“Pada saat perekonomian Indonesia belum pulih dan pandemi ini belum berakhir, RUU KIA ini dikhawatirkan malah akan memberi dampak buruk bagi Indonesia, bagi pekerja dan pengusaha. Hal ini dapat menurunkan rangking Indonesia di dunia internasional bukan lagi sebagai negara investasi yang menarik bagi para investor asing, ” lanjutnya.
Ike yang juga adalah Managing Partner di Kantor Hukum Farida Law Office ini menekankan bahwa RUU KIA ini tidak perlu disahkan secara terburu-buru, perlu penelitian yang lebih matang.
Webinar HUT HKHKI yang Ke-3 memberikan catatan-catatan penting bagi Pemerintah dan pembuat undang-undang yakni:
1. RUU KIA harus diteliti dan pertimbangkan dengan matang, mendapatkan masukan
dari masyarakat termasuk organisasi seperti HKHKI, karena berkaitan erat dengan ketenagakerjaan.
2. Pembenahan dan perbaikan dari sisi infrastruktur khususnya di daerah, perbaikan
sarana dan prasarana di bidang kesehatan, serta sosialisasi dan propaganda tentang
kesehatan perempuan dan balita merupakan skala prioritas utama dalam peningkatan
KIA.
(Rilis/Arie Septiani)