Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Adanya isu mengenai Plt (Pelaksana Tugas) maupun Plh (Pelaksana Harian) Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) yang digagas oleh sebagian pengwil mendapat sorotan dari anggota Dewan Kehormatan Pusat (DKP) PP INI Dr Pieter Latumeten, SH MH dan Firdhonal, SH, MKn.
Pieter yang dahulunya adalah mantan Ketua Pengwil INI dan IPPAT Jawa Barat menyayangkan jika benar ada gagasan yg demikian itu. Menurutnya, dalam AD/ART PP INI hanya dikenal PLT untuk sisa masa jabatan jika ketua umum berhalangan dan hal ini dilakukan melalui mekanisme Rapat Pleno Pengurus Pusat (RP3) yang mengangkat salah satu wakil ketua bidang sebagai Plt dan tidak ada yang namanya Plt maupun Plh selain hal tersebut.
Kata Pieter, masa jabatan dari PP sama dengan masa jabatan untuk Pengwil dan Pengda. Jika ada yg mengklaim masa jabatan PP sudah berakhir berarti masa jabatan Pengwil dan Pengda sudah berakhir sehingga INI sebagai badan hukum menjadi status quo.
“Dalam mengatasi kekosongan hukum INI sebagai badan hukum, maka AD dan ART menyiapkan mekanisme keputusan diluar Kongres yan hak untuk menggunakannya melekat pada PP INI sebagaimana diatur dalam Pasal 10 A ayat 3 AD INI serta kewenangan PP yg diatut dalam Pasal 19 ayat 2 ART INI,” tegas Pieter Latumenen, di kawasan Jakarta Selatan, Senin (17/4/2023).
Bahkan, kata Pieter gabungan Pengwil tidak identik dengan presidium dan presidium hanya ada dalam kongres atau KLB, dimana presidium tugas utamanya mengatur lalu lintas kongres dengan menampung pendapat atau usul peserta kongres untuk dibuat simpulan yang akan dimintakan persetujuan dari peserta kongres, dan jelas presidium, tidak bisa mengangkat Plt atau Plh. Karena, dalam AD/ART INI sudah diatur jika kongres karena sebab apapun tidak berhasil memilih ketua umum maka PP demisioner yang berwenang menjalankan tugas sesuai AD dan ART INI.
Selanjutnya pieter hanya mengingatkan jangan sampai lahir Plt atau Plh yang diciptakan oleh lembaga yang tidak berwenang dan tidak mendapatkan pengaturannya dalam AD dan ART INI, yang dikategorikan sebagai jabatan palsu atau melahirkan suatu jabatan yang tidak dikenal dalam AD/ART dan hal ini potensi timbul kasus pidana.
Pietet menjelaskan surat Menteri Hukum dan HAM yang sifat isinya berupa instruksi kepada PP untuk menggunakan e-vote nasional, bermanfaat bagi seluruh anggota yang berjumlah 19.000 anggota dimana melalui e-vote nasional memberikan kesempatan bagi semua anggota yang mempunyai hak pilih berpatisipasi dalam kongres dengan memangkas cost ekonomi seperti tidak ada lagi biaya akomodasi, transportasi dan lain-lain. Dan akhirnya kita akan mendapatkan ketua umum terpilih yang legitimate, artinya ketua umum terpilih dari mayoritas anggota yang menggunakan hak pilihnya.
“E-vote nasional tidak dilarang dalam AD dan ART INI, karena sesuatu yang tidak dilarang, maka e-vote nasional bisa digunakan melalui konversi sistim pemilihan dengan ruang fisik ke dalam ruang virtual dengan menerapkan unsur unsur langsung bebas jujur umum, sesuai dengan UU ITE pasal 5. Bahkan surat pemberitahuan PP INI atas surat Kemenkumham tentang e-vote nasional tercantum untuk memenuhi ketentuan pasal 10 A ayat 3 AD jo. pasal 22 ART INI sehingga surat PP INI tentang pemberitahuan kepada seluruh anggota berlaku juga sebagai keputusan di luar kongres,” terangnya.
Harus diingat, tambah Pieter, ada rembuk nasional dimana 22 pengwil dan 6 pengwil serta PP sepakat menyerahkan hal ihwal kongres kepada Kementerian, dan jika ada yang beranggapan instruksi tidak diatur dalam AD dan ART INI, itu bukan alasan untuk mengingkari kesepakatan yang dibuat. Banyak jalan ke Roma untuk mengakomodir surat tersebut menjadi sesuai dengan AD dan ART INI, misalnya melalui keputusan di luar kongres.
KLB sulit untuk bisa dijalankan karena pertama ada tafsir masa jabatan pengwil sudah berakhir, kedua tafsir tidak ada alasan penting karena AD ART hanya memberikan ruang untuk KLB dalam hal ketua umum terpilih tersangkut money politik dan merangkap jabatan, perubahan AD dan kode etik notaris.
Ketiga ketentuan bagi kongres berlaku bagi KLB sehingga timbul tafsir bahwa penjaringan bacaketum dan bakal calon DKP yang ditetapkan di pra kongres yang sudah melampaui 6 bulan, harus dibuat penjaringan baru, pembentukan tim verifikasi, tim pemilihan dan tim pengawasan. Mekansime KLB atas permintaan lebih dari 2/3 pengwil bukan ketua pengwil. Keempat sudah ada surat kementerian tentang pelaksanaan kongres selambat-lambatnya akhir Agustus 2023, jika KLB dipaksakan maka potensi cacat yuridisnya banyak sekali.
Pieter berharap, PP INI menjadi solid dan seluruh anggota bisa ikut partisipasi di Kongres. Karenanya kedepannya masalah kenotariatan sangat banyak dan harus dibenahi.
“Seperti kita harus bersinergi dengan para penegak hukum dan itu perlu dipikirkan kedepan untuk lebih baik. Tetap solid, sehingga PP juga dapat menjalankan jabatan dengan tenang, dan organisasi bisa memback-up sepenuh hati kepentingan anggota,” ujarnya.
Ditempat yang sama, anggota DKP PP INI yang lain, Firdhonal mengajak seluruh anggota untuk tetap menjalankan jabatan sebagai notaris sesuai dengan tupoksi-nya.
“Kita harus menjaga nama baik marwah organisasi, dan taat kepada perundang-undangan yang ada,” ujar Firdhonal.
Mengenai adanya isu-isu yang menuntut KLB, dia menegaskan belum ada temuan pelanggaran yang harus memaksa dilakukan hal tersebut. Menurutnya, KLB hanya bisa terlaksana jika Kongres XXIV terlaksana.
“Belum ada temuan yang harus dilakukan untuk melaksanakan KLB seperti money politik, yang mana presedium menyatakan pemilihan tidak sah makanya dibuat KLB,” tegasnya.
Firdhonal juga memaparkan, saat ini keanggotaan PP INI sendiri sudah mencapai 21.000 anggota. Dengan adanya e-vote nasional kata dia memberikan kesempatan setiap anggota memilih calon ketua umum terbaik menurut pilihannya.
“Untuk memberikan hak kepada anggota dari kantornya masing-masing. Ketum yang terpilih, sejatinya yang terbaik karena dipilih mayoritas anggota,” ucapnya.
Dia juga menghimbau untuk seluruh anggota untuk tidak risau dengan isu yang ada. Karena, kata Firdhonal kepengurusan PP INI sekarang belum berakhir.
“Periode kepengurusan itu berakhir selama tiga tahun, berakhirnya masa jabatan itu ada didalam kongres dan dinyatakan ‘Demisioner’ oleh presidium. Efektifnya berakhir, setelah serah terima antara ketum yang dahulu kepada yang baru. Sebelum ada kongres kepengurusan tetap dijalankan,” paparnya.
Terakhir dia menambahkan bahwa INI adalah satu-satunya wadah notaris di Indonesia yang diakui pemerintah. Tujuannya, agar pemerintah dapat melakukan pengawasan terhadap perkumpulan notaris sekaligus pembinaan.
“Untuk itu, mari bersama menyikapi permasalahan dengan saling menghormati satu sama lain, dan menjaga nama baik INI,” tandas Firdhonal.