Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Puluhan mahasiswa/i yang mengatasnamakan dirinya Badan Pengurus Harian Ikatan Keluarga Besar Pelajar dan Mahasiswa Tolikara (BPH IKB PMPT) se-Jawa dan Bali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
Mereka mendesak agar Pj Bupati Tolikara Marthen Kogoya bisa mencairkan dana pemondokan para mahasiswa/i yang ada di Jawa dan Bali.
Kordinator lapangan Elianus Enembe mengatakan berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang mengatur terkait sistem pendidikan di Indonesia dari berbagai aspek. Hal ini juga sesuai dengan salah satu amanat pada pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Menurut UU tersebut pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dalam ber-organiasi yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara,” kata Elianus Enembe, Senin (30/10/2023).
Sementara itu, lanjut Elianus, pendidikan nasional merupakan pendidikan yang berlandaskan Pancasila serta UUD 1945 dengan tetap berakar pada nilai agama dan kebudayaan nasional Indonesia, sekaligus tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
“Jadi, sistem pendidikan nasional didefinisikan sebagai seluruh komponen pendidikan yang saling berhubungan atau terkait secara terpadu dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional,” ujarnya.
Elianus menjelaskan di dalam UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua kemudian berubah menjadi UU No.2 Tahun 2021 bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151 sesuai perintah amanat UU No 21 tahun 2021 tentang Otonomi khusus Papua Pemkab).
“Tolikara harus prioritaskan pembagunan sumber daya manusia (SDM) yang memperhatikan secara serius karena, mahasiswa tolikara generasi terkini merupakan aset keberlanjutan pembagunan daerah di masa yang akan datang,” ucapnya.
Dia menjelaskan, pada tanggal 13 Agustus 2021 pertama kali himbauan dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara mantan Bupati Usman G Wanimbo dan Yunius Tabuni selaku Kepala Bagian Ekonomi Pembangunan (Kabag Ekbang) saat itu. Setelah mempertimbangkan penyebaran mahasiswa Tolikara di seluruh wilayah Indonesia hampir 2.700 (dua ribu tujuh ratus) orang lebih.
Maka, setelahnya kata Elianus dilakukan Sosialisasi aplikasi SIMARA (Sistem Informasi Mahasiswa Tolikara) kepada mahasiswa Tolikara Se-Jayapura dan perwakilan setiap daerah kota studi se-Indonesia bertempat Hotel Grand Abepura Jayapura.
Pada saat sosialisasi aplikasi SIMARA mantan bupati Usman G Wanimbo menyampaikan bawah “Apabila aplikasi ini tidak menguntungkan bagi mahasiswa maka mahasiswa punya hak untuk menolak aplikasi SIMARA ini”.
“Bahwasanya kami dengan sikap tegas menolak Aplikasi SIMARA. Dan usulan kami kepada mantan Bupati saat itu, bahwa mahasiswa Tolikara se-Indonesia mau pelayanan bantuan studi, langkah dan pemondokan di terapkan dengan cara lama melalui Badan Pengurus Harian setiap kota studi/ korwil. Sesuai peran mereka (BPH) sebagai perpanjangan tangan dari Pemda kepada mahasiswa di setiap kota studi yang berada di Indonesia,” papar Elianus.
Masih Elianus, namun penolakan yang mahasiswa sampaikan pada tanggal 13 Agustus 2021 kepada mantan bupati Usman G Wanimbo sudah di setujui penolakannya.
“Namun dengan adanya Pj Bupati dan Kabag Ekbang baru kembali melanjutkan Aplikasi SIMARA tanpa persetujuan atau sosialisasi antara pemerintah dan mahasiswa Tolikara se-Indonesia sehingga dampaknya kami mahasiswa sangat dirugikan,” tegasnya.
“Saat ini kami mahasiswa Tolikara se-indonesia merasa dirugikan dan sangat kecewa, terhadap Yotham Wonda dalam penjelasannya bahwa pengunaan aplikasi SIMARA sangat membantu. Tapi, kenyataannya dapat merugikan kami mahasiwa dengan diterapkannya sistem kekeluargaan,” imbuh Elianus.
“Dan lebih para lagi, memangkas bantuan studi dan pemondokan yang sangat luar biasa sampai sebagian mahasiswa saat ini yang sedang berstudi se-Indonesia tidak bisa mendapatkan hak bantuan studi langkah, akhir dan tempat tinggal (kontrakan) yang layak. Padahal mahasiswa tersebut sudah memenuhi syarat dan sudah pernah menerima bantuan studi tahun sebelumnya,” katanya.
Adapun sikap dan tindakan yang dilakukan oleh Yotham Wonda tidak mencerminkan seorang pejabat. Dimana, kata Elianus mengatakan kepada mahasiswa dengan narasi yang mengancam, membatasi hak menyampaikan pendapat atau kritik kepada Ekbang.
“Apabila ada mahasiswa yang mengkritik maka diancam hak mendapat bantuan studi dihilangkan. Dan menurut kami sikap yang di tunjukan oleh Yotham sangat memperihatinkan untuk seorang figur pemerintah dalam menjalankan pelayanan kepada mahasiswa,” tegasnya lagi.
Adapun tuntutan Front mahasiswa/i Tolikara se-Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Meminta Kabag Ekbang Yotham Winda untuk merealisasikan bantuan dana pemondokan seperti tahun sebelumnya.
2. Kabag Ekbang stop melakukan pemotongan hak-hak mahasiswa dana bantuan studi dan bantuan pemondokan.
3. Hilangkan sistem sukuisme dalam penyaluran bantuan studi maupun pelayanan.
4. Hilangkan aplikasi SIMARA
5. Pj Bupati segera mencopot jabatan Yotham Wonda.
“Dalam waktu 1 x 24 jam tidak ada penambahan bantuan pemondokan, kami siap laporkan Yotham Winda di KPK sesuai data yang kami pegang,” pungkas Elianus. ***