Tangerang, NUSANTARAPOS.CO.ID – Dualisme kepengurusan di tubuh Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang telah berlangsung setahun ke belakang sepertinya akan terus berlanjut pasca adanya Kongres XXIV di Tangerang, Banten dan Kongres Luar Biasa (KLB) Bandung, Jawa Barat. Sampai detik ini dualisme itu belum ada titik temu, meskipun Dirjen AHU Kemenkumham Cahyo R. Muzhar mengklaim telah berusaha untuk menyatukan kembali organisasi tertua di Indonesia tersebut.
Alih-alih ingin menyatukan kedua kubu, Cahyo R. Muzhar justru melontarkan pernyataan kontroversional usai membuka seminar internasional yang diadakan oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) versi Tri Firdaus Akbarsyah dengan Universitas Pelita Harapan (UPH) Karawaci, Tangerang 5 Juni 2024 kemarin.
Bahkan dengan penuh semangat, Dirjen AHU mengutarakan polemik yang sedang terjadi di hadapan ratusan peserta seminar dan juga Notaris Prancis. Di dalam sambutannya Cahyo mengatakan jika polemik di tubuh INI belum segera terselesaikan akan mengajak Notaris muda yang masih memiliki idealisme untuk mendirikan organisasi Notaris yang baru.
Tak sampai disitu, saat diwawancarai awak media usai membuka seminar internasional tersebut, Cahyo semakin berapi-api dan sedikit ‘kesal’ karena dia menganggap kedua kubu seperti tak menganggap keberadaan Dirjen AHU ataupun Kemenkumham sebagai pembina dari para Notaris yang ada di Indonesia.
Dalam kesempatan itu Cahyo mengatakan saat ini di Dirjen AHU tidak terdapat daftar siapa saja pengurus INI. Hal ini dikarenakan masih adanya dualisme yang terjadi di tubuh INI.
“Tidak ada daftar pengurusnya di Dirjen AHU. Seperti halnya kegiatan di sini itu bukanlah INI tetapi Notaris senior yang punya kepedulian terhadap isu-isu terkini antara lain terkait pencucian uang dan pendanaan terorisme,” kata Cahyo.
Cahyo menjelaskan jika Notaris merupakan garda terdepan untuk pencegahan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang,red) dan pendanaan terorisme.”Jadi kami tetap apresiasi kegiatan siapapun juga, individu-individu yang mau berkontribusi untuk sharing produk knowledge,” terangnya.
Cahyo juga menuturkan pihaknya sudah mengusulkan beberapa cara dan solusi menyelesaikan dualisme, sudah beberapa kali kementerian memanggil kedua pihak antara Pak Tri Firdaus dan Pak Irfan Uthen. Keduanya sudah meminta bantuan Kementerian Hukum dan HAM untuk mencari jalan tengah dan solusi terhadap permasalahan internal mereka sendiri.
“Keduanya sudah beberapa kali kami pertemukan untuk dilakukan mediasi namun komitmennya selalu tidak dipatuhi oleh kedua pihak,” tegasnya
Dia menceritakan, dari dua kelompok Notaris yang tengah di mediasi, saat yang ini patuh, tapi yang ini tidak dan seterusnya demikian. Jika solusinya tidak menguntungkan bilangnya kembali ke anggaran dasar, kembali ke anggaran dasar kan kalau tidak ada masalah.
“Seperti kemarin saya sudah panggil namun salah satunya berhalangan sehingga dalam waktu dekat kami akan panggil kembali untuk segera selesaikan. Mau esensinya gimana silahkan? Mau Kongres atau KLB lagi silahkan,” ucapnya.
Dirinya pun mengatakan jika pihaknya mengecam dua organisasi Notaris yang secara sembarangan telah menggelar Ujian Kode Etik Notaris (UKEN) beberapa waktu belakangan.
“Seperti kemarin penyelenggaraan UKEN (Ujian Kode Etik Notaris,red), siapa yang menyelenggarakan UKEN? Kan ilegal pak dan penipuan itu, padahal sudah ada pelarangan dan sebagainya tapi tidak diindahkan sehingga pemerintah harus mengambil sikap tegas,” ucapnya geram.
Lebih lanjut, Cahyo juga menuturkan banyak calon Notaris yang mengeluhkan perihal proses menjadi Notaris. Kepada Kemenkumham mereka mengeluhkan mahalnya untuk jadi Notaris. Makanya saya bilang INI harusnya bisa menjadi perkumpulan yang memperjuangkan interest kepentingan anggota, jangan malah mempersulit anggotanya.
Perihal lambatnya proses mediasi kedua kubu dia mengancam jika proses mediasi itu tidak selesai maka itu sama saja membuka peluang untuk organisasi notaris yang baru. “Silahkan saja, artinya para Notaris berhak menjadi anggota mana yang memang betul-betul memperjuangkan kepentingan anggota,” jelasnya.
“Itulah opsi terakhir jika memang polemik ini tidak juga terselesaikan, seperti halnya Peradi. Dan pasti undang-undangnya akan kita rubah dengan persetujuan DPR,” tutupnya.