Jakarta, Nusantarapos.co.id – Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, mengatakan bahwa elektabilitas Anies Rasyid Baswedan untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta adalah yang tertinggi di antara sejumlah nama potensial calon gubernur lainnya. Surya Paloh menegaskan pernyataannya itu di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 24 Juni 2024 dengan mengacu pada hasil survei sejumlah lembaga.
Menurutnya, menghadapi Anies di Jakarta ini memang menjadi tantangan tersendiri.
Pernyataan Surya Paloh tersebut sepertinya benar, sebab jika merujuk hasil survei Proximity Indonesia, elektabilitas Anies Baswedan berada pada posisi teratas dengan 18,50%. Sedangkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berada di posisi kedua dengan 14%, diikuti oleh Ridwan Kamil pada posisi ketiga dengan 12,50%.
Aktivis senior Jakarta Sugiyanto mengungkapkan, terkait tingginya elektabilitas Anies di Jakarta tersebut, muncul dugaan kemungkinan hal ini terjadi karena adanya potensi 7 faktor kesalahan Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono.
“Dugaan kesalahan Pj Gubernur Heru Budi yang mencakup tujuh faktor tersebut yaitu, Pertama, lambatnya penyegaran atau pergantian pejabat dari era Anies Baswedan di semua tingkatan pemerintahan. Dalam konteks ini banyak pejabat yang diangkat oleh mantan Gubernur Anies Baswedan yang masih belum diganti,” ungkap pria yang akrab disapa SGY itu di Jakarta, Selasa (26/06/2024).
Kemudian kata SGY, dugaan kesalahan kedua yaitu, Pj Gubernur Heru Budi diduga enggan mengganti pejabat penting pada Eselon II yang diangkat oleh mantan Gubernur Anies Baswedan. Jabatan ini terutama pada posisi strategis seperti Kepala Dinas, Kepala Badan, Walikota, Bupati, dan para Asisten Sekretaris Daerah (Sekda).
Faktor ketiga diduga melibatkan pengangkatan kembali atau pengukuhan pejabat eselon dua yang sebelumnya diangkat oleh Eks Gubernur Anies Baswedan pada jabatan yang sama.
“Meskipun Pj Gubernur Heru Budi melakukan penyegaran terhadap 404 dan 388 pejabat pada akhir Desember 2023, pelantikan 792 pejabat ini dianggap masih kurang memadai karena masih banyak pejabat yang perlu diganti dalam jumlah besar,” kata SGY.
“Sebagai contoh, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pernah melantik 2000 pejabat di Monas pada 2 Januari 2015. Selain itu, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono (Soni) juga pernah melantik 5.038 pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, dan pejabat pengawas di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/1/2017),” imbuhnya.
Selanjutnya, faktor kesalahan keempat diduga melibatkan keterlambatan dalam penggantian direksi dan komisaris yang diangkat oleh Anies Baswedan di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Posisi jabatan yang perlu diganti mencakup Perusahaan Umum Daerah (Perumda), Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda), dan lembaga-lembaga lainnya. Sampai saat ini diduga kuat masih banyak pejabat BUMD tersebut yang diangkat Anies Baswedan tetapi belum diganti.
Kelima, Pj Gubernur Heru diduga enggan menangani dugaan keberadaan kekuatan kelompok pejabat yang sebelumnya diangkat oleh eks Gubernur Anies Baswedan. Dalam hal ini, mereka diduga terus berupaya mempertahankan kepentingan dan jaringan eks gubernur Anies Baswedan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
“Faktor keenam adalah dugaan minimnya upaya Pj Gubernur Heru dalam membongkar tuntas dugaan kasus-kasus korupsi yang terjadi selama pemerintahan Anies Baswedan,” jelas SGY.
Terakhir, faktor kesalahan ketujuh melibatkan dugaan kurangnya upaya transparansi untuk membuka dugaan penyimpangan kebijakan yang terjadi selama pemerintahan Anies Baswedan.
Ketujuh faktor dugaan kesalahan Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, yang diduga menjadi faktor penting dalam tingginya elektabilitas Anies Baswedan di Jakarta, terlihat masuk akal.
Menurut SGY, dalam konteks tingginya elektabilitas Anies Baswedan di DKI Jakarta ini, kuat dugaan bahwa pejabat-pejabat yang diangkat oleh Anies Baswedan mungkin memberikan dukungan diam-diam kepada Anies Baswedan pada saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu. Bahkan mungkin sampai saat ini tetap masih terus memberikan dukungan kepada Anies Baswedan termasuk kemungkinan untuk Pilgub Jakarta 2024.
Pejabat yang diangkat oleh Anies tersebut, termasuk di BUMD dan sektor lainnya, mungkin merasa berutang budi. Kemudian kemungkinan mereka melakukan kapitalisasi untuk mendukung Anies, termasuk dalam urusan merekrut karyawan non ASN atau honorer di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Selanjutnya, kemungkinan mereka memanfaatkan jaringan, baik di lingkungan Pemprov DKI Jakarta maupun di masyarakat.
Faktor ini diduga menjadi penyebab tingginya elektabilitas Anies Baswedan di DKI Jakarta. Bahkan saat Pipres 2024, Calon Presiden (Capres) Anies memperoleh 2.653.762 suara atau setara 41,07%. Angka ini hanya kalah tipis dari Capres Prabowo Subianto yang memperoleh 2.692.011 suara atau setara 41,67%.
“Atas uraian tersebut diatas, sebaiknya Pj Gubernur Heru Budi Hartono segera mengambil tindakan dalam banyak hal. Yang terpenting, Heru harus segera melakukan penyegaran dan pergantian pejabat, khususnya eselon dua, dengan sistem merit, termasuk pada BUMD dan instansi lainnya. Tindakan ini penting dilakukan sebelum pelaksanaan Pilgub Jakarta pada Nopember 2024,” terang SGY.
Nama-nama personal yang diangkat selama pemerintahan Anies Baswedan dan perlu segera diganti sudah banyak diketahui publik dan menjadi rahasia umum. Proses penyegaran ini harus dilakukan dengan cepat dan transparan, mengingat publik menantikan kejelasan terkait kebijakan manajemen pemerintahan di Pemprov DKI Jakarta.