Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Perkumpulan Konsultan Hukum Medis dan Kesehatan (PKHMK) mengadakan Inaugurasi Peserta Pelatihan Angkatan V sekaligus Perayaan Ulang Tahun ke 3 Tahun 2024 di Hotel Redtop, Jakarta, Jumat (12/7/2024). Acara tersebut dihadiri oleh DPP PKHMK, pendiri serta anggota yang baru saja mengikuti ujian.
Ketua Umum PKHMK Risma Situmorang
kami ini lahir lahir pada tanggal 2 Juli 2021, di usianya yang ketiga tahun kami sudah melakukan pelatihan bagi calon-calon konsultan hukum kesehatan yang berasal dari para dokter, advokat dan dosen. Dimana memasuki usia yang ketiga ini, sudah ada lima angkatan sehingga jumlah anggota kami saat ini sudah 110 orang.
“Selain pelatihan, kami juga memberikan bantuan hukum terhadap keluarga pasien yang membutuhkan pertolongan hukum dimana kami mengadukan dugaan pelanggaran tenaga kesehatan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Ada beberapa kasus yang ditangani oleh perkumpulan, seperti yang baru-baru ini ada di Banjarmasin kami menanganinya dengan mengadukan ke MKDKI,” katanya usai kegiatan.
Lanjut Risma, di beberapa tempat sering kali saat pasien merasa dirugikan dan mengadukan ke pihak terkait justru malah kalah itu disebabkan karena selama ini mengenai dunia kedokteran sangat tertutup seperti kita ketahui dulunya IDI (Ikatan Dokter Indonesia) tidak bisa tersentuh. Tetapi dengan adanya PKHMK dimana anggotanya sudah mendapatkan pelatihan apa itu hukum medis, apa itu hukum kesehatan dan hak-hak dokter ataupun kewajiban rumah sakit banyak kasus-kasus yang sudah terbuka.
“Seperti contoh beberapa rumah sakit kasusnya sudah ditangani oleh pengadilan, bahkan oleh MKDKI terkait STR (Surat Tanda Register) nya pun si dokter telah diusulkan ke Konsil Kedokteran untuk dicabut. Dengan adanya PKHMK banyak advokat-advokat yang paham bagaimana cara menangani apabila ada dugaan malpraktik,” ujarnya.
Kami, sambung, Risma, juga memberikan informasi yang up to date mengenai undang-undang kesehatan salah satunya adalah undang-undang kesehatan nomor 17 tahun 2023 yang baru diundangkan pada tanggal 8 Agustus. Di sana dijelaskan mengenai keberadaan majelis disiplin profesi untuk saat ini masih MKDKI juga diatur hanya mengenai disiplin namun terkait ganti rugi tetap harus ke pengadilan perdata.
“Kalau ada unsur kesengajaan dari dokter ataupun tenaga medis itu ke pihak kepolisian, tetapi yang paling menarik adalah mengenai salah satu pasal yang berbunyi bahwa direktur rumah sakit kalau tidak memberikan bantu kepada pasien yang gawat darurat itu diancam dengan penjara 10 tahun penjara. Jadi kalau ada yang gawat darurat tapi tidak dilayani di IGD misalnya, itu bisa terancam hukum penjara sampai 10 tahun jadi sangat serius memang undang-undang ini memberikan perlindungan kepada pasien ataupun keluarga pasien,” tuturnya.
Sebagai contoh, tambah Risma, baru-baru ini kami menangani kasus di rumah sakit Banjarmasin yang diduga adanya malpraktik tapi sepertinya mereka belum tahu Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Lalu mereka pun hanya melaporkannya ke kepolisian dan sudah 6 bukan pun tidak ada hasilnya.
“Harusnya teman-teman advokat mengetahui dan menyadari keberadaan MKDKI ini, sehingga kalau ada dugaan malpraktik atau dugaan salah menangani pasien maka harus dilaporkan terlebih dahulu kepada MKDKI. Harapan kami dengan bertambahnya anggota PKHMK yang sudah mulai tersebar di Kalimantan Utara, Makassar, Semarang tentu akan ada kantor perwakilan sehingga jika ada orang yang membutuhkan pertolongan atau konsultasi hukum kesehatan PKHMK di setiap provinsi bisa melalui kantor perwakilan kami,” ungkapnya.