Nusantarapos, Jakarta – Kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) atau penyakit kronis seperti obesitas, diabetes dan gagal ginjal semakin meningkat pada anak disebabkan oleh pola konsumsi dengan gizi yang tidak seimbang sejak usia dini.
Menanggapi situasi ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengajak orang tua untuk lebih memahami pentingnya memberikan gizi sehat, terutama dalam hal konsumsi gula, garam, dan lemak.
Memberikan gizi yang baik kepada anak adalah langkah vital dalam memenuhi hak kesehatan mereka. Hal ini memerlukan kerja sama dari orang tua, pemerintah, tenaga kesehatan, dunia usaha, dan media massa untuk mencapainya secara efektif.
Amurwani Dwi Lestariningsih, Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Atas Pendidikan dan Kesehatan Kemen PPPA, mengatakan bahwa data terbaru hingga 31 Januari 2023 dari Ikatan Dokter Indonesia menunjukkan lonjakan prevalensi kasus diabetes pada anak hingga mencapai 70 kali lipat.
“Selain itu, data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak usia 5-12 tahun telah mencapai sekitar 19,7 persen. Angka-angka ini menyoroti ancaman penyakit kronis pada anak, yang biasanya lebih umum terjadi pada orang dewasa atau lansia,” ucap Amurwani.
“Ini tentu akan berdampak pada tumbuh kembang anak di masa depan, sehingga kasus-kasus seperti ini perlu mendapatkan perhatian serius,” ujar Amurwani Dwi Lestariningsih dalam kegiatan Media Talk Kemen PPPA pada Selasa, 27 Agustus 2024.
Amurwani menegaskan pentingnya pemenuhan hak kesehatan anak dengan memastikan mereka mendapatkan makanan bergizi. Oleh karena itu, orang tua memainkan peran krusial dalam memahami pola konsumsi yang sehat dan menyediakan makanan bergizi untuk anak-anak mereka.
Amurwani menyebutkan bahwa pola asuh sangat krusial dalam memenuhi kebutuhan gizi anak. Sebagai contoh, jika anak hanya diberikan uang saku saat berangkat sekolah, mereka mungkin memilih makanan tidak sehat yang hanya mengenyangkan tanpa memperhatikan nilai gizinya.
“”Menurut penelitian Wahana Visi Indonesia (WVI) tahun 2023, 32 persen anak tidak sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Akibatnya, mereka sering hanya mengandalkan jajanan sekolah yang mengandung banyak gula, garam, dan lemak, yang dapat meningkatkan risiko penyakit kronis jika dikonsumsi secara rutin,” ujar Amurwani.
Lebih jauh Amurwani mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengambil langkah tegas untuk memastikan gizi seimbang dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Regulasi ini fokus pada pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak untuk mendukung pola makan sehat bagi anak-anak.
Pemerintah telah mengupayakan banyak program pencegahan PTM untuk melindungi anak-anak Indonesia. Karena perlindungan terbaik yang diharapkan itu adalah mencegah anak-anak terkena PTM.
Program ini meliputi berbagai upaya seperti edukasi kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan anak di puskesmas, dan mendorong puskesmas untuk memberikan advokasi kepada keluarga serta masyarakat sekitar.
Program ini mencakup bimbingan kepada masyarakat, edukasi untuk warung makanan, dan pembinaan sekolah-sekolah agar menjadi lingkungan ramah anak, bebas dari asap rokok, dan memiliki kantin sehat.
Kemen PPPA, melalui Amurwani, juga mengungkapkan bahwa program makan bergizi gratis saat ini sedang dalam masa uji coba.
Kemen PPPA mendorong pemenuhan gizi anak melalui program makan bergizi gratis, yang dirancang dengan distribusi yang efektif untuk memastikan penerimaannya oleh anak-anak dengan baik.
Untuk mewujudkan generasi emas 2045 yang sehat dan berkualitas, Amurwani mendorong sinergi pentahelix—pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, media massa, dan akademisi—untuk bersama-sama mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih sehat dan mencegah penyakit tidak menular pada anak.
Sementara itu, dr. Tan Shot Yen mengungkapkan bahwa Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mengungkapkan kekhawatiran, dengan 51,4 persen anak usia 3-4 tahun mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari.
“Angka tersebut sangat mengkhawatirkan karena konsumsi gula tidak hanya meningkatkan risiko diabetes, tetapi juga dapat melemahkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kemungkinan infeksi oleh bakteri, virus, dan jamur,” ujar dr. Tan.
“Selain itu,” lanjut dr. Tan, gula juga dapat menyebabkan peningkatan kasus alergi, memperburuk penglihatan, mempermudah sakit kepala, dan bahkan berkontribusi pada depresi.
dr. Tan lebih lanjut mengungkapkan, “Kita juga perlu waspada terhadap gula tersembunyi. Gula ini sering muncul dalam kemasan dengan akhiran ‘ol’, seperti manitol, sorbitol, dan xylitol.
Selain itu, sirup jagung atau high fructose corn syrup yang sering dianggap sehat karena berasal dari jagung sebenarnya adalah produk olahan pabrik yang sebaiknya dihindari.
Untuk menjaga kesehatan secara maksimal, pilihlah jagung asli daripada sirup jagung olahan yang sering dipasarkan sebagai alternatif sehat.
Selain gula, garam dan lemak dalam makanan anak juga harus mendapat perhatian. Dr. Tan menghimbau untuk mengonsumsi garam dan lemak dari sumber alami, seperti garam dari sayuran dan ikan, serta lemak tak jenuh dari ikan laut, kuning telur, kacang-kacangan, dan alpukat. ***(Guffe).