Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Resha Agriansyah Learning Center (RALC) mengadakan Seminar Hukum Nasional bertajuk Fenomena Kriminalisasi Profesi Kurator dan Pengurus Dalam Proses PKPU dan Kepailitan pada tanggal 4 Oktober 2024 kemarin, dalam seminar itu mengungkap bagaimana cara kurator menghindari jerat pidana dalam menangani perkara kepailitan dan PKPU.
Resha Agriansyah, Founder RALC mengatakan akhir-akhir ini ada sejumlah kurator maupun pengurus yang terjerat pidana dan dianggap sebagai upaya kriminalisasi. Dan hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi para kurator dan pengurus di Indonesia, termasuk RALC.
“Saya sendiri berpendapat ada tiga solusi yang mungkin bisa didiskusikan, pertama adanya UU Profesi Kurator dan Pengurus agar mempunyai hak imunitas, kedua revisi UU Kepailitan dan PKPU, dan ketiga adanya kerja sama antar lembaga penegak hukum agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai tugas para kurator dan pengurus,” ujar Resha membuka diskusi, Jumat (4/10/2024) kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Di tempat yang sama, Penyidik Madya Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Didik Sudaryanto yang juga hadir dalam diskusi ini juga menyampaikan saran sederhana bagaimana kurator dan pengurus tidak terjerat tindak pidana. Menurutnya para kurator dan pengurus harus memegang teguh etika profesi dan bekerja sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Apa pun profesinya silakan dijalankan secara benar, tapi kalau ada niat, maka 263 (KUHP), 372 (KUHP), dan 378 (KUHP) insya Allah ketemu dengan kami,” ujarnya, yang disambut tawa peserta seminar.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Pra Penuntutan pada Direktorat Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara, Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Lainnya di Kejaksaan Agung, Syahrul Juaksha Subuki, menyarankan agar para kurator dan pengurus melakukan profiling terhadap kliennya.
Hal ini dimaksudkan agar para kurator dan pengurus tidak ikut terseret dalam perkara pidana yang menjerat kliennya tersebut. Sebab ada sejumlah contoh kasus pidana, tapi disamarkan menjadi Kepailitan dan PKPU.
Selain itu ia juga mendorong adanya revisi UU Kepailitan dan PKPU agar para kurator dan pengurus mempunyai imunitas dalam menjalankan tugas.
“Ada asosiasi yang membawahi standar profesi, kalau UU mengatur imunitas kurator, nanti ada standar profesi, kode etik, untuk dilakukan pemeriksaan. ini berlaku profesi notaris, kita harus ijin ketua INI, dipanggil anggotanya untuk diperiksa. UU Kepailtan dan PKPU sudah Cukup alasan direvisi karena tidak relevan lagi,” terangnya.
Sementara itu Pakar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting berpandangan saat ini memang aspek keperdataan terkesan tumpang tindih ke hukum pidana. Sehingga para kurator maupun pengurus harus berhati-hati dalam menjalankan profesinya.
Salah satunya dengan tidak menganggap harta palit sebagai harta pribadi sehingga tidak menggunakannya. Misal ada aliran uang yang masuk ke rekening pribadi sebelum waktunya, menggunakan aset budel pailit untuk kepentingan pribadi. Hal ini bisa menjadikan peluang untuk terjadinya kriminalisasi.
“Banyak pintu masuk untuk kriminalisasi. kalau harta pailit tidak dianggap harta pribadi penggelapan tidak mungkin terjadi,” ujar Jamin Ginting .
Kemudian jangan asal menjual harta pailit tanpa hakim pengawas, hindari mendapat persentasi dari marketing dari penjualan harta pailit. Meskipun mendapat presentase dari hasil penjualan adalah sah, namun bisa jadi ada oknum tertentu yang menganggap uang yang didapat tidak sah dan membuka pintu terjadinya kriminalisasi.
Selanjutnya, Jamin Ginting menyebut, jangan ada kreditur fiktif, jika memang tagihan piutang dijual, pastikan transaksinya legal dan ada bukti pendukung seperti akta notaris, transfer uang dan lain sebagainya. Lalu, jangan masuk ke properti pihak lain tanpa ijin. Hal ini dikhawatirkan ternyata properti tersebut ternyata tidak masuk dalam budel pailit.
“Saya bukan nakutin supaya anda tidak jadi kurator ya, tapi hampir gak ada orang yang baru diumumkan megang budel itu dilaporkan ke polisi. hampir-hampir gak ada yang gak dilaporkan,” pungkas Jamin Ginting.
Masih di tempat yang sama, Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia Teddy Anggoro dalam diskusi ini menjelaskan pasal-pasal dalam KUHP yang memang berpotensi menjerat kurator dan pengurus dalam melaksanakan tugas.
Misalnya Pasal 167 KUHP terkait dengan masuk ke rumah/ruangan/pekarangan tertutup orang lain tanpa izin. Kemudian Pasal 263, 264 dan 266 tentang pemalsuan surat, Pasal 310-311 tentang menyerang kehormatan orang lain, Pasal 317 mengenai pengaduan dan pemberitahuan palsu, Pasal 372 tentang penggelapan, Pasal 400 angka (2) tentang mengurangi hak piutang, dan Pasal 406 tentang merusak atau menghilangkan barang orang lain.
Disisi lain Advokat dan Kurator senior M. Ismak menambahkan para kurator dan pengurus harus taat pada standar profesi, sebab ini adalah benteng utama dalam menjalankan tugas. Selanjutnya dihindari dua orang kurator dan pengurus dari kantor yang sama menangani suatu perkara, alasannya untuk menghindari peluang dianggap adanya konflik kepentingan, tutupnya.